Halloween Costume ideas 2015
December 2017

AMP - Buku IPS karangan Sutoyo, Leo Agung terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan halaman 76 tercetak nama negara Israel dengan ibu kota Yerusalem.

Hal itu merupakan sebuah kesalahan fatal, kata Ketua Komite Sekolah Indonesia Kuala Lumpur Hardjito Warno.

“Kesalahan fatal pencantuman nama negara penjajah Palestina itu bertolak belakang dengan Konstitusi pembukaan UUD 45 ‘bahwa Penjajahan diatas muka bumi harus dihapuskan’,” ujar Hardjito dalam pernyataannya di Kuala Lumpur diterima redaksi, Selasa (12/12/2017).

Selain itu, lanjutnya, pencantuman tersebut mencederai upaya yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia dalam memperjuangkan Baitul Maqdis (Yerusalem) adalah ibu kota Palestina juga mendorong perjuangan kemerdekaan negara itu.Buka Link Bukunya

Komite Sekolah Indonesia Kuala Lumpur meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera menarik dan merevisi buku itu.

“Ini penting agar tidak ada kerancuan berpikir oleh pelajar sekolah dasar dalam menyikapi siapa sebenarnya yang menjajah Palestina,” ujarnya.

“Buku IPS kelas 6 itu bisa download gratis di Google Play Store,” tambahnya.[hidayatullah.com]

Ilustrasi: Dengan pengalaman dan kapasitas sumber daya yang minim, desa seperti berjalan meraba-raba dalam mengelola keuangan dan proyek yang besarnya.
AMP - Dari tahun ke tahun jumlah Dana Desa terus meningkat. Pada 2015 total Dana Desa berjumlah Rp20,77 triliun. Tahun 2016 naik menjadi Rp46,98 triliun. Pada 2017 naik lagi menjadi Rp60 triliun.

Jika penyalurannya lancar dan dipergunakan secara tepat guna, seharusnya Dana Desa itu bisa memberikan manfaat besar kepada masyarakat desa. Jika dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur, secara teoritis, dana desa seharusnya bisa meningkatkan daya beli masyarakat yang dilibatkan dalam proyek-proyek infrastruktur itu,

Praktiknya tidak sesederhana itu. Kita masih sering mendengar kabar pengaduan tentang korupsi Dana Desa. Tidak semua desa mampu memanfaatkan dana itu secara tepat guna. Dan, Dana Desa pun tidak lancar tersalurkan.

Tanpa menganggap remeh persoalan lainnya, ketidaklancaran penyaluran Dana Desa patut mendapat perhatian. Dana Desa yang mengendap, akibat ketidaklancaran tersebut, tentu akan membuat desa tak bisa menyerap dana yang telah dialokasikan. Itu berarti manfaat yang Dana Desa, yang dituju, tak tercapai.

Isu Dana Desa yang mengendap itu sudah terlihat sejak awal. Sampai Oktober 2015 baru sekitar sepertiga Dana Desa yang diserap dari total yang dianggarkan pemerintah pada tahun itu. Karena saat itu adalah tahun pertama, rendahnya penyerapan Dana Desa pada saat itu masih dimaklumi. Belakangan serapan Dana Desa tahun 2015 disebut mencapai 82%.

Bagaimana dengan tahun ini? Pada akhir November lalu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengklaim bahwa Dana Desa tahun ini telah terserap 98 persen dari total Rp60 triliun.

Barangkali yang diklaim oleh Menteri Desa adalah jumlah Dana Desa yang telah disalurkan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah; bukan Dana Desa yang telah diserap oleh masyarakat desa. Sebab sejumlah daerah mengakui masih banyak desa yang belum mencairkan Dana Desa.

Aceh, misal. Pada minggu ketiga November lalu Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (PMG) Aceh, Prof Dr Amhar Abubakar menyatakan, dari total Rp1,957 triliun, Dana Desa tahap II Aceh baru ditarik Rp188,916 miliar. Sisanya masih berada di rekening kas umum negara.

Di Sumatera Barat, dari total 885 nagari/desa, masih ada 293 nagari/desa sampai minggu ketiga November belum mencairkan dana desa tahap II. Dana desa sebesar Rp101 miliar, seperti dikatakan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sumatera Barat Syafrizal, masih mengendap di kas daerah.

Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan, sampai akhir November lalu masih ada Dana Desa tahap II sebesar Rp1,2 miliar yang belum dicairkan oleh empat desa. Dana itu sekarang mengendap.

Direktur Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo menyatakan, Kementerian Keuangan telah menyalurkan hampir seluruh Dana Desa yang telah dianggarkan. Dengan pagu Rp36 triliun, sejak April sampai akhir November lalu Dana Desa Tahap I telah ke pemerintah daerah mencapai 99,4 persen.

Sedangkan Dana Desa Tahap II, dengan pagu Rp24 triliun, sejak Agustus sampai akhir November lalu telah disalurkan ke pemerintah daerah sebanyak 77,8 persen.

Namun belum semua Dana Desa yang sudah ditransfer ke pemerintah daerah itu diteruskan ke desa-desa. Di beberapa daerah, seperti dikatakan Boediarso Teguh Widodo, Dana desa yang masih mengendap di rekening kas umum daerah mencapai Rp12,88 triliun untuk 22.884 desa.

Dana Desa yang cukup besar itu belum bisa dicairkan karena persyaratan administrasi belum dipenuhi.

Jumlah besar Dana Desa yang mengendap di kas pemerintah daerah itu seharusnya menjadi sinyal bahwa perlu penanganan serius agar penyaluran dan pemanfaatan Dana Desa bisa lebih optimal. Persyaratan administrasi tetap haruslah ada sebagai bagian dari ketertiban, dan sebagai alat kontrol ketepatan penggunaan dan penghindaran penyelewengan dana,

Bagaimanapun desa belum pernah mengelola keuangan yang sangat besar sebelumnya. Dengan pengalaman dan kapasitas sumber daya yang minim, desa seperti berjalan meraba-raba dalam mengelola keuangan dan proyek yang besarnya.

Di satu sisi, desa mendapatkan kesempatan yang besar untuk mandiri. Pada saat yang sama, desa harus sangat teliti dan cermat agar tidak terperosok ke dalam tindakan korupsi.

Tanpa perlu melonggarkan pengawasannya, Presiden Joko Widodo pernah meminta agar sesegera mungkin dilakukan penyederhanaan sistem pelaporan dan pertanggungjawaban Dana Desa.

"Saya titip agar lebih optimal, warga desa jangan terlalu dibebankan dengan hal-hal yang bersifat administratif," kata Presiden.

Hal itu bisa menjadi salah satu jalan untuk mengatasi persoalan penyaluran Dana Desa. Namun, yang lebih penting adalah meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola dana yang mereka terima.

Peningkatan kapasitas itu jelas harus mencakup juga peningkatan kemampuan dalam menangani administrasi pengelolaan Dana desa. Namun hal itu tentu bukan satu-satunya yang terpenting.

Peningkatan kapasitas desa itu pertama-tama harus diarahkan agar desa bisa mandiri, seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Desa. Desa, misal, harus bisa merumuskan kebutuhan dan memutuskan cara memenuhinya dengan memanfaatkan Dana Desa yang mereka terima.

Arahan-arahan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah seharusnya dilakukan hanya dalam rangka memastikan cita-cita kemandirian itu dan untuk mensikronkannya dengan pembangunan nasional.

Dalam peningkatan kapasitas tersebut, peran pendamping desa sangatlah penting. Itu sebabnya semua pihak harus berani mengevaluasi para pendamping yang dianggap tidak mempunyai kompetensi dalam mewujudkan amanat Undang-undang Desa.

Terlebih, memasuki tahun politik, semua pihak harus menahan diri agar tidak mengotori geliat pembangunan desa itu dengan kepentingan elektoral.[beritagar.id]

AMP - Masjid Besar Bujang Salim indah dipandang luar dan dalam. Catnya tampak baru, ukiran kaligrafi di dinding bagian dalam sungguh menakjubkan. “Masjid ini dibangun sejak tahun 1923, saat itu luasnya 12 x 10 meter di atas tanah yang diwakafkan oleh Bujang Selamat,” kata Ketua Pengurus Harian Badan Kemakmuran Masjid Besar Bujang Salim, Tgk. Jalaluddin H. Ibrahim didampingi sekretarisnya, H.T. Syamsul Bardi H. Abbas, Selasa 23 April 2013.

Masjid tersebut kemudian diperluas menjadi 20 x 15 meter. Renovasi berikutnya menjadi 50 x 30 meter dengan menambah teras depan, samping kiri dan kanan. Terakhir diperlebar hingga luasnya mencapai 95 x 80 meter, hasilnya mampu menampung lebih 2.500 jamaah.

Kata Teungku Syamsul Bardi, konstruksi Masjid Bujang Salim diadopsi dari Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, sesuai keinginan masyarakat setempat. “Sebagian tukang (pekerja) bangunan masjid ini juga orang yang sama mengerjakan Masjid Raya Baiturrahman,” ujarnya.

Pembangunan masjid tersebut menghabiskan dana lebih Rp15 miliar. Selain sumbangan masyarakat, kata Syamsul Bardi, bantuan dari PT AAF, PT PIM, PT Arun, Pemda Aceh Utara, dan Pemerintah Aceh.

Tak hanya salat lima waktu dan salat Jumat, Masjid Bujang Besar Salim juga digunakan untuk pengajian rutin saban malam yang diasuh sejumlah ulama. Kecuali Senin malam dan Jumat malam, libur. “Senin malam pengurus masjid ikut pengajian di tempat Abu Paloh Gadeng (Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Utara, pimpinan dayah di Paloh Gadeng-red),” ujar Syamsul Bardi.

Di masjid ini, ada pula majelis taklim dari kelompok pemuda, pengajian kaum ibu, dan pengajian anak-anak.

Awal 2013, Masjid Besar Bujang Salim menerima bantuan generator set (genset) otomatis berukuran besar dari Wakil Gubernur Aceh Muzakkir Manaf atau Mualem. Mulanya, Mualem saat i’tikaf dalam masjid tersebut seusai Magrib, tiba-tiba listrik padam. “Sebulan kemudian Mualem menyumbangkan satu genset otomatis,” kata Syamsul Bardi.

***

Teuku Rhi Budjang Selamat atau Bujang Salim Bin Rhi Mahmud dikenal sebagai salah seorang perintis pergerakan kemerdekaan Indonesia dari Aceh. Putra Uleebalang ini lahir di Keude Amplah, Nisam, (dulu Nanggroe Nisam), Aceh Utara tahun 1891.

Berdasarkan arsip Masjid Besar Bujang Salim, pada 1912 Bujang Salim menyelesaikan pendidikan kelas lima pada Kweekschool dan Osvia (sekolah Belanda) di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Ia lalu dipanggil pulang ke Aceh, selama setahun tinggal di Kutaradja (Banda Aceh), mempelajari dan mempraktikkan Tata Kepamongprajaan.

Setahun kemudian, Bujang Salim ditunjuk menjabat Zelfbstuurdier Nanggroe Nisam sampai 1920. Selama menjabat, ia sering beraktivitas di bidang politik dan keagamaan. Itu sebabnya, Belanda kemudian memecat Bujang Salim dan diasingkan ke Meulaboh, 8 Februari 1921.

Pada 21 April 1922, ia dibuang ke Meurauke, Papua. Di sana, Bujang Salim juga berkutat dengan aktivitas pendidikan dan keagamaan, kegiatan yang  bertentangan dengan perpolitikan Belanda ketika itu. Akibatnya, ia dibuang ke daerah Tanah Merah, Digul, Papua, 5 April 1935.

Di masa serbuan Jepang, Bujang Salim diungsikan ke hutan Bijan, 11 Mei 1942, kemudian dikembalikan ke Meurauke. Pada 3 November 1942, ia  dibawa lagi ke Tanah Merah.

Pertengahan 1943, atas anjuran Van Der Plas, pemerintahan interniran Belanda mengangkut semua orang buangan untuk diungsikan ke Australia, termasuk Bujang Salim. Akhir 1945, pemerintah interniran Belanda memerdekakan orang-orang buangan tersebut dan dijanjikan akan dipulangkan ke tempat asal masing-masing. Pada 7 Oktober 1946, Bujang Salim dan rombongan eks-buangan diberangkatkan dengan kapal barang tentara sekutu, tiba di Jakarta, 14 Oktober 1946.

Bujang Salim dimasukkan ke kamp Chause Complex. Satu bulan kemudian, anggota rombongan lainnya diberangkatkan ke Cirebon dan diserahkan pada Pemerintah Indonesia. Bujang Salim, karena anaknya sakit keras, tidak  diberangkatkan sampai empat bulan lamanya.

Bujang Salim kemudian berhubungan sendiri dengan Pemerintah Indonesia di Pegangsaan Timur dan dibolehkan berangkat ke Purwokerto. Pada 15 Februari 1947 oleh Kementerian Dalam Negeri di Purwokerto, ia dipekerjakan sementara menunggu kapal yang berangkat dari Cilacap menuju Sumatera. Karena Agresi I Belanda, 31 Juli 1947, ia dan keluarga terpaksa mengungsi ke lereng-lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah, selama enam bulan.

Maret 1948, ia ditangkap oleh pasukan patroli Belanda dan ditahan untuk pemeriksaan. Dua hari setelah itu ia dilepas dengan dasar janji Belanda di Australia dulu, ia dibawa ke Medan, tiba pada 20 April 1948.

Pada Februari 1950 dengan bantuan Gubernur Aceh ketika itu, Bujang Salim diberangkatkan ke Kutaradja. Lalu, 31 Juli 1950 ia pulang ke Krueng Geukuh yang saat itu berada dalam Nanggroe Nisam. Bujang Salim akhirnya meninggal dunia, 14 Januari 1959. Ia dikebumikan di belakang Masjid Besar Bujang Salim.

Makam salah seorang pahlawan rakyat Aceh itu sering diziarahi berbagai kalangan dari sejumlah daerah. Gambar Bujang Salim kini dipajang di ruangan Imum Chik Masjid Bujang Salim. Di bagian depan gambar berbingkai itu tertulis, “Alm. Budjang Selamat (Teuku Rhi Budjang, Teuku Bujang). Lahir 1891, meninggal Rabu, 14 Januari 1959”.

Kata Imum Chik Masjid Bujang Salim, Teungku Zaunuddin Basyah, “Salim itu bahasa Arab, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, salim bermakna ‘selamat’. Makanya masjid ini diberi nama Masjid Bujang Salim, nama perintisnya”.[http://sumaterapost.com]

KEPERGIAN Syarifah (48), istri Bupati Pidie, Roni Ahmad atau Abusyik secara dadakan sangat mengejutkan keluarga dan masyarakat Aceh. First Lady Pidie itu pergi selamanya setelah mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan maut yang merenggut jiwanya di Km 130 Cipoko-Paliaman (Cipali), Indramayu, Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (8/12) sekitar pukul 15.30 WIB.

Insiden itu juga merenggut nyawa dua pendamping beliau dalam perjalanan menggunakan Toyota Kijang Innova. Yakni, Afdal Daud (30) selaku ajudan Bupati Pidie dan Cut Rita Zahara (27), Wakil Bendara Umum PB Kohati.

Saat dalam perjalanan menuju Solo melalui jalur darat, Syarifah sempat menghubungi ajudannya bernama Idariani atau sering disapa Nyak Ida (27). Wanita asal Yaman Barat, Kecamatan Mutiara, Pidie, itu merupakan orang kepercayaan Syarifah. Bahkan, Nyak Ida sudah dianggap bagian dari keluarga Abusyik.

Wanita berhidung mancung ini sangat dekat dengan lima anak Abusyik. Yaitu, Muhammad Riza (21), Zakia (20), Nanda Maghfirah (15), Khairunnisa (12), dan Nurul Akmalia (6). Malah anak yang paling bungsu, Nurul Akmalia, tak boleh lekang dari dekapan Nyak Ida. Dia bergabung dengan Abusyik saat Nyak Ida menjadi timses Abusyik yang maju dalam pilkada sebagai calon bupati Pidie.

Nyak Ida yang dijumpai Serambi di kediaman rumah Abusyik di Gampong Puuk Aree, Kecamatan Delima, Pidie, Sabtu (9/12) mengatakan bahwa istri Bupati Pidie itu, Syarifah setelah selesai shalat Jumat sempat menghubungi ajudannya untuk menanyakan kondisi anaknya, terutama si bungsu Nurul Akmalia atau Alia.

“Saat ibu telepon saya tidak angkat ponsel, karena saat itu saya sedang menidurkan Alia, anak bungsu Abusyik di pendopo,” sebutnya.

Setelah Alia terlelap, kata Nyak Ida, ia menelepon kembali istri bupati. Dalam percakapan melalui ponsel, Syarifah menanyakan jilbab warna pink dan orange apakah sudah dibeli Nyak Ida untuk Syarifah yang berniat akan menghadiri acara Hari Ibu. “Saya bilang jilbab warna orange sudah saya beli, tapi warna pink belum.”

Mendengar itu, Syarifah menukas, “Tolong dicari warna pink ya.”

“Ya, baik Bu, nanti saya beli di Beureunuen,” jawab Nyak Ida mengenang percakapan terakhirnya dengan Syarifah, sang First Lady Pidie.

Kemudian Syarifah menanyakan kondisi anak-anaknya yang sangat ia sayangi.Saat itu, hanya Alia yang bersama Nyak Ida, sedangkan empat anaknya yang lain berada di rumah di Gampong Puuk, Kecamatan Delima.

“Saat itu, ibu sempat meminta bicara dengan Alia, dengan menanyakan, ‘Nak, apa kamu ada pergi mengaji hari ini?’ Alia menjawab, ‘Tidak, Bu.’ Kalau kamu tidak mau pergi ngaji, maka mamak akan pergi, tidak pulang lagi. Mamak akan pergi ke Arab.”

Alia lalu menjawab, “Alia tidak mau ngomong lagi sama mamak karena mamak asyik pergi saja.”

Setelah itu, Bu Syarifah berkali-kali minta tolong kepada Alia agar anak-anaknya dijaga. “Juga si Nisa, bimbing dia ya?” ungkap Nyak Ida mengenang pembicaraan terakhirnya dengan Syarifah. Saat mengisahkan itu, omongannya terbata-bata sambil menggendong Alia duduk di kursi.

Dalam percakapan melalui ponsel, Nyak Ida juga meminta kepada Syarifah bahwa ibu tidak perlu pulang langsung ke Pidie saat pulang dari Jakarta. Sebab, ia akan mendampingi sang istri bupati itu menghadiri Rapat Kerja dan Pameran Kerajinan Dekranas di Banda Aceh.

“Saya akan menjemput Ibu di Bandara Sultan Iskandar Muda Blangbintang, Aceh Besar, pada Minggu (11/12). Jadi Ibu tidak perlu pulang ke Pidie,” kata Nyak Ida.

Lalu dijawab Syarifah, “Tolong Nyak bawa baju ibu yang motif pucok rubong, baju warna putih, dan pink. Pokoknya dibawa semuanya yang sama seperti kamu. Acaranya tiga hari, kita ikut dua hari saja. Saya bersama Dek Cut (Cut Rita Zahara -red). Nanti, Nyak telepon lagi ya, saya dalam perjalanan menuju Solo nih,” kata Nyak Ida mengutib jawaban almarhumah Syarifah.

Ditanya kenapa Nyak Ida tak ikut bersama Syarifah mendampingi istri Bupati Abusyik itu ke Jakarta. Kata Nyak Ida, karena ibu pergi sama Abusyik. Selain itu, saat sampai di Jakarta, Bu Syarifah akan didampingi Cut Rita Zahara. Soalnya, Cut Rita telah dihubungi Syarifah dan sudah janji akan datang ke hotel tempat penginapan Syarifah bersama rombongan.

Menurut Nyak Ida, selama ini istri Abusyik itu tidak mau ikut kegiatan jika tidak dia yang dampingi. Tapi kali ini lain, dia langsung setuju ketika Cut Rita Zahara bersedia menemani saat di Jakarta hingga ke Solo.

“Tapi, Allah berkehendak lain sehingga saya tidak ikut bersama rombongan. Sebab, saya harus menjaga si bungsu ini. Saya memang tidak punya firasat jika ibu akan pergi selama-lamanya. Karena saya sempat bercanda via ponsel sekitar pukul 14.00 WIB, sebelum ajal menjemputnya dalam musibah itu,” kata Nyak Ida yang terlihat sedih.

Secara terpisah, Muhammad Rizal atau Raju, anak sulung Abusyik-Syarifah, kepada Serambi, menyebutkan, ia terakhir kali berkomunikasi denga almarhumah ibunya, Sabtu (8/12) malam. Dalam percakapan dengan sang bunda, Muhammad Rizal minta dibelikan dompet. “Saya sangat teringat pada ibu saya, karena beliau sosok yang homoris,” kata Rizal yang kini tercatat sebagai mahasiswa Unigha Gle Gapui, Sigli.

Ditanya apakah ada firasat lain yang dirasakannya sebelum ibunda dipanggil Sang Khalik, “Tidak ada, saya sangat terkejut saat diberitahukan bahwa ibu saya meninggal dalam kecelakaan di Jawa Barat. Semoga Allah mengampuni kesalahan ibu saya.” Rizal bernada lirih dan mengusap air mata saat mengucapkan kalimat itu. (Serambinews)

AMP - Martunis alias Marten Lee, mualaf keturunan Tionghoa sempat koma dan kini dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh akibat kecelakaan.

"Menurut pihak Rumah Sakit Arun Lhokseumawe, Martunis harus dirujuk ke Banda Aceh karena harus dioperasi di bagian kepala akibat benturan saat kecelakaan," ujar Ketua Lembaga Peduli Dhuafa Aceh, Musfendi kepada AJNN, Senin (11/12).

Selama ini, Martunis hidup bersama orang tua angkatnya Tgk Abdul Muthaleb dan dijaga oleh Santri Dayah Abu Sanusi Ujong Pacu, Lhokseumawe.

"Dia (Martunis) tidak punya keluarga lagi setelah masuk Islam. Jadi selama ini tinggal bersama orang tua angkat dan diasuh bersama oleh santri Dayah Ujong Pacu," ungkapnya.

Karena beban yang cukup berat, Abdul Muthaleb tidak mampu membiayai pengobatan dan perawatan terhadap Martunis.

"Kami berharap ada dermawan yang mau membantu biaya pengobatan Martunis. Makanya kami coba mencari donatur untuk meringankan beban hidupnya," sebut Musfendi.

Bagi dermawan yang ingin mengunjungi atau ingin membantu Martunis, dapat mengirim langsung via rekening Bank BNI syariah 453315197 atau konfirmasi langsung ke 0853-7126-6650.

"Saat ini Martunis sudah ditangani dokter di RSUZA. Semoga saja ada dermawan yang mau menyisihkan rezekinya untuk membantu biaya operasi Martunis" tandasnya. [AJNN]

AMP - Indonesia mengecam keras keputusan pemerintah Amerika Serikat yang mengakui secara sepihak Jerusalem sebagai ibu kota negara Israel. Hal itu dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 7 Desember 2017.

"Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Amerika Serikat terhadap Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta Amerika Serikat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut," ujarnya.

Kepala Negara juga menyatakan, pengakuan sepihak tersebut telah melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Amerika Serikat sendiri diketahui merupakan anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB sekaligus anggota pendiri PBB.

"Ini bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia," ucap Presiden.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo sekali lagi menegaskan sikap yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia terkait Palestina. Indonesia akan terus mendukung perjuangan kemerdekaan yang dilakukan oleh rakyat Palestina.

"Saya dan rakyat Indonesia, kita semuanya, tetap konsisten untuk terus bersama dengan rakyat Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak-haknya sesuai dengan amanah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," tuturnya.

Pemerintah juga bergerak cepat untuk melakukan komunikasi dengan negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Indonesia bersama dengan negara-negara lainnya akan mengadakan sidang khusus untuk membicarakan masalah pengakuan sepihak Amerika Serikat itu.

"Pemerintah Indonesia telah berkomunikasi dengan negara-negara OKI agar OKI segera mengadakan sidang khusus tentang masalah pengakuan sepihak ini pada kesempatan pertama dan meminta PBB untuk segera bersidang serta menyikapi pengakuan sepihak Amerika Serikat," ujarnya.

Terkait dengan sidang tersebut, Kepala Negara juga langsung menyatakan kesiapannya untuk hadir. Rencananya, sidang OKI akan dilangsungkan sekira 13 Desember mendatang di Istanbul, Turki.

"Kalau OKI sudah memutuskan untuk segera bersidang, saya akan datang langsung di sidang OKI tersebut. Kurang lebih tanggal 13 Desember ini di Istanbul, Turki," ujarnya.

Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, serta Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dan Johan Budi.

AMP - Tempat tongkrongan wartawan Timika, tepatnya di depan Pos Lantas Polres Mimika porak-poranda. Kursi kayu yang biasa dipenuhi oleh sejumlah jurnalis di Kota Timika itu terbalik. Meja pun tak di tempat biasanya.

Aksi porak-poranda warung kopi yang biasa dijadikan markas jurnalis di Timika itu terjadi sekitar dini hari tadi. Pelakunya diduga adalah Brigadir Danil Sitawa, anggota Dalmas Polres Mimika.

Kronologi kejadian yang beredar di jurnalis Papua, Danil mengamuk di warung kopi itu dengan membawa senjata laras panjang dan mencari Saldi, jurnalis Okezone.com, setelah ditahannya tujuh anggota Dalmas Polres Mimika akibat menganiaya Saldi.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes AM Kamal, mengakui kejadian yang dilakukan oleh Danil. Saat ini, polisi masih mencari Danil dan minta pertanggungjawabannya.

"Danil akan dibawa ke Polda Papua dan akan diproses hukum," kata Kamal, Rabu (6/12/2017).

Informasi yang beredar di Timika menyebutkan, Danil mengamuk karena tujuh orang rekannya yang ditahan di Propam Polres Mimika dan diserahkan ke kejaksaan setempat.

Akibat kejadian itu, wartawan di Timika merasa terancam. Apalagi, Danil masih berkeliaran membawa laras panjang. "Jurnalis Mimika saat ini minta perlindungan ke Kodim, karena merasa terancam," kata Yohanis Nussy, salah satu Pimpinan Redaksi Papualinknews.com.

Sebelumnya, Saldi diduga dianiaya oleh tujuh orang anggota Dalmas Polres Mimika, karena status Facebook bernada makian kepada aparat keamanan di Pasar Malam Mimika yang dibuatnya. Sesudah kejadian itu, tujuh anggota Dalmas Mimika diproses hukum.| Liputan6

AMP - Sail Indonesia successfully held in Sabang City. The international maritime event was able to suck 20 thousand tourists in which 3 thousand of them are foreign journalists. Sabang Moment Sail is also not to be missed by the Aceh Provincial Government. The plan of a similar event will be held every year in the city of Sabang.

"We hope this event will continue even though its name is not Sail Sabang, its name is maritime tourism development," said Kadisbudpar Provincial Government of Aceh Reza Pahlevi to merdeka.com.

According to Reza, Tourism Minister Arief Yahya once launched the Golden Triangle Reggata which includes Sabang-Phuket and Langkawi. It is expected that with the event can further enliven the tourism, especially maritime in the most western city of the archipelago.

"InshaAllah for Golden Triangle Reggata, Sabang-Phukut-Langkawi in 2018 will be held in Sabang," explained Reza.

To hold an international event, many things must be well prepared. For that said Reza, his staff will continue to prepare as well as possible all the existing facilities and infrastructure in Sabang City to be able to provide good service to the international world.

"There are many things that must be prepared in Sabang, both in terms of infrastructure, services, tourism and promotional actors We are working with all the stakeholders in Sabang City, the mayor has also supported the provincial government is also very supportive and the Ministry of Tourism also continue to support and nurture, "he said.

Earlier Menpar Arief Yahya said that Sabail Sail 2017 will make a tremendous impact for the tourism world in Aceh. Sail in 2017 this echo will worldwide and encourage Sabang stronger, advanced, and beneficial to society.

Said Menpar Sabang Sail 2017 this birth regatta yachting path Golden Triangle SaPhuLa. This SaPhuLa stands for Sabang, Phuket, and Langkawi. This line will be worldwide because of three countries, three destinations, but in a package of visit yachts that exist in the path of his cruise boat.

Arief said, the path is also commonly called the diamond triangle, but some are calling the golden triangle. The world yahcter or cruise ships will gather in this path.

AMP - Ekses banjir yang merendam 23 kecamatan pada Senin (4/12/2017) malam menyebabkan warga harus mengungsi. Karena ketinggian air dalam rumah warga dan di badan jalan di lokasi tertentu mencapai 50 sampai 1,5 meter.

Informasi yang diperoleh Serambinews.com dari Pemkab Aceh Utara terbanyak pengungsi di Lhoksukon. Jumlah pengungsi mencapai 8.586 jiwa dari desa yang tersebar di 17. Di Kecamatan pirak Timu 3.287 jiwa di 12 titik, Langkahan capai 510 jiwa tersebar 4 titik.

Kemudian Matangkuli 2.772 jiwa di 13 titik, Seunuddon 29 jiwa di 1 titik, Baktiya Barat 227 Jiwa di 3 titik, Tanah Jambo Aye 138 jiwa, terakhir di Kecamatan Baktiya:  826 Jiwa di 6 titik pengungsian.

"Banjir kali ini juga sudah merendam lahan pertanian dan perkebunan warga," ujar Kabag Humas Pemkab Aceh Utara T Nadirsyah.[Serambinews]
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget