AMNews - Terpidana kasus penganiayaan Habib Bahar bin Smith dikabarkan menolak dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Cibinong (Pondok Rajeg) Kabupaten Bogor.
Habib Bahar bin Smith termasuk dalam pidana umum yang mana bisa bebas atas program asimilasi yang keluarkan Kementrian Hukum dan HAM demi mencegah penularan Virus Corona (Covid-19) di dalam lapas.
"Iya betul," kata Kuasa Hukum Habib Bahar bin Smith, Ichwan Tuankota membenarkan kabar tersebut saat dikonfirmasi TribunnewsBogor.com, Rabu (8/4/2020).
Habib Bahar menolak tawaran bebas asimilasi dan tetap memilih mendekam di dalam lapas.
Meskipun ratusan napi lainnya sudah dinyatakan bebas dan keluar dari lapas atas program asimilasi atau dirumahkan demi cegah Corona ini.
Ichwan menjelaskan bahwa terkait alasan Habib Bahar bin Smith menolak untuk bebas karena lebih memilih mengajar murid-muridnya di dalam lapas sampai pembebasan nanti.
"Alasannya, Habib Bahar bin Smith pilih tetap di dalam penjara mengajar murid-muridnya sampai waktu pembebasan bersyaratnya berlaku sesuai Undang Undang," kata Ichwan Tuankotta.
Diberitakan sebelumnya, Bahar bin Smith, pria yang dipanggil dengan julukan habib oleh pengikutnya, divonis hukuman penjara tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan, karena terbukti bersalah melakukan penganiayaan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung membacakan putusannya dalam sidang yang dijaga ketat aparat keamanan dan dihadiri ratusan orang pendukungnya, Selasa (08/07/19).
Tuntutan ini lebih rendah dari tuntutan enam tahun pidana penjara yang diajukan oleh tim jaksa.
Usai majelis hakim membacakan vonisnya, Bahar mengangkat kedua tangannya sambil mengucap syukur.
Penceramah berambut gondrong pirang itu juga sempat melakukan aksi cium bendera merah putih yang dipasang di sebelah meja hakim, seperti dilaporkan wartawan di Bandung Julia Alazka untuk BBC News Indonesia.
Kegembiraan diperlihatkan pula oleh belasan penasehat hukumnya yang langsung mengucapkan "Alhamdulillah."
Sikap serupa ditunjukkan massa pendukungnya yang sejak pagi melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bandung, Jalan Seram, yang dijadikan lokasi sidang, Selasa (9/07).
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor menuntut terdakwa kasus dugaan penganiayaan, Bahar bin Smith, dengan enam tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam amar tuntutannya, Ketua JPU, Purwanto Joko Irianto, menuduh Bahar bin Smith "melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan luka berat dan melakukan kekerasan pada anak yang mengakibatkan luka berat."
Namun, majelis hakim, dalam amar putusannya, memiliki pertimbangan sendiri, meski perbuatan Bahar Smith dinyatakan telah memenuhi semua unsur pidana dalam dakwaan kesatu primer Pasal 333 ayat (2) KUH Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana, dakwaan kedua primair Pasal 170 ayat (2) ke- 2 KUHPidana, dan dakwaan ketiga Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hakim menyatakan, dalam menjatuhkan vonis, telah mempertimbangkan pembelaan yang disampaikan terdakwa.
Salah satunya, dalil yang dipakai Bahar Smith sebagai alasan perbuatannya.
Dalam pembelaannya yang dibacakan Bahar Smith dua minggu lalu, ia sempat mengutip ayat Alquran tentang menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
"Jika melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangan, mulut, nasihat dan doa, pukullah dan viralkan, namun tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum nasional yang berlaku di Indonesia," kata majelis hakim, mengutip pembelaan Bahar.
Dalam amarnya, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Memberatkan, terdakwa pernah dihukum, perbuatan terdakwa mengakibatkan dua orang menjadi korban yaitu Muhammad Khoerul Umam Al Mudzaqi dan Cahya Abdul Jabar, perbuatan terdakwa sangat merugikan nama baik para ulama dan para santri di lingkungan pesantren.
Sedangkan yang meringankan, Bahar Smith dinilai sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya, kata majelis hakim.
Ia juga berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta telah melakukan upaya perdamaian dengan salah satu korban, Cahya Abdul Jabar.
Selain dijatuhi hukuman penjara tiga tahun yang dipotong masa penangkapan dan penahanan, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Hakim memerintahkan terdakwa untuk tetap ditahan agar tidak melarikan diri.[tribunnewsbogor.com]
Habib Bahar bin Smith termasuk dalam pidana umum yang mana bisa bebas atas program asimilasi yang keluarkan Kementrian Hukum dan HAM demi mencegah penularan Virus Corona (Covid-19) di dalam lapas.
"Iya betul," kata Kuasa Hukum Habib Bahar bin Smith, Ichwan Tuankota membenarkan kabar tersebut saat dikonfirmasi TribunnewsBogor.com, Rabu (8/4/2020).
Habib Bahar menolak tawaran bebas asimilasi dan tetap memilih mendekam di dalam lapas.
Meskipun ratusan napi lainnya sudah dinyatakan bebas dan keluar dari lapas atas program asimilasi atau dirumahkan demi cegah Corona ini.
Ichwan menjelaskan bahwa terkait alasan Habib Bahar bin Smith menolak untuk bebas karena lebih memilih mengajar murid-muridnya di dalam lapas sampai pembebasan nanti.
"Alasannya, Habib Bahar bin Smith pilih tetap di dalam penjara mengajar murid-muridnya sampai waktu pembebasan bersyaratnya berlaku sesuai Undang Undang," kata Ichwan Tuankotta.
Diberitakan sebelumnya, Bahar bin Smith, pria yang dipanggil dengan julukan habib oleh pengikutnya, divonis hukuman penjara tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan, karena terbukti bersalah melakukan penganiayaan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung membacakan putusannya dalam sidang yang dijaga ketat aparat keamanan dan dihadiri ratusan orang pendukungnya, Selasa (08/07/19).
Tuntutan ini lebih rendah dari tuntutan enam tahun pidana penjara yang diajukan oleh tim jaksa.
Usai majelis hakim membacakan vonisnya, Bahar mengangkat kedua tangannya sambil mengucap syukur.
Penceramah berambut gondrong pirang itu juga sempat melakukan aksi cium bendera merah putih yang dipasang di sebelah meja hakim, seperti dilaporkan wartawan di Bandung Julia Alazka untuk BBC News Indonesia.
Kegembiraan diperlihatkan pula oleh belasan penasehat hukumnya yang langsung mengucapkan "Alhamdulillah."
Sikap serupa ditunjukkan massa pendukungnya yang sejak pagi melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Bandung, Jalan Seram, yang dijadikan lokasi sidang, Selasa (9/07).
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor menuntut terdakwa kasus dugaan penganiayaan, Bahar bin Smith, dengan enam tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam amar tuntutannya, Ketua JPU, Purwanto Joko Irianto, menuduh Bahar bin Smith "melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan luka berat dan melakukan kekerasan pada anak yang mengakibatkan luka berat."
Namun, majelis hakim, dalam amar putusannya, memiliki pertimbangan sendiri, meski perbuatan Bahar Smith dinyatakan telah memenuhi semua unsur pidana dalam dakwaan kesatu primer Pasal 333 ayat (2) KUH Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUH Pidana, dakwaan kedua primair Pasal 170 ayat (2) ke- 2 KUHPidana, dan dakwaan ketiga Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hakim menyatakan, dalam menjatuhkan vonis, telah mempertimbangkan pembelaan yang disampaikan terdakwa.
Salah satunya, dalil yang dipakai Bahar Smith sebagai alasan perbuatannya.
Dalam pembelaannya yang dibacakan Bahar Smith dua minggu lalu, ia sempat mengutip ayat Alquran tentang menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
"Jika melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangan, mulut, nasihat dan doa, pukullah dan viralkan, namun tentunya tidak boleh bertentangan dengan hukum nasional yang berlaku di Indonesia," kata majelis hakim, mengutip pembelaan Bahar.
Dalam amarnya, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Memberatkan, terdakwa pernah dihukum, perbuatan terdakwa mengakibatkan dua orang menjadi korban yaitu Muhammad Khoerul Umam Al Mudzaqi dan Cahya Abdul Jabar, perbuatan terdakwa sangat merugikan nama baik para ulama dan para santri di lingkungan pesantren.
Sedangkan yang meringankan, Bahar Smith dinilai sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya, kata majelis hakim.
Ia juga berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta telah melakukan upaya perdamaian dengan salah satu korban, Cahya Abdul Jabar.
Selain dijatuhi hukuman penjara tiga tahun yang dipotong masa penangkapan dan penahanan, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Hakim memerintahkan terdakwa untuk tetap ditahan agar tidak melarikan diri.[tribunnewsbogor.com]
loading...
Post a Comment