Halloween Costume ideas 2015
December 2019

Triyantoro warga Banjarnegara ditemukan tewas dengan luka tembak dikepala di Area Kebun Kapulaga, Kecamatan Karang Kobar, Korban ditembak pemburu karena dikira babi hutan. Foto senjata yang menembak korban/iNews TV/Elis N
AMNews - Teka-teki penemuan mayat korban luka tembak atas nama Triyantoro (51) warga Banjarnegara akhirnya terungkap. Korban sebelumnya ditemukan tewas dengan luka tembak dikepala di Area Kebun Kapulaga, Kecamatan Karang Kobar, Banjarnegara.

Kapolres Banjarnegara AKBP Aris Yudha Legawa mengatakan, dalam kasus ini Polisi mengamankan dua pemburu masing masing As (45) dan Ak (32) warga Salatiga. Bersama dua tersangka diamankan dua pucuk senjata api dan peluru untuk berburu.

Menurut Kapolres, korban yang awalnya sedang mencari rumput untuk pakan ternak di semak semak, dikira babi hutan yang tengah masuk ke area lahan pertanian oleh kedua pemburu tersebut. Tanpa pikir panjang korban yang berada disemak semak langsung ditembak dan peluru mengenai kepala.

"Jadi korban ini dikira babi hutan karena dilihat dari kejauhan ada semak semak bergoyang, tanpa pikir panjang dua pemburu tersebut langsung menembaknya hingga mengenai kepala korban tembus dan tewas," jelas Aris.

Namun mengetahui yang tertembak manusia, kata Kapolres, kedua pelaku sempat melakukan rekayasa dengan menggeser korban sejauh 7 meter dari lokasi, dan menempatkannya seolah jatuh dan terbentur bebatuan. Namun dengan adanya bukti luka dan temuan proyektil polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus ini .

"Mengetahui yang ditembak ternyata manusia, pelaku sempat melakukan rekayasa dengan seolah korban terjatuh, tapi barang bukti menjadi petunjuk, " jelas Kapolres Banjarnegara.

Polisi kini tengah mendalami kasus ini dan mengusut kepemilikan senjata api yang digunakan untuk melakukan aksi penembakan.

Berdasarkan pengakuan pelaku As, saat akhir tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk berburu karena permintaan akan babi hutan banyak di pasaran. [Sindonews]

Proses evakuasi korban kontak tembak di Keerom, Papua dengan menggunakan Helikopter milik Penerbad. Foto Pendam Cenderawasih
AMNews - Kontak tembak antara pasukan TNI dari Yonif 713/Satya Tama dengan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) Organisasi Papua Merdeka (OPM), di dekat Pos Kaliasin, Keerom, Papua, Senin pagi (30/12/2019). Akibat kontak tembak yang terjadi didekat perbatasan Papua New Guinea (PNG) ini menyebabkan anggota Yonif 713/ST, Serda Miftachur Rohmat gugur dan Prada Juwandhy Ramadhan terkena luka tembak.

Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Cpl Eko Daryanto mengatakan, kontak tembak bermula saat 10 orang anggota Satgas Pamtas RI-PNG Pos Bewan Baru yang dipimpin oleh Serda Miftachur Rohmat berangkat dari Pos Bewan Baru Menuju Pos Kaliasin untuk mengambil logistik berupa bahan makanan.

"Sekitar 5 kilometer dari pos tepatnya di jembatan kayu, Anggota Satgas Pamtas tiba-tiba mendapat gangguan tembakan (penghadangan) yang dilakukan oleh sekitar 20 orang yang diduga dari KKSB pimpinan Jefrizon Pagawak dengan menggunakan senjata api laras panjang. Melihat hal tersebut anggota Satgas Pamtas RI-PNG dengan sigap berpencar untuk mencari tempat perlindungan dan membalas tembakan ke kelompok tersebut. Sekitar 15 menit membalas tembakan, anggota Satgas berhasil memukul mundur kelompok tersebut," kata Kapendam dalam pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (30/12/2019).

Menurut Kapendam, setelah kontak tembak berhenti, anggota Satgas melakukan pengecekan, dan didapatkan dua orang personel terkena tembakan.

"Dimana seorang personel atas nama Serda Miftachur Rohmat terkena luka tembak pada bahu kiri depan dan dinyatakan meninggal dunia dan seorang personel Prada Juwandhy Ramadhan terkena luka tembak (rekoset) pada pelipis kanan dan pinggang kiri dan dinyatakan selamat,” ungkap Kapendam.

Melihat dua orang rekan mereka terkena tembakan, anggota Satgas yang lain dengan cepat membawa korban ke Pos Bewan Baru untuk menunggu evakuasi dan selanjutnya untuk Prada Juwandhy Ramadhan mendapat penanganan medis oleh Bakes Pos Bewan Baru. [Sindonews]

AMNews – Kebakaran yang menghanguskan sejumlah Ruko dan Masjid di Kecamatan Pirak Timu Kabupaten Aceh Utara mendapat perhatian serius dari Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tarmizi Panyang.

Dalam Rapat Paripurna DPR Aceh, Senin (30/12/2019) sore, politisi Partai Aceh Dapil Aceh Utara-Lhokseumawe ini meminta Pemerintah Aceh agar tidak tutup mata dengan musibah yang dialami oleh warga Pirak Timu.

Seperti diketahui, kebakaran hebat terjadi di pusat Kecamatan Pirak Timu pada Sabtu (28/12/2019) pagi. Dalam peristiwa ini, sebanyak 8 Ruko (sebelumnya diberitakan 9 Ruko) serta kubah Masjid ludes terbakar akibat amukan si jago merah.

“Musibah kebakaran yang dialami warga Pirak Timu bukan hanya tanggung jawab Pemkab Aceh Utara, tapi juga tanggub jawab kita bersama, tanggung jawab Pemerintah Aceh juga,” tegas Tarmizi Panyang dalam Rapat Paripurna DPRA, yang turut dihadiri Sekda Aceh dan para SKPA.

“Mohon segera dibantu, dalam bentuk apapun. Ini soal tanggung jawab kita semua untuk membantu masyarakat yang dilanda musibah kebakaran besar. Apalagi sangat disayangkan Masjid juga ikut terbakar,” tambahnya.

Dia menegaskan, turun tangan Pemerintah Aceh sangat diharapkan oleh masyarakat yang mengalami musibah kebakaran, terutama dalam bentuk pembangunan kios-kios untuk mengembalikan perekonomian mereka seperti semula.

Sekitar dua bulan lalu, kebakaran hebat juga terjadi di Kecamatan Paya Bakong (tetangga Pirak Timu), dimana belasan Ruko ludes terbakar. Saat itu Fraksi Partai yang dipimpin Tarmizi Panyang telah mengunjungi langsung ke lokasi di Paya Bakong.

“Dalam beberapa hari kedepan kita juga akan mengunjungi masyarakat yang mengalami musibah kebakaran di Pirak Timu. Karena ada dua lokasi kebakaran hebat yang menghanguskan banyak Ruko, kita minta Pemerintah Aceh untuk turun tangan. Bagaimana disiasati supaya masyarakat tersebut kembali mendapat tempat tinggal dan bisa membuka usaha mereka lagi,” demikian pungkas Tarmizi Panyang.[sinarpost.com]

AMNews - Sejumlah ruko dan satu bangunan masjid terbakar di Gampong Alue Bungkoh, Kecamatan Pirak Timur, Aceh Utara, Sabtu (28/12). Hingga saat ini, petugas masih melakukan pemadaman dan melokalisir agar api tak menjalar ke titik lain.

Kebakaran itu diperkirakan terjadi sekitar pukul 07.00 Wib dan api begitu cepat merambat. Penyebab kebakaran belum diketahui.

"Benar ada kebakaran ruko dan satu masjid," kata Kapolres Aceh Utara, AKBP Ian Rizkian Milyardin.

Ian mengaku belum mendapatkan data lengkap perihal peristiwa itu. Petugas masih berjibaku melakukan pemadaman dan pengamanan di lokasi kebakaran.

Hingga berita ini diturunkan belum ada informasi korban jiwa. Namun akibat kebakaran, sejumlah pedagang tidak sempat menyelamatkan barang dagangannya.

Diperkirakan ada 8 unit toko terbakar. Hampir semuanya terbuat dari kontruksi kayu, sehingga memudahkan api merambat. | Merdeka

AMNews - Suatu pagi, pengusaha Hasjim Ning menemani Presiden Sukarno sarapan di Istana Merdeka. Selagi makan, Sukarno menyuruh Hasjim untuk pergi ke Padang menemui Letkol Ahmad Husein, Ketua Dewan Banteng dan Komandan Resimen IV. Sebagai bentuk protes terhadap pemerintah pusat, Husein mengambil alih pemerintahan sipil dari Gubernur Sumatra Tengah, Ruslan Muljohardjo, dan mengangkat dirinya sebagai Ketua Daerah.

Sukarno meminta Hasjim menyampaikan pesannya: "Katakan pada A. Husein bahwa dia telah aku pandang anakku sendiri. Tindakannya mengambil oper pemerintahan dari gubernur dapat membahayakan negara. Karena mungkin panglima atau komandan militer lainnya akan melakukan hal yang sama."

Besok harinya Hasjim berangkat ke Padang. Dia langsung ke rumah Husein di Jalan Hatta, kemudian menjadi Jalan A. Yani. "Di sana aku juga bertemu dengan St. Simawang bersama Rus Alamsjah," kata Hasjim Ning dalam otobiografinya, Pasang Surut Pengusaha Pejuang. 

AMNews - Tembok Berlin, sebuah simbol global pemisah Timur dan Barat, perang antara komunisme dan kapitalisme. Tembok ini didirikan oleh kediktatoran Republik Demokratik Jerman (DDR), atau lebih dikenal dengan nama Jerman Timur, pada 1961.

Dikelilingi oleh perbatasan beton dan kawat berduri yang dijaga ketat sepanjang 155 kilometer, warga di Berlin Barat hidup bebas ditengah DDR komunis, berbeda dengan warga di Jerman Timur yang selama beberapa dekade selalu memandang penuh kerinduan ke arah Barat yang rasanya tidak terjangkau, berharap suatu hari nanti dapat melarikan diri.

Namun, semua berubah dalam sekejap pada 9 November 1989, ketika kebijakan perjalanan Jerman Timur yang baru, diumumkan melalui konferensi pers yang disiarkan langsung di TV pemerintah. Undang-undang itu mengumumkan bahwa semua warga Jerman Timur dibebaskan bepergian ke Barat dan langsung berlaku usai diumumkan. Setelahnya, ribuan orang berlarian ke perbatasan di jantung kota Berlin, yang baru akan dibuka beberapa jam kemudian.

Foto-foto perayaan warga di kedua sisi perbatasan tersebar di seluruh dunia, menandai akhir dari pemisahan Jerman. Kurang dari setahun setelahnya, yaitu pada 3 Oktober 1990, negara yang sebelumnya terbagi menjadi Timur dan Barat setelah Perang Dunia II, akhirnya kembali bersatu. Tidak bisa dimungkiri bahwa peristiwa bersejarah ini hanya dimungkinkan terjadi atas persetujuan pemenang Perang Dunia II, yaitu Sekutu Barat - AS, Inggris dan Perancis, dan Uni Soviet.

Selanjutnya

Kasat Resnarkoba Polrestabes Surabaya Kompol Memo Ardian beserta staf menunjukkan barang bukti dan tersangka kasus peredaran narkoba jenis sabu yang berhasil diamankan di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (18/12). (SURYANTO/RADAR SURABAYA)
AMNews –Anggota Opsnal Unit 3, Satresnarkoba Polrestabes Surabaya berhasil gagalkan penyelundupan sabu-sabu (SS) yang disalurkan melalui jalur udara. Enam tersangka ditembak dalam penangkapan itu, mereka adalah tersangka bandar, pengedar, dan pemesan.

Kasat Satresnarkoba Polrestabes Surabaya, Kompol Memo Ardian mengatakan, keenam tersangka tersebut merupakan jaringan asal Aceh. Diantaranya keenam tersebut terdapat dua orang warga asalnTulungagung.

“Kita sebelumnya mengungkap tujuh kilogram dari jaringan Aceh, kemudian 1,3 kilogram yang akan dikirim ke Sokobanah, Madura. Dan ini kebetulan ada yang tertangkap enam orang,” kata Kompol Memo, Rabu (18/12).

Keenam tersangka ini diantaranya adalah, DS, 23, warga Aceh Utara, MZ, 31, warga Aceh Utara, RA, 41, warga Aceh Timur, FH, 26, warga Aceh Utara, MN, 20, warga Aceh Utara, JF, 42, warga Malang, dan DI, 41, warga Tulungagung.

Menurut keterangan dari Kompol Memo, keenam orang tersebut sudah enam kali berangkat ke Bandara Juanda untuk melakukan pengiriman SS seberat tiga 46,27 gram.

“Satu kali mereka berangkat ke Malang. Dari Medan menuju ke Surabaya disimpan didalam sepasang sepatu, satu orang minimal membawa setengah kilo gram,” ungkap Memo.

Pengirim barang haram tersebut rata-rata berdomisili di kawasan Aceh dan sekitarnya. Total barang sejumlah 3 kilo gram SS tersebut telah dikirim dan diterima oleh bandar dari Tulungagung.

“Jadi ini barang bukti yang kita terima hanya setengah ons. Sisannya sudah tersebar. Tentu kita terus melakukan penyelidikan dan kita kejar yang megang,” tegasnya.

Dari keenam tersangka tersebut terpaksa kakinya ditembus timah panas oleh polisi saat dilakukan penggerebekan di sebuah Wisma kawasan Malang mereka sempat melawan petugas.

“Tetap ini jaringan dari Malaysia yang dilewatkan dari Aceh dan Medan, lalu dikirim ke Jatim khususnya Surabaya dan Malang. Jaringannya sudah kami ketahui,” pungkasnya. | Jawapos

AMNews - Pelan tapi pasti, misteri siapa sosok AN, gadis asal Kota Idi, Kabupaten Aceh Timur, yang mengaku dan diduga telah disetubuhi secara paksa, Ketua Umum Forkab Aceh Ahmad Yani alias Polem Muda, mulai terkuak.

Hasil penelusuran media ini dari berbagai sumber menyebutkan, AN (26) yang dimaksud adalah Anisa. Kabarnya, dia warga Gampong Keutapang Mameh, Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur.

Begitupun, hingga berita tadi diunggah, media ini belum berhasil terhubung dengan Anisa. Padahal, penjelasan Anisa sangat penting, untuk menjelaskan kejadian atau peristiwa sebenarnya. Termasuk hubungan asmaranya dengan oknum bintara di Polda Aceh.

Sebab, walau Polem Muda mengaku mengenal Anisa dan rekannya Putri. Namun, dia membantah keras telah menyetubuhi Anisa secara paksa di Apartemen Kalibata City Tower Viola, Jakarta Selatan, beberapa hari lalu.

“Betul itu Anisa, tapi saya tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Saya masih di Jakarta dan akan segera ke Banda Aceh, melaporkan media online yang memberitakan itu secara hukum,” ancam Polem Muda.

Penjelasan Polem Muda tadi, menjawab konfirmasi media ini, Rabu siang, 18 Desember 2019 melalui saluran telpon, setelah media ini mengirimkan satu foto kepada dirinya.

Dan dia membenarkan jika sosok yang ada pada foto itu adalah; Anisa alias AN. “Saya sudah tahu siapa dalang dibalik semua ini,” kata Polem Muda, menduga.

Siapa Anisa? Baca Disini

Peta wilayah Palestina dan Israel dari masa ke masa yang pernah disiarkan MNSBC tahun 2015. Foto/Tangkapan layar YouTube/MNSBC
AMNews - Negara "Palestina Baru" telah direncanakan berdasarkan kesepakatan baru antara Israel, Hamas dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Dalam rancangan perjanjian itu, negara anyar tersebut harus membayar kepada rezim Zionis untuk perlindungan terhadap agresi internasional.

Dokumen rancangan kesepakatan itu telah bocor dan disiarkan stasiun televisi Al Mayadeen yang berbasis di Lebanon pada hari Senin (16/12/2019).

Di bawah kesepakatan itu, sebuah negara anyar bernama "Palestina Baru" akan dibuat di Tepi Barat dan Jalur Gaza, kecuali untuk wilayah yang sudah ditempati oleh Israel. Yerusalem akan dibagikan oleh Israel dan "Palestina Baru".

Menurut laporan Al Mayadeen yang dikutip Senin (17/12/2019), proyek tersebut telah disetujui oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara Teluk Persia. Negara-negara tersebut diperkirakan akan mengalokasikan sekitar USD30 miliar dalam lima tahun ke depan untuk pembentukan negara baru.

Masih menurut laporan itu, hanya polisi yang akan diizinkan untuk membawa senjata di negara "Palestina Baru", dan Israel akan melindungi negara anyar itu dari agresi asing, asalkan "Palestina Baru" membayar perlindungan semacam itu kepada Israel.

Hamas nantinya sepenuhnya akan dilucuti, tetapi para anggotanya akan menerima gaji bulanan. Hamas, organisasi militan Palestina yang menguasai Jalur Gaza, telah "dikunci" dalam konflik berkepanjangan dengan Israel.

Pemerintah Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dan Hamas belum berkomentar atas bocornya dokumen rancangan negara anyar itu. Pemerintah Israel juga belum berkomentar

Awal bulan ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS menyetujui resolusi yang menegaskan kembali dukungannya pada solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Resolusi itu juga menentang aneksasi sepihak oleh Israel.

Presiden AS Donald Trump telah mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Tak hanya itu, Trump juga mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Dataran Tinggi Golan adalah wilayah Suriah yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari 1967.

Pada bulan November, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengatakan bahwa Washington tidak menganggap pemukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki sebagai tindakan ilegal. Keputusan itu bertentangan dengan hukum internasional dan kebijakan AS sebelumnya terkait dengan permukiman tersebut.[SINDOnews]

Asiye Abdulaheb
AMNews - Ancaman pembunuhan terhadapa Asiye Abdulaheb datang bertubi-tubi. Itu terjadi karena dia menyebarkan dokumen rahasia pemerintah Tiongkok tentang kamp detensi Uighur.

Perempuan Uighur 46 tahun yang kini tinggal di Belanda tersebut mengungkapkan kisahnya kepada harian Belanda de Volksrant untuk melindungi keluarganya.

“Saya bisa mengatasi tekanan ini. Tetapi, saya takut sesuatu terjadi pada anak-anak saya dan ayah mereka,” ujarny.

“Kami tidak bisa tidur. Kami butuh perlindungan lebih. Publikasi memberi kami perlindungan,” tambahnya.

Dalam salah satu surat, Abdulaheb diancam bakal berakhir di tempat sampah depan rumahnya.

Abdulaheb mengungkapkan bahwa dirinya mendapat dokumen rahasia yang berisi 24 halaman itu musim panas ini.

Seluruh dokumen tersebut sudah disimpan di laptopnya. Dia tidak mengungkap sosok yang memberikannya. Yang jelas, tugasnya adalah menyebarkan informasi tersebut agar dunia tahu apa yang terjadi di Xinjiang.

Selama ini pemerintah Tiongkok mengklaim warga Uighur masuk kamp secara sukarela. Tetapi, versi dokumen yang tercantum pada 2017 itu tidak demikian.

Di dalamnya terungkap detail bagaimana kamp tersebut dijalankan. Mulai pengawasan di kamar mandi hingga sistem mata-mata berteknologi tinggi yang digunakan untuk mengidentifikasi warga Uighur.

Terdapat sekitar satu juta warga Uighur di kamp-kamp detensi tersebut. Petugas mencuci otak mereka agar menjadi murtad atau keluar dari agamanya.

Tiongkok sempat menyangkal dokumen tersebut, namun akhirnya mengakuinya. Mereka menyebut kamp itu sebagai tempat reedukasi untuk mencegah radikalisasi. [pojoksatu.id]

AMNews – Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tarmizi Panyang, mengatakan rencana Pemerintah Aceh membeli 4 unit pesawat N219 harus meminta pendapat berbagai kalangan masyarakat Aceh. Selain itu, pengadaan pesawat yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) nantinya itu, juga harus mendapat persetujuan DPRA.

“Kalau kita melihat respon publik saat ini, mayoritasnya menolak. Bisa dilihat bagaimana komentar-komentar masyarakat di media sosial. Jadi, lebih baik anggaran untuk membeli pesawat itu digunakan untuk pembangunan Aceh dan menyelesaikan persoalan-persoalan di berbagai daerah di Aceh, seperti persoalan kemiskinan,” kata Tarmizi Panyang kepada wartawan di Banda Aceh, Jumat (13/12/2019).

Terkait penolakan publik terhadap pembelian pesawat, Tarmizi menambahkan, hal itu terjadi karena beberapa waktu lalu terdapat adanya persoalan beberapa persoalan, seperti ditundanya pembangunan rumah dhuafa dan adanya pembelian mobil dinas oleh sejumlah pejabat SKPA (Satuan Kerja Perangkat Aceh).

“Untuk itu lebih baik kita selesaikan dahulu persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Setelah masyarakat Aceh merasakan kemakmuran, tentu pembelian pesawat tidak akan ada penolakan,” jelas politisi Partai Aceh asal pemilihan Lhokseumawe-Aceh Utara ini.

“Kepue tabloe pesawat menyoe rakyat mantoeng ikat pruet (untuk apa kita membeli pesawat jika masyarakat masih kelaparan),” tegasnya.

Pembelian pesawat harus pendapat berbagai kalangan di Aceh, Tarmizi menilai, Hal itu untuk menghindari adanya polemik dan mendapat persetujuan berbagai kalangan, karena pembeliannya menggunakan APBA.

“Karena membeli pesawatnya menggunakan uang rakyat Aceh, kita harus meminta pendapat pihak-pihak yang berada di luar pemerintahan. Kita tidak bisa pungkiri, masih banyak orang pandai dan paham di luar pemerintahan, seperti halnya akademisi dan berbagai elemen masyarakat yang harus dimintai pendapat terkait pembelian pesawat itu,” ungkap Tarmizi Panyang.

“Dalam hal pemerintahan, Plt Gubernur juga harus meminta persetujuan DPRA. Tidak bisa Plt Gubernur mengambil keputusan sendiri, karena pesawat yang dibeli nantinya bukan milik gubernur dan juga bukan milik DPRA, tetapi milik Aceh yang harus ada kesepakatan bersama dan mendapat dukungan dari masyarakat Aceh,” tegasnya.

Tarmizi Panyang menilai, Aceh memang membutuhkan pesawat sebagai moda angkutan udara, khususnya untuk ambulance ke daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan kendaraan. Namun, kebutuhan itu menurutnya bukan saat ini, di mana masih banyak berbagai persoalan di Aceh yang harus terlebih dahulu harus diselesaikan, khususnya persoalan kemiskinan.

“Apakah saat ini bandara-bandara yang ada di berbagai daerah di Aceh juga sudah layak? Lebih baik Pemerintah Aceh membenahi terlebih dahulu sejumlah bandara di Aceh, termasuk mengoptimalkan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, di mana saat ini statusnya bandara internasional, tetapi penerbangannya minim,” ungkapnya.

Tarmizi Panyang berharap Plt Gubernur dapat membangun sinergitas dengan DPRA, dengan bersama-sama bergandengan tangan membangun Aceh, demi mewujudkan Aceh yang makmur dan sejahtera.

“Eksekutif dan legislatif harus kompak, jangan sendiri-sendiri. Arah pembangunan Aceh harus jelas ke depan. Kita harus menunjukkan contoh ke daerah lain, walaupun berbeda partai atau warna politik , tetapi bisa kompak dan bekerjasama membangun Aceh,” pungkas Tarmizi Panyang. [acehonline.co]

Ishak Daud dan cover dokumen yang diterbitkan USCR terkait pendeportasian dan perjanjian rahasia tentang pelarian politik Aceh antara RI dan Malaysia. Oleh Haekal Afifa*)
MENULIS tentangnya membuat pikiran saya kembali pada tragedi Semenyéh. Peristiwa pembantaian pada 25 Maret 1998 di beberapa kamp penjara Malaysia yang dihuni oleh ratusan pelarian politik dan tenaga kerja asal Aceh yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia dibawah Perdana Menteri Dr Mahathir Muhammad dengan Pemerintah Indonesia kala itu di bawah Presiden Suharto.

Pembantaian ini menjadi perbicangan hangat bagi publik Malaysia kala itu. Ternyata, ini adalah bagian dari “Operasi Bujuk” hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia dari tahun 1994 sampai tahun 1998.

Hal ini terungkap dalam dokumen rahasia yang di tulis oleh Jana Mason, analis dari United State Committee for Refugees (USCR).

Dalam dokumen yang berjudul “The Lask Risk Solution; Malaysia’s Detention and Deportation of Acehnese Asylum Seekers” yang terbit tahun 1998 itu menceritakan bagaimana pihak Malaysia melakukan penahanan, penyiksaan, dan deportasi tanpa prosedur yang telah ditetapkan oleh UNHCR serta perjanjian rahasia antara RI dan Malaysia terkait pemulangan imigran asal Aceh saat itu.

Ishak Daud, saat kejadian Semenyéh terjadi berada di Malaysia sebagai salah satu anggota Komite Pelarian Politik Aceh di Malaysia bersama Yusra Habib Abdul Ghani, Razali Abdullah, Mahfud Usman lampoh Awé, Syahrul Syamaun dan beberapa aktivis Aceh Merdeka lainnya.

Mereka di tuduh sebagai dalang mobilisasi, sehingga menjadi target penangkapan pasca meledaknya kerusuhan di beberapa Kamp Penjara Malaysia. Akibatnya, Ishak Daud diculik oleh Intel Gabungan (Malaysia-Indonesia) di seputaran Shah Alam pada pukul 09.00 tanggal 26 Maret 1998.

Menjelang siang, giliran Burhan dan Syahrul Syamaun diangkut oleh pasukan yang sama, tepat sehari setelah peristiwa Semenyéh.

Setelah ditangkap dan disiksa oleh pasukan gabungan itu, ia dibawa berobat ke Raimah Hospital, Klang Malaysia. Esoknya (27 Maret 1998) ia di deportasi ke Aceh menggunakan kapal.

Dengan kondisi tangan terikat dan dibungkus dengan plastik, dia bersama Burhan Syamaun dan Syahrul Syamaun (Tgk Linud–Wakil Bupati Aceh Timur sekarang) dilempar di tengah laut Dumai, Riau. Di Selat Malaka, dia bersama dua temannya mengarungi derasnya gelombang dengan selembar papan. Hanya Ishak dan Syahrul yang selamat setelah mengarungi ganasnya lautan.

Mungkin, dia dan Syahrul satu-satunya perenang yang berhasil mengarungi Selat Malaka hingga akhirnya ditangkap dan disiksa oleh pihak TNI AL dan Polres Bengkalis, Riau.

Setelah itu, dia dibawa ke Polda Aceh hingga akhirnya diseret ke Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe dengan dakwaan kasus Penyerangan Pos ABRI di Buloh Blang Ara, Lhokseumawe pada tahun 1990.

Dari persidangan inilah, Ishak Daud mulai menjadi fenomenal. Ia bersikukuh untuk tidak mau diadili atas nama Pengadilan Indonesia. Bahkan, ia selalu memprotes hakim yang menyebutnya sebagai “Gembong GPK”.

Ia lebih memilih disebut sebagai GAM, bukan GPK.

Sehingga, dalam setiap sidang yang digelar, ia selalu membalut dirinya dengan selembar Bendera Bulan Bintang dan mengikat kepalanya dengan kain bertuliskan “Aceh Merdeka”.

Setelah tiga kali sidang digelar, PN Lhokseumawe diteror dengan Bom sehingga akhirnya 8 Oktober 1998 dia dipindahkan ke PN Sabang.

Pada 13 November 1998, Effinur dan Zainal Zein Koto; dua Jaksa Penuntut Umum menuntut Ishak Daud dengan Hukuman Seumur Hidup. Ketua Majelis Hakim PN Lhokseumawe, M Islam Kareng Dunie memvonis Ishak Daud dengan Hukuman 20 Tahun Penjara.

Setelah menjalani satu tahun di LP Siborongborong, Tapanuli Utara, berdasarkan Keputusan Presiden No. 157/1999 tertanggal 10 Desember 1999, Ishak Daud dan keenam temannya; Abu Bakar (Kasus Perampokan BCA Lhokseumawe pada 1997), Muzir Ramli, Mustafa Razali, Nur Irhamsyah Feruzi, Joni Yasin dan Abdul Manaf Sarông (Lima dari mereka didakwa kasus Penyerangan di Gunung Geurutée pada 10 Juni 1999) mendapat amnesti dari Presiden BJ Habibie.

Di LP Siborongborong, dia menikahi perempuan cantik Cut Rostina, istri mendiang temannya Rahman Paloh yang meninggal dalam satu pengepungan pada 24 Maret 1997 di Mon Kala, Kandang.

Istri pertamanya, dara ayu bernama Siti Zubaidah binti Omar merupakan warga Malaysia, darinya ia dikarunia dua orang Anak.

Setelah bebas, ia merasa lagi taka aman tinggal di Aceh. Lantas, 3 April 1999 ia berangkat ke Jakarta untuk mencari suaka Politik di Kantor Perwakilan PBB.

Permintaannya di tolak, sehingga dia memutuskan kembali ke Aceh dan berjuang kembali atas nama Aceh Merdeka.

Walaupun hanya menempuh pendidikan sekolah sampai kelas IV SD, Ishak Daud adalah sosok alumni pesantren yang cerdas, rasional, berani, lemah lembut, tegas dan berkomitmen.

Secara resmi, dia bergabung dengan GAM pada tahun 1987, dan itu menjadi tiketnya untuk menempuh pendidikan semikomando di Libya selama satu tahun.

Karena, 1989 pendidikan untuk semua GAM di Libya ditutup.

Dia juga seorang orator ulung, bahkan dia sering diminta untuk mengisi ceramah-ceramah Aceh Merdeka kala itu.

Kala itu, saya sering mendengar ceramahnya baik yang diadakan di Wilayah Peureulak ataupun Pasé. Kemampuan orasinya mampu menghipnotis ribuan pengunjung dengan doktrin perjuangan yang ia kuasai secara mumpuni.

Pernah, suatu hari ia bertandang ke rumah kami. Kala itu, dia curhat kepada orangtua kami terkait penculikan dan penyerangan yang ia lakukan.

“Bang, ureung njöe (Elit GAM) hana yakin lom keu ulôn. Maka peureulé kamöe cök peuneutöh lagée njöe (penculikan),” ucapnya.

Dia menjelaskan, bahwa setelah ia ditangkap tahun 1998, dalam “budaya” elite GAM sangat sulit dipercaya orang-orang GAM yang kembali bergabung setelah ditangkap, seakan dicurigai sebagai alat yang sudah “dicuci” oleh Pemerintah.

Sehingga, Ishak Daud membuktikan komitmenya pada elite GAM untuk selalu melakukan penyerangan dan penculikan saat itu.

Akhirnya, komitmen itu ia buktikan.
Dia Syahid bersama istri keduanya (Rostina) dalam kontak sejata selama dua jam di Alue Nireh, Aceh Timur pada 8 September 2004.

Bahkan, setelah dahinya tertembak (meninggal) ia kemungkinan besar disiksa dan ditembak kembali.

Istrinya yang tidak mau meninggalkan jasad suaminya juga mengalami kemungkinan yang sama, hingga kedua-duanya syahid dan dikebumikan satu liang.

Mimpi untuk membawa kelurganya di Malaysia tinggal ke Aceh jika nanti Aceh Merdeka pupus sudah. Ishak Daud sudah mencapai “kemerdekaan” hakiki dengan jalannya.
Ia menjadi panutan dengan pembuktian yang sudah ia berikan.

Kepergiannya hanya meninggalkan satu pesan: “Tanyöe sidröe beudjéut manfaat keu uréung Ramée.”

15 tahun sudah The Phenomenal ini pergi, semoga Allah selalu melapangkan kuburnya! Al Fatihah.(*)

PENULIS Haekal Afifa, Ketua Institut Peradaban Aceh. 
Sumber: atjehdaily.id

AMNews - Polisi menyebut seorang pria bernama Rahman Peudeung alias Rahman Tentra (30), warga Gampong Punteut, Kecamatan Sawang, Aceh Utara, tewas dalam kontak tembak dengan tim gabungan kepolisian, di Gampong Punteut itu, Ahad, 1 Desember 2019, malam.

Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan melalui Kasat Reskrim AKP Indra T. Herlambang, saat konferensi pers di Mapolres setempat, Selasa, 3 Desember 2019, mengatakan mulanya berkibar selembar bendera berlambang alam peudeung warna hijau di tiang bendera Sekolah Dasar (SD) Negeri 17 Sawang, 23 November 2019. Pada tiang itu, kata dia, juga terpasang benda diduga bahan peledak.

“Setelah mengidentifikasi rangkaian bom tersebut, lalu (kita) berkoordinasi dengan Tim Jibom Polda Aceh untuk melakukan sterilisasi terhadap bahan peledak tersebut, sehingga bendera itu dapat diturunkan,” ujar Indra.

Setelah itu, kata Indra, pada Senin, 25 November 2019, sekitar pukul 21.00 WIB, terjadi pembakaran pintu di SDN 17 Sawang yang diduga dilakukan Rahman Peudeung. “Berawal dari pembakaran itu sehingga Kapolda Aceh membentuk Satgas Tim Gabungan antara Polda Aceh dengan Polres Lhokseumawe untuk melakukan penindakan terhadap pelaku diduga sudah meresahkan masyarakat," kata Indra.

Indra melanjutkan, pada 29 November 2019, akun Facebook Armada Aceh Aceh milik Rahman Peudeung melakukan postingang-postingan bernada pengancaman terhadap TNI dan Polri. Setelah mengetahui adanya postingan pengancaman itu, kata Indra, Kapolda Aceh memerintahkan tim gabungan segera melakukan tindakan yang diperlukan, sehingga dilakukanlah operasi penangkapan.

"Dari kejadian ini, tim gabungan melakukan penyelidikan menindaklanjuti dua perkara, yakni permasalahan pengibaran bendera dan pembakaran, lalu postingan pengancaman terhadap TNI dan Polri. Sebelumnya, pelaku juga melakukan postingan di akun Facebook itu dengan memiliki senjata api, maka hal-hal itulah yang membuat masyarakat semakin resah sehingga Pak Kapolda Aceh memerintahkan untuk melakukan tindakan secepatnya terhadap pelaku," ujar Indra.

Menurut Indra, pada Ahad, 1 Desember 2019, sekitar pukul 17.00 WIB, tim gabungan menuju Gampong Punteut, Kecamatan Sawang, untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka. Setiba di sana, kata dia, tim melakukan persiapan serta briefing dan menunggu tersangka yang diduga akan melewati titik yang sudah dilakukan penyelidikan sebelumnya. “Setelah tersangka benar-benar melewati titik dimaksud ternyata tersangka membawa senjata laras panjang dengan rompi lengkap yang berisikan kabel-kabel yang diduga bahan peledak”.

“Selanjutnya, sekitar pukul 19.00 WIB, tim gabungan berusaha melakukan penyergapan terhadap pelaku, dan pelaku merasa terdesak akhirnya melepaskan tembakan kepada tim gabungan (polisi), dan tim berusaha menghindar. Lalu terjadilah kontak senjata pada saat itu juga. Setelah terjadi kontak tembak beberapa kali akhirnya tim berhasil melumpuhkan pelaku (tewas tertembak),” ujar Indra.

Indra menambahkan, "Hasil visum dari penembakan itu bahwa pelaku mengalami tembakan di bagian dada sebelah kiri dan perut sebelah kanan, dan kemungkinan ada tembakan yang hanya menggores leher di bagian kiri. Sedangkan anggota kita (polisi) tidak ada yang terluka”.

Menurut Indra, barang bukti yang diamankan, sepucuk senjata api laras panjang rakitan, satu granat manggis yang telah didisposal, satu kotak bubuk mesiu, selembar bendera alam peudeung warna hijau, satu baterai kering sepeda motor warna hitam, sebuah gulungan kabel, dan satu rompi.

"Kita masih melakukan penyedilikan lebih lanjut (terkait) dugaan terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), apakah ada pengikut atau anggota lain serupa atau tidak," kata Indra.[Portalsatu.com]

Sejumlah warga di Kota Wellington Selandia Baru menunjukkan dukungannya bagi kemerdekaan Papua, pada hari Minggu 1 Desember 2019. [Twitter: @FreeWestPapua]
AMNews - Aktivis Organisasi Papua Merdeka dan simpatisannya di sejumlah negara menggelar aksi mengibarkan bendera Bintang Kejora, untuk memperingati hari deklarasi manifesto politik bangsa West Papua 1 Desember.

Berbagai kegiatan itu disatukan lewat tagar #GlobalFlagRaising di media sosial, demikian seperti dikutip dari ABC Indonesia, Selasa (3/12/2019).

Bendera Bintang Kejora pertama kali dikibarkan di tanah Papua pada 1 Desember 1961—jauh sebelum wilayah bekas jajahan Belanda ini dimasukkan ke dalam wilayah NKRI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang diadopsi menjadi Resolusi PBB Nomor 2509.

Sejak itu, Pemerintah RI melarang pengibaran bendera yang oleh pejuang OPM telah dijadikan simbol perlawanan mereka.

Warga di Warrnambool, salah satu kota di Australia misalnya, sudah sejak 10 tahun terakhir selalu ikut merayakan 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua.

Bahkan di kota pedalaman itu, sejumlah warga membentuk organisasi Australian West Papua Association south-western Victoria.

Hari Minggu (1/12) akhir pekan lalu, organisasi ini menggelar pengibaran Bintang Kejora di Civic Green Warrnambool dihadiri sekitar 20 orang.

Menurut jubir John Gratton Wilson, kegiatan tersebut untuk menunjukkan dukungan bagi perjuangan rakyat Papua, sekaligus perlawanan atas pelarangan Bintang Kejora oleh Pemerintah RI.

"Saya pribadi menyaksikan sendiri bagaimana orang Indonesia memperlakukan penduduk lokal (Papua)," kata Wilson seperti dikutip media setempat The Standard.

“Mereka menganggap orang Papua sebagai sub-human. Tapi kita tahu siapa sebenarnya yang sub-human dari cara mereka memperlakukan orang lain," ujarnya.

Selanjutnya

AMNews - AB atau kerab dipanggil Tentra Raman dilaporkan tewas dalam kontak tembak di Gampong Punteut, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara. 

Informasi yang dihimpun AJNN, pria itu disergap diareal persawahan. Menurut informasi, Tentra Raman merupakan anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang sudah menjadi buronan Polres Lhokseumawe dan memiliki sepucuk senjata api rakitan. 

Sementara itu, Kapolres Lhokseumawe, AKBP Ari Lasta Irawan saat dikonfirmasi AJNN membenarkan hal tersebut, sementara saat ini pihaknya masih melakukan pengembangan. 

"Hasil pengembangan nanti, akan kami rillis secara resmi, mohon waktu," katanya. [AJNN]

AMNews - Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM membantah kabar bahwa dua anggotanya ditembak mati oleh personel TNI.

"Kami membantah pernyataan militer Indonesia. Justru sebaliknya," ujar juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambon melalui pesan teks hari ini, Ahad, 1 Desember 2019.

Sebby menjelaskan, justru pihaknya yang menembak mati satu anggota TNI. "Dua lainnya mengalami luka tembak di lengan."

Menurut dia, kontak senjata dengan TNI terjadi di lapangan terbang Mugi, Distrik Derakma, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, pada Jumat lalu, 29 November 2019.

Dalam kontak senjata itu, TPNPB-OPM mengklaim, tak ada anggotanya yang terluka.

Berdasarkan informasi yang beredar, kontak senjata tersebut berawal ketika anggota Batalyon Infanteri Raider 514/Sabbada Yudha di Pos Mugi sedang menunggu helikopter TNI yang membawa logistik dari Kabupaten Mimika.

Kemudian terdengar suara tembakan dari kelompok bersenjata sehingga dibalas oleh TNI. Dua orang diduga tewas. Belum diketahui dari pihak mana yang menjadi korban tewas dalam baku tembak di Mugi, Papua, itu.[Tempo]

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan berbagai organisasi lainnya aksi menuntut penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat (referendum) dan pembebasan tahanan politik Papua di bundaran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Aksi dilakukan untuk memperingatu 58 tahun kemerdekaan Papua Barat. (TEMPO/Shinta Maharani)
AMNews - Sekitar 100 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan berbagai organisasi lainnya menggelar aksi unjuk rasa menuntut referendum di Bundaran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ahad, 1 Desember 2019.

Dalam aksinya, mahasiswa membawa beragam poster menolak diskriminasi, rasisme, penjajahan, penangkapan aktivis pro-demokrasi, pembatasan akses media massa meliput, dan segala bentuk tekanan militer. "Referendum tuntutan paling demokratis," kata Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Nasional, Jhon Gobai, Ahad, 1 Desember 2019.

Dalam orasinya, mahasiswa Papua meneriakkan Papua bukan merah putih, tapi bintang kejora. Bintang kejora merupakan simbol yang digunakan pendukung Papua merdeka.

Mahasiswa juga memprotes segala bentuk kriminalisasi dan penangkapan aktivis pro-demokrasi. Mereka mendesak agar polisi membebaskan Surya Anta, aktivis yang ditangkap karena memperjuangkan pembebasan Papua. Mereka juga mengecam kriminalisasi terhadap aktivis Veronica Koman.

Yogyakarta, kata Jhon Gobai, menjadi pusat lokasi aksi peringatan kebangkitan hari lahir Papua 1 Desember 1961 itu. Di Papua, aksi peringatan kemerdekaan Papua juga berlangsung. Tapi, peringatan hanya berjalan melalui ibadah karena tekanan militer. "Hentikan operasi militer di Nduga yang penuh kekerasan dan penindasan," kata dia.

Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Pranadipa Ricko Syahputra menyebutkan pemerintah Indonesia seharusnya mengakui bahwa Papua Barat telah merdeka sejak 1 Desember 1961.

Indonesia dan PBB, kata dia, harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam menentukan nasib sendiri, meluruskan sejarah, dan menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap masyarakat Papua Barat.

Ia menuturkan PBB harus membuat resolusi untuk mengembalikan kemerdekaan Papua Barat sesuai hukum internasional. "Hentikan beragam diskriminasi rasis dan kolonialisasi Indonesia di Papua Barat," kata dia. [Tempo]
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget