Halloween Costume ideas 2015
September 2019

AMNews - Demo anak STM di sekitar gedung DPR ricuh. Mereka melempar batu, merusak fasilitas stasiun, menguasai tol, hingga membakar pos polisi di Pejompongan.

Polisi sudah beberapa kali mencoba menembakkan gas air mata ke arah siswa. Namun, hingga pukul 17.30 WIB, kericuhan belum juga usai.

Beragam alasan dilontarkan oleh siswa STM itu ketika ditanya mengapa mereka turun jalan. Arahnya tidak jelas, ada yang menolak RKUHP, meneruskan perjuangan mahasiswa, hingga mengkritisi pemindahan ibu kota.

Fasilitas di Stasiun Palmerah jadi korban. Pengendara yang di Tol Dalam Kota putar balik. Selanjutnya>>>

AMNews - Emak-emak di Aceh punya senjata andalan untuk menakuti anaknya yang enggan pulang ke rumah. Meski azan magrib telah berkumandang, para bocah masih saja bermain, seperti tak kenal waktu, mereka malas pergi mengaji. Di era modern seperti sekarang ini, tidak jarang para ibu masih akan menakut-nakuti anaknya diculik hantu geunteut.

"Bek tubit watee maghreb, enteuk dicok lhee geunteut", bila dialih bahasakan artinya, "jangan keluar saat maghrib, nanti diambil geuntuet".

Geunteut adalah sosok makhluk gaib yang konon kerap menculik anak-anak saat bermain di tempat terbuka setelah matahari mulai meredup.

Makhluk gaib ini digambarkan seperti bayangan hitam, berwajah menyeramkan dengan rambut panjang terurai. Tubuhnya memanjang tidak terhingga jika diratapi ke atas, dan sebaliknya, geunteut pun memendek ketika ditatap ke bawah.

Sorotan matanya tajam. Anak yang diculik akan dibuat setengah sadar dan merasa sangat nyaman dibawa sosok ini sampai lupa diri sejenak, tak sadar sedang diculik makhluk gaib. Selanjutnya>>>

AMNews - Seekor babi hutan masuk ke Masjid Nurul Amal di Perumahan RS Pemda di Cipocok Jaya, Kota Serang Banten pada Minggu (22/9/2019) pagi. Kejadian itu membuat ibu-ibu yang sedang berada di masjid lari kocar-kacir.

Titin, seorang warga menceritakan, saat itu sedang ada pengajian rutin dan dan santunan ke anak-anak yatim oleh ibu-ibu setempat. Tiba-tiba sekitar pukul 10.00 WIB, seekor babi hutan masuk ke masjid, di ruang toilet dan masuk ke ruang salat.

“Itu pada kaget semua, tadi kejadian sekitar jam 10-an lagi ada pengajian sareng (sambil) santunan membagikan ke anak yatim,” tutur Titin dikutip Detik, Minggu (22/9/2019).


Selanjutnya

AMNews - Penyidik Polisi Resor (Polres) Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh mengungkapkan, satu pucuk pistol yang dipakai perampok dua karyawati cantik sebuah koperasi di daerah itu ternyata pistol mainan, bukan senjata api asli seperti dugaan sebelumnya.

“Awalnya diduga senjata api (yang dipakai untuk merampok), setelah kita dalami ternyata hanya pistol mainan,” kata Kapolres Aceh Utara AKBP Ian Rizkian Milyardin melalui Kasat Reskrim AKP Adhitya Pratama dalam sebuah konferensi pers di Mapolres di Lhoksukon, Senin siang.

Pistol mainan ini diketahui setelah tiga dari empat pria yang diduga terlibat dalam kasus perampokan itu ditangkap polisi di lokasi terpisah di kawasan Aceh Utara, ketiganya dibekuk pada Sabtu (14/9).

Sementara perampokan yang menimpa dua karyawati cantik itu berlangsung pada Jumat  (13/9) pagi di depan kantornya di kawasan Meunasah Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, sesaat sebelum dia masuk ke kantor.

Dijelaskan, ketiga tersangka masing-masing JM dan SR, keduanya warga Kabupaten Aceh Utara, sementara JR warga Kabupaten Aceh Timur, sedangkan satu pria lainnya yang diduga terlibat dalam kasus perampokan ini telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang atau DPO, berinisial H.

Dari keterangan polisi, JR dan H adalah tersangka yang merampok dua karyawati tersebut, keduanya disuruh oleh JM, orang yang mengamati kedua karyawati itu. Sementara SR diduga berperan sebagai orang yang mengambil uang dari JR dan H, seusai kejadian.

Barang bukti yang diamankan dalam penangkapan itu di antaranya sebuah smartphone milik korban dan sisa uang hasil perampokan itu sebesar Rp150 ribu yang diamankan dari tersangka JM, sementara pistol mainan diamankan dari tersangka JR.

Sementara barang bukti satu unit sepeda motor jenis Scoopy yang digunakan saat beraksi itu masih berada bersama tersangka H, yang kini sedang diburu polisi.

Tersangka JM, yang diduga memiliki peran penting dalam kasus tersebut hanya pasrah saja. Kepada wartawan, JM mengaku melakukan itu lantaran kecewa terhadap perusahaan tempat karyawati cantik itu bekerja, karena selama ini tidak pernah memberikan upah jasa keamanan kepada dia.

Baca juga: Truk pengangkut tiang listrik kecelakaan di Aceh Utara

“Jika ada kendala di lapangan, saya yang ditelepon, namun tidak dikasih uang sedikitpun,” ucap JM, yang turut dihadirkan dalam konferensi pers itu.

Pernyataan tersebut dibantah Kasat Reskrim AKP Adhitya Pratama dengan menyebut, bahwa JM bukan petugas keamanan formal atau resmi dari koperasi tempat karyawati tersebut bekerja.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dua karyawati sebuah koperasi dirampok pria berpistol di depan kantornya di kawasan Meunasah Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, saat korban akan ke kantornya, Jumat pagi.

Kedua korban itu bernama Siti Umi Rohani (23), warga Alue Seulubok, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang dan Midu Novia Siborok (24) warga Pangburuan, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Selama ini mereka menetap di kawasan Rawang Itek, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.

Akibat kejadian tersebut korban mengalami kerugian, di antaranya berupa uang tunai sekitar Rp3,9 juta, sebuah smartphone, ATM BRI dan KTP. Dari jumlah uang tersebut, Rp3,5 juta di antaranya adalah uang kas koperasi tempat mereka bekerja, yang baru saja ditarik dari ATM.[Antara]

AMNews - Gelombang kepulangan mahasiswa Papua dari berbagai kota studi terus bertambah. Pemerintah Papua mencatat 2.047 mahasiswa telah kembali ke wilayah paling timur Indonesia ini.

Data ini sebagaimana laporan para bupati di Papua dalam pertemuan dengan Gubernur Papua Lukas Enembe di Gedung Negara Jayapura, Senin (16/9) malam.  Jumlah kepulangan mahassiwa terbanyak berasal dari Kabupaten Yahukimo sekitar 600 mahasiswa, sedangkan mahasiswa asal Nduga mencapai 500 orang.

Bupati Yahukimo Abock Busup saat dikonfirmasi wartawan di Gedung Negara, membenarkan kepulangan mahasiswanya dari sejumlah kota studi. Dari 1.800 mahasiswa, 600 orang telah kembali ke Papua.

“Khusus untuk mahasiswa Yahukimo, tadi siang kami sudah bertemu dengan mahasiswa di asrama Yahukimo di Jayapura dan dipastikan ada 600-an mahasiswa Yahukimo sudah di Jayapura,” kata  Abock Busup.

Dalam pertemuan itu, jumlah mahasiwa terbanyak yang menempuh studi di luar Papua berasal dari Kabupaten Biak Numfor. Namun dari 2.500 mahasiswa Biak Numfor, baru empat mahasiswa yang dilaporkan pulang.  Sementara Sarmi belum satu pun mahasiswa dilaporkan pulang dari total 700 mahasiswa.

Selain membahas jumlah kepulangan mahasiswa, para bupati juga mengusulkan adanya kesepakatan bersama untuk mencari solusi gelombang kepulangan mahasiswa dari kota studi.  “Harus sepakat kalau pulang dengan mempertimbangkan dampak buruknya,” ujar Bupati Deiyai, Ateng Edowai.

Ateng juga mengungkap pengawasan berlebihan oleh aparat membuat mahasiswa ketakutan hingga memicu gelombang kepulangan mahasiswa bertambah. “Mahasiswa takut, mereka meminta pulang. 338 mahasiwa asal Deiyai sudah pulang,” terangnya.

Pandangan serupa juga disampaikan Bupati Puncak, Willem Wandik bahwasanya perasaan tidak nyaman yang dirasakan mahasiswa Papua di kota studi membuat gelombang kepulangan terus bertambah.

Bahkan, ketakutan tak hanya dirasakan di luar Papua, melainkan warga di Kota Jayapura. Dia pun melaporkan dari total 500 mahasiswa asal Puncak yang berada di kota studi, 20 diantaranya telah kembali ke Papua.

“Masyarakat di Jayapura takut keluar rumah, apalagi mahasiswa kita di luar sana. Mereka meminta pulang dan kalau merasa tidak aman, kami akan pulangkan,” kata Wandik.

Sejauh ini, Gubernur Papua Lukas Enembe masih berupaya berkomunikasi dengan ribuan mahasiswa yang telah kembali ke Papua. Namun upaya tersebut sulit terealisasi lantaran mahasiswa menolak menemuinya.

“Saya di Jawa Timur ditolak mahasiswa, padahal saya sebagai orang tua mereka. Di sini lagi mereka tolak saya, undangan sudah saya sampaikan untuk pertemuan di sini (Gedung Negara), mereka tidak datang,” tuturnya dengan nada heran.

Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Rudolf Albert Rodja menyebut data kepulangan mahasiswa Papua diambil dari manifest pesawat yang tiba di Bandara Sentani, Jayapura. Sementara  mahasiswa yang kembali menggunakan kapal laut belum terpantau. | pospapua.com

AMNews - Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan oleh DPP PNA telah usai dilaksanakan. Dengan menetapkan Samsul Bahri alias Tiyong sebagai Kapten baru melengserkan Irwandi Yusuf di ‘Partai Orange’ tersebut.

Pasca pemilihan itu, Tiyong sebagai nahkoda baru PNA menegaskan bahwa ia akan meminta restu kepada Irwandi Yusuf sang ‘Captan Hanakaru Hokagata’ yang kini sedang tersandung kasus rasuah di Ibukota.

Tiyong berencana akan melakukan rekonsiliasi dan musyawarah kembali untuk menyatukan perbedaan selama ini, guna melahirkan persamaan. Namun gayung tak bersambut baik. Restu yang minta Tiyong, gugatan yang dilayangkan Irwandi.

Hal tersebut sebagaimana yang dilansir oleh serambinews.com (15/9), bahwa Irwandi Yusuf akan menggugat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang berlangsung di Aula Ampon Syiek Peusangan Bireuen tersebut.

Sekretaris Majelis Tinggi Partai (MTP) PNA, Sayuti Abubakar mengatakan Irwandi sepertinya tidak menerima hasil KLB PNA yang telah menetapkan Samsul Bahri alias Tiyong sebagai Ketua PNA.

“Beliau akan mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan hasil KLB dan menyatakan KLB tidak sah,” kata Sayuti di serambinews.com.

Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) PNA Miswar Fuady saat dihubungi analisaaceh.com (15/9) mengatakan, pihaknya siap menghadapi gugatan yang dilayangkan oleh Irwandi tersebut.

“Secara aturan, apabila Irwandi tidak sepakat ya silahkan gugat, itu dibenarkan di dalam konstitusi. Dan kami siap menghadapi tuntutan tersebut,” jelasnya singkat.

Sebelumnya, kisruh di internal PNA muncul setelah Irwandi Yusuf memberhentikan Samsul Bahri alias Tiyong dari posisi ketua harian PNA dan menggantikannya dengan Darwati A Gani yang merupakan istrinya Irwandi sendiri. Tidak hanya itu, Irwandi juga menunjuk Muharram Idris sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) menggantikan Miswar Fuady.

Dinilai keputusan tersebut tidak sesuai dengan AD/ART, sehingga menimbulkan kekisruhan di tubuh PNA hingga berakhir di KLB. Akan tetapi polemik baru kembali mencuat, atas gugatan yang dilayangkan Irwandi terhadap keputusan KLB tersebut. [analisaaceh.com]

AMNews - Kondisi jembatan gantung yang menghubungkan tiga desa di Kecamatan Delima, Pidie, Aceh, sangat memprihatinkan. Saat melewati jembatan lapuk tersebut, para siswa seolah-olah bertaruh nyawa. Ada siswa yang pernah tercebur ke sungai dan warga terperosok.

Jembatan sepanjang 14 meter ini membelah Sungai Krueng Baro, yang terletak di Desa Keutapang Aree, Kecamatan Delima. Jembatan lapuk ini menghubungkan tiga desa, yakni Pante Aree, Keutapang Aree, dan Mesjid Aree, dengan jalan aspal yang dilintasi angkutan umum.

Saat ini kondisi jembatan sudah tidak layak untuk dilewati. Beberapa bagian jembatan sudah bolong dan tidak ada lantai. Selain itu, papan yang dipakai sudah lapuk. Jika tidak berhati-hati saat melewatinya, warga bisa tercebur ke sungai.

"Sudah ada siswa sekolah satu orang yang jatuh ke dasar sungai karena terperosok. Orang dewasa ada yang terperosok kaki tapi tidak jatuh ke sungai," kata Kepala Desa Keutapang Aree Jawahir saat dimintai konfirmasi, Minggu (15/9/2019).

Jawahir menjelaskan, siswa dan warga masih menggunakan jembatan tersebut ketika beraktivitas sehari-hari. Mereka melewati jembatan untuk menuju jalan raya agar dapat menggunakan kendaraan umum.

Beberapa waktu lalu, jembatan sempat ditutup karena khawatir memakan korban. Namun, karena jembatan lain berjarak sekitar 1 kilometer dari desa, warga akhirnya kembali menggunakan jembatan lapuk tersebut.

"Warga menggunakan jembatan ini karena lebih strategis. Di seberang sungai itu, ada jalan yang dilalui labi-labi (angkutan umum di Aceh). Siswa sekolah lebih gampang melewati jembatan itu karena dekat untuk naik labi-labi," jelasnya.

Saat ini, sepeda motor sudah tidak dapat melewati jembatan tersebut. Menurut Jawahir, kondisi jembatan memprihatinkan sejak 2015 akibat diterjang banjir.

Warga pernah memperbaikinya secara swadaya, namun tidak bertahan lama. Dia berharap pemerintah segera memperbaiki kerusakan jembatan sehingga aktivitas siswa dan warga tidak terganggu.

"Selama ini tidak ada yang peduli. Kami berharap pemerintah segera memperbaiki jembatan di desa kami," harapnya. [Detik]

AMNews - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan Papua merupakan bagian dari Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat. Keputusan tersebut disampaikan Duta Besar/Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Jenewa, Hasan Kleib.

Keputusan tersebut dihasilkan saat gelaran debat publik negara calon anggota Dewan HAM di Jenewa belum lama ini. Dalam gelaran tersebut, Indonesia mendapat sejumlah pertanyaan terkait referendum Papua dari berbagai pihak.

Berikut Hasil Pertemuan Wakil Tetap RI di PBB dengan Sekjen PBB yang diterima Okezone.

1. Pada 10 September 2019, di New York, Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Dian Triansyah Djani bertemu dengan Sekjen PBB, António Guterres untuk membahas perkembangan situasi terakhir di Papua, dan status kedaulatan Papua dari sudut pandang PBB.

2. Hasil pertemuan, sebagai berikut:

a. PBB mendukung Kedaulatan dan Integritas wilayah Indonesia dan Isu Kedaulatan bukan suatu pertanyaan bagi PBB.

Status Final Papua di dalam Indonesia berdasarkan uti possideti iuris, NY Agreement 1962, Act of Free Choice 1969, dan resolusi GA PBB 2504 (XXIV) 1969.

b. PBB melihat outcome dari pembangunan Pemerintah pada era Presiden Jokowi di wilayah Papua dan Papua Barat. Namun, perlu diperkuat dengan hal-hal simbolis.

c. PBB memahami adanya kelompok separatis yang terus-menerus membuat berita hoax dan demo anarkis dan tindak kekerasan. Pihaknya mengingatkan agar aparat kepolisian tetap menahan diri agar tidak menimbulkan dampak yang buruk dan menyulitkan pemerintah.

d. Terkait Vanuatu pihaknya menyadari bahwa sering mengangkat isu Papua dalam beberapa agenda internasional.

3. Melihat kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa PBB tetap mendukung Kedaulatan Indonesia atas Papua sehingga menutup peluang referendum bagi para tokoh dan simpatisan KSP.

Namun, statemen isu kedaulatan bukan suatu pertanyaan juga menegaskan bahwa PBB akan tetap memperhatikan Papua dalam permasalahan lainnya seperti kesejahteraan, kemiskinan, HAM, kesehatan, pendidikan, dsb.[Okezone]

Tokoh separatis Papua, Benny Wenda. (Dok. The Office of Benny Wenda)
AMNews - Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda, menuding balik Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto yang berupaya memicu konflik horizontal dengan warga Papua.

Hal itu diutarakan Benny merespons tuduhan Wiranto yang menyebutnya sebagai dalang di balik kerusuhan di Papua.

"Wiranto gunakan saya. Wiranto adalah penjahat perang yang dicari oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena kejahatan perang. Adalah Wiranto yang membentuk 'Pasukan Penjaga Merah & Putih' dan mencoba memicu konflik horizontal antara warga Papua dan warga Indonesia," kata Benny melalui surat elektronik kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (3/9).

Benny menuturkan warga Papua tidak pernah memiliki masalah dengan "penduduk Indonesia."

"Kami hidup damai berdampingan. Tapi orang seperti Wiranto berusaha menggerakkan kekerasan demi kepentingan mereka sendiri," kata Benny.

Benny menuturkan demonstrasi yang terjadi di Papua selama beberapa pekan terakhir ini terjadi secara spontan akibat ketidakadilan yang dirasakan warga di sana selama ini.

"Pemerintah Indonesia hanya berupaya mengalihkan perhatian dari kenyataan dengan menyalahkan saya," tuturnya.

Benny sebelumnya juga telah menegaskan masyarakat Papua tidak pernah menganggap orang Indonesia sebagai musuh.

Menurut dia, misi yang diperjuangkan selama ini adalah menghadapi sistem penjajahan (kolonialisme) yang dia anggap terjadi selama ini, terhadap warga di wilayah paling timur Indonesia itu.

Benny, yang kini tinggal di Inggris menegaskan bahwa rakyat Papua tidak akan terpancing dengan provokasi yang dibuat pemerintah Indonesia.

Demonstrasi yang berlangsung rusuh masih terjadi di sejumlah tempat di Papua. Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kantor Majelis Rakyat Papua di Jayapura dilaporkan dibakar massa pedemo pada pekan lalu.

Kerusuhan juga sempat terjadi di depan kantor Bupati Deiyai hingga menewaskan sejumlah warga sipil.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menuding Benny Wenda sebagai dalang kerusuhan di Papua, termasuk melakukan mobilisasi diplomatik ke sejumlah negara.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menyebut kerusuhan Papua tak lepas dari aksi provokasi yang dilakukan Benny Wenda.

Wiranto menuturkan Benny aktif menyebarkan hoaks alias informasi palsu soal Papua ke luar negeri.

Menurut pemerintah, Benny adalah tokoh separatis dan pendukung penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan politiknya untuk memisahkan Papua Barat dari Indonesia.

Benny ditangkap dan ditahan di Jayapura pada 6 Juni 2002 atas tuduhan mengajak massa menyerang sebuah kantor polisi dan membakar dua toko di Abepura pada 7 Desember 2000. Benny dihadapkan ke pengadilan pada 24 September 2002. Tak lama kemudian ia kabur dari penjara dan melarikan diri ke Inggris.

Benny mendapatkan suaka dari pemerintah Inggris pada 2002. Sejak itu dia terus berkampanye untuk memisahkan Papua Barat dari kantornya di Oxford.[CNN]

PADA 26 Maret 1873, kapal komando Citadel van Antwerpen melego jangkar di perairan Aceh. F.N. Neuwenhujzen, perwakilan Dewan Hindia Belanda memaklumatkan perang karena Kesultanan Aceh menolak tunduk pada kuasa kolonial. Berkobarlah Perang Aceh (1873-1914).

Johannes Benedictus van Heutsz (1851-1924) hadir ketika pemerintah kolonial nyaris kehilangan akal sambil menghitung kerugian sumberdaya manusia dan ekonomi akibat Perang Aceh. Di awal perang Van Heutsz hanya seorang letnan dua, pangkatnya melesat menjadi gubernur militer di Aceh pada 1898.

“Sukses Jenderal van Heutsz di Aceh membuatnya menjadi pahlawan ekspansionis yang populer, dan pendukungnya berhasil membungkam keraguan dan suara kritis (dari pendukung antiimperialisme) di media dan parlemen Belanda,” tulis sejarawan Adrian Vickers dalam A History of Modern Indonesia.

Untuk menaklukan Aceh, Van Heutsz tukar pikiran dengan Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936), penasihat kolonial bidang bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam. Hasilnya, dia melakukan manuver mematikan mulai dari mengadu domba garda depan perlawanan gerilya rakyat Aceh, kaum ulama dan uleebalang (bangsawan); merestrukturisasi pasukan, dan strategi bumi hangus, sampai pembantaian. Berkat aksinya di Aceh, pamor Van Heutsz kian naik sampai puncak menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda (1904-1909).

Meski namanya kontroversial sebagai figur kolonialis dan imperialis Belanda, Van Heutsz tetap meninggalkan warisan ketokohan besar yang membuat namanya tetap dikenang dalam memori kolektif masyarakat Belanda. Namanya diabadikan mulai dari nama kapal sampai lagu mars.

Kapal

Kapal Van Heutsz diluncurkan pada Maret 1926. Kapal penumpang ini melayari rute Hindia Belanda ke Singapura dan Cina dalam naungan Perusahaan Pelayaran Kerajaan Belanda (KPM). Selama Perang Dunia II, Van Heutsz disewakan kepada Kementrian Transportasi Perang Inggris terhitung sejak 25 Juni 1942, sebelum akhirnya berhenti beroperasi pada 1957. Dua tahun kemudian jadi besi tua.

Monumen

Pada 1932, monumen Van Heutsz didirikan di Aceh dan Batavia (sekarang Jakarta). Monumen di Batavia terletak di Menteng, begitu megah dengan relief orang Aceh, Jawa dan Papua yang melambangkan tuntasnya pasifikasi Belanda pada masa pemerintahan Van Heutsz. Sejak zaman pendudukan Jepang, monumen ini jadi sasaran perusakan karena melambangkan sentimen kolonial. Monumen ini dihancurkan pada 1953 dan di lahannya didirikan Masjid Cut Meutia.

Pada 15 Juni 1935, Ratu Belanda Wilhelmina meresmikan monumen Van Heutsz di Amsterdam di tengah kritik keras dari kaum komunis dan sosialis. Monumen itu tingginya 18,7 meter, dengan patung perempuan memegang lembaran hukum, dan relief-relief lainnya. Pada 1943, anak Van Heutsz, seorang perwira SS Nazi, Johaan Bastiaan Heutsz, menulis surat kepada walikota Amsterdam meminta monumen itu dipugar.

Setelah menjadi target vandalisme berulang kali, bahkan empat kali percobaan peledakan dengan dinamit, monumen ini akhirnya dipugar pada 2004 dan namanya diganti menjadi Monumen Belanda-Indonesia untuk mengenang hubungan historis kedua negara.

“Semenjak awal, Monumen Van Heutsz menjadi fokus protes menentang pemerintahan kolonial, penindasan, dan bahkan dugaan kejahatan perang oleh pasukan Belanda,” tulis Willeke Wendrich, “Visualizing the Dynamics of Monumentality,” termuat dalam Approaching Monumentality in Archaeology suntingan James F. Osborne.

“Namun tetap saja, ingatan kultural akan monumen yang ‘lama’ tetap terpatri, dan pada tahun 2011 sekali lagi monumen ini mengalami aksi perusakan,” tambahnya.

Jalan

Tak jauh dari Monumen Van Heutsz di Menteng, terdapat jalan Van Heutsz Boulevaard. Jalan raya lebar ini dibangun untuk memfasilitasi kawasan elite Menteng yang penuh dengan bangunan-bangunan mewah. Ketika Indonesia merdeka, Van Heutsz Boulevaard berganti nama menjadi Jalan Teuku Umar, pahlawan perang Aceh.

Resimen

Citra militeristik Van Heutsz hidup kembali dalam nama resimen infantri tentara Kerajaan Belanda, Regiment van Heutsz, yang dibentuk pada 1 Juli 1950. Resimen yang berperan dalam aksi pertahanan udara ini dibentuk sebagai “pembawa tradisi KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda)” dan dipersiapkan sebagai partisipasi Belanda dalam Perang Korea (1950-1953).

“Pasukan yang personelnya terdiri dari beragam latar belakang itu dibentuk, termasuk dari mantan anggota resistansi (perlawanan), pasukan pembebas Belanda, bahkan mantan tentara Nazi. Mereka ditempatkan di Korea sampai 1954. Total 158 perwira dan 3.192 personel lainnya bertempur di Korea,” tulis Paul M. Edwards dalam United Nations Participants in the Korean War: The Contributions of 45 Member Countries.

Resimen Van Heutz terlibat dalam tiga pertempuran kunci antara 1951-1953. Resimen ini mendapat medali penghargaan dari pemerintah Amerika Serikat dan Belanda. Resimen ini masih aktif sampai sekarang dan tugas terakhirnya pada 2010 sebagai pasukan multinasional di Afghanistan.

Mars

Nama Van Heutsz turut diabadikan dalam sebuah mars militer, seperti tercantum dalam sebuah situs tentang Van Heutsz (vanheutsz.nl). Mars tersebut, yang dinamakan Mars Van Heutsz, diciptakan oleh A. Van Veluwen dan dipentaskan untuk kali pertama pada 1954. Mars ini menjadi mars milik Resimen Van Heutsz. Komposisi mars ini kemudian menginspirasi lagu yang populer di kalangan komunitas Indo-Belanda, berjudul “Ajoen."[Historia]

Snouck Hurgronje dan J.B. van Heutz. (gahetna.nl dan europeana.eu).
PELURU meriam dari kapal Citadel van Antwerpen menghantam benteng di tepi pantai Aceh. Tembakan itu berbalas. Saling balas tembakan meriam pada pagi 27 Maret 1873 itu menandai mula Perang Aceh.

Setelah lebih dari sepekan, ribuan tentara pemerintah Hindia Belanda akhirnya mendarat dan merangsek ke pedalaman. Tapi, di depan Masjid Raya, pertempuran kembali terjadi. Bahkan pemimpin pasukan, Jenderal Kohler, tewas. Van Daalen, wakil Kohler, lekas menarik mundur pasukan.  

Para pembesar militer berupaya menyusun ulang strategi penyerangan. Berkali-kali mereka menyerang Aceh, berkali-kali pula mereka gagal menaklukan Aceh.

Snouck Hurgronje berada di Mekkah ketika dia memperoleh kabar rentetan kegagalan pemerintah Hindia Belanda di Aceh pada 1889. Sumbernya suratkabar dan mulut para haji asal Hindia Belanda, termasuk dari Aceh.

Snouck bahkan mengetahui ada pengiriman senjata secara rahasia dari Kesultanan Utsmani di Istanbul, Turki, ke orang-orang Aceh yang menyamar jadi haji.

“Para pemberontak yang melarikan diri dan dicari oleh para pembesar Belanda, diketahui berada di Tanah Suci Islam,” tulis P. SJ. van Koningsveld dalam Snouck Hurgronje dan Islam.  

Menguliti Aceh

Perang Aceh sudah berjalan hampir 16 tahun. Tapi pemerintah Hindia Belanda belum mampu menaklukan Aceh. Snouck tertarik dengan kenyataan itu. Snouck mengajukan permohonan pergi ke Aceh. Permohonannya dikabulkan pembesar Belanda di Den Haag dan Batavia.

Snouck tiba di Aceh pada 16 Juli 1891 dan mengemban perintah khusus dari van Teijn, gubernur Aceh, untuk mengupas kedudukan para ulama. Tapi dia menghadapi kesulitan.

“Di Aceh dengan segera saya mengetahui bahwa data-data yang tersedia mengenai bahasa, negeri, dan rakyatnya masih belum memenuhi sama sekali apa yang diperlukan, oleh karena itu, saya memperluas penelaahan saya melampaui batas-batas tugas yang diberikan kepada saya,” tulis Snouck dalam Aceh di Mata Kolonialis, jilid 1.

Snouck mencari data tambahan dengan berkunjung ke seorang penyair Aceh bernama Dokarim. Dari Dokarim, dia mempelajari syair Aceh yang digunakan sebagai penguat iman orang Aceh untuk berperang melawan Belanda. Syair Dokarim berjudul Hikajat Prang Kompeuni.

Snouck juga tak segan masuk ke lingkungan pergaulan orang-orang Aceh terkemuka, ulama, dan uleebalang (bangsawan). Pengetahuannya tentang Islam dan bahasa Aceh membuat Snouck mudah diterima di kalangan orang Aceh. Jalan untuk menguak relung terdalam orang Aceh pun kian terbuka.

Snouck memperoleh banyak bahan hingga Februari 1892. Dia kemudian mengolah bahan-bahan itu di Batavia dan menghasilkan laporan empat jilid tebal tentang situasi politik, agama, dan kebudayaan orang Aceh untuk keperluan pemerintah Hindia Belanda.

Dua jilid laporan tebal itu terbit sebagai buku De Atjehers pada 1893 dan 1894. Dua jilid lainnya tidak diterbitkan pemerintah Hindia Belanda.

Dua jilid terakhir itu memuat dua bahasan. Pertama, kejadian-kejadian penting dalam Perang Aceh yang berhubungan dengan watak orang Aceh. Kedua, kesimpulan akhir dari penyelidikan Snouck terhadap orang Aceh dan rekomendasinya untuk pemerintah Hindia Belanda.

Rekomendasi-rekomendasi Snouck antara lain berupa strategi militer, pemilihan kawan sekutu yang tepat, dan pemahaman yang mumpuni tentang Islam.

Terkait strategi militer, Snouck mengatakan, “pemerintah Hindia Belanda harus mengubah strategi: dari lini bertahan yang kuat menjadi lebih aktif dan agresif melalui perang gerilya,” tulis Christina Carvalho dalam Christiaan Snouck Hurgronje: Biography and Perception, tesis pada Universiteit van Amsterdam.

Snouck menyarankan pemerintah bersekutu dengan kaum uleebalang. Alasannya, kaum uleebalang memiliki kesetiaan pada pemerintah Hindia Belanda.

Snouck melarang keras hubungan dengan kaum ulama dan anggota Kesultanan Aceh. Menurut Snouck, kaum ulama tak pernah menginginkan perdamaian, sedangkan Kesultanan Aceh tidak mempunyai pengaruh besar dalam perang. 

Snouck mengkritik keras segala pandangan yang salah mengenai Islam dan orang Aceh. Sebagian besar pandangan tersebut berasal dari penasihat perang sebelumnya.

Snouck bilang bahwa para penasehat sebelumnya luput melihat Islam sebagai sesuatu yang tertanam kuat dalam pikiran dan jiwa orang Aceh. Dan terhadap orang Aceh, mereka begitu membenci dan menyebut orang Aceh sebagai orang-orang bejat sehingga menutupi kenyataan sesungguhnya.

Rekomendasi Snouck tak lantas diterapkan pemerintah Hindia Belanda. Deijkerhoff, gubernur Aceh pengganti van Teijn, dan sejumlah pejabat militer bahkan terang-terangan menyerang Snouck. Mereka menganggap Snouck sok tahu, hanya melampiaskan hobinya terhadap Islam, dan membesarkan-besarkan posisi ulama.

Pergantian pejabat daerah dan pemimpin militer di Aceh melapangkan jalan bagi penerapan rekomendasi Snouck.

J.B. van Heutz, pemimpin tentara Hindia Belanda di Aceh, menjalankan rekomendasi Snouck dan memperoleh hasil gemilang. Kemenangan demi kemenangan diraih. Sejengkal demi sejengkal wilayah Aceh takluk. Van Heutz pun naik pangkat jadi gubernur jenderal Hindia Belanda pada 1904.

Ketika pemerintah Hindia Belanda mulai mengendalikan Aceh, Snouck mengeluarkan rekomendasi baru berupa asosiasi budaya pada 1906. Konsep ini meletakkan posisi peradaban Barat-Kristen lebih tinggi ketimbang Islam. Tapi posisi ini bisa sejajar jika penganut Islam bersedia menerima cara pandang, nilai, dan gagasan peradaban Barat. Demikian menurut Snouck dalam Nederland en de Islam (Belanda dan Islam).

Pemerintah Hindia Belanda berupaya menerapkan rekomendasi ini dengan pembangunan sekolah dan merombak hubungan antara uleebalang, ulama, dan rakyat jelata. Tapi mereka gagal mencabut akar Islam. Rakyat Aceh tetap lebih dekat kepada ulama ketimbang uleebalang. Pandangan mereka tentang dunia masih dipengaruhi para ulama. Dan para ulama mendasari pandangan dunianya dari Islam.

Amirul Hadi dalam Aceh: Sejarah, Budaya, dan Tradisi menyebut rekomendasi Snouck dan penerapannya justru berbuntut petaka pada 1945. Kaum uleebalang menjadi sasaran kebencian orang Aceh. Revolusi sosial berdarah meletus di Aceh, menyingkirkan kaum uleebalang dan rekomendasi Snouck.[Historia]
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget