Halloween Costume ideas 2015
Latest Post

Banda Aceh – Senator DPD RI asal Aceh, Sudirman alias Haji Uma, menyesalkan kasus pemukulan geuchik dan teungku imuem oleh oknum polisi saat mencari kelompok Din Minimi.

“Bek lee na akai lagee masa konflik. Hal-hal lagee nyan kajeut tinggalkan (Jangan ada lagi seperti masa konflik, hal-hal seperti itu sudah bisa ditinggalkan),” kata Haji Uma kepada wartawan mediaaceh.co, Sabtu 26 Desember 2015.

“Konflik sudah selesai. Tidak ada tindakan salah sasaran lagi,” ujarnya lagi.

Haji Uma meminta Kapolda untuk mengambil tindakan tegas kepada oknum yang melanggar SOP tersebut.

“Saya meminta kepada Kapolda untuk mengambil tindakan sesuai dengan UU yang berlaku. Saya meminta kepada Kapolda Aceh untuk menjelaskan transparansi kepada masyarakat termasuk pers terkait anggotanya yang bertindak menyalahi prosedur ini,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Tengku Imum dan Geuchik Desa Seneubok Bayu, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur, ditempeleng oknum polisi karena tak memberitahukan keberadaan kelompok Din Minimi, Kamis malam 24 Desember 2015. Kabar ini kemudian menjadi heboh setelah beberapa media memberitakan insiden tersebu.
 

AMP - 11 Tahun lalu, Aceh dilanda gempa bumi dan tsunami hebat. Ratusan orang meregang nyawa akibat bencana yang terjadi 26 Desember 2004 silam.

Pada saat yang sama di Prigen, Jawa Timur lahir seekor orang utan berjenis kelamin perempuan. Sesuai nama bencana di Tanah Rencong, satwa langka ini pun diberi nama Nami.

Marketing Manager Taman Safari Bali Nava Dien mengatakan, sejak 7 tahun lalu, Nami menjadi bagian keluarga besar Taman Safari Bali dan ulang tahunnya selalu dirayakan.

"Nami di Taman Bali Safari sudah menjadi keluarga sejak 7 tahun lalu," ucap Nava di Taman Safari Bali, Gianyar, Bali, Sabtu (26/12/2015).Ulang tahun ke-11 Nami ini dirayakan cukup sederhana. Namun, keceriaan nampak terpancar. Ia terlihat semringah kala kue ulang tahun yang terbuat dari buah-buahan disajikan untuknya.

Bak manusia, Nami pun kegirangan. Apalagi, buah-buahan yang dirangkai mirip kue tar itu disajikan sambil diiringi lagu Selamat Ulang Tahun.

Pengunjung pun ikut senang. Anak-anak yang tengah berlibur bersama keluarganya tak mau melewatkan momen langka tersebut. Mereka larut dalam kegembiraan di hari jadi Nami.

Nami tak sendiri, teman setianya, Nova, selalu berada di dekatnya sepanjang Nami mengarungi kehidupan.

"Nova orang utan Sumatera yang sudah 5 tahun belakangan menemani Nami," pungkas Nava.[Liputan6]

AMALIAH (42) tak hentinya mengusap kepala gadis remaja itu di pangkuannya. Sesekali ia menyapu deraian air mata yang mengalir di wajahnya. Momen itu seolah menyiratkan ada kerinduan mendalam tersimpan lama di antara keduanya.
“Saya tak tahu harus berkata apa, namun saya sangat bersyukur kepada Allah karena bisa dipertemukan lagi dengan anak saya tercinta,” kata wanita itu didampingi suaminya, Septi Rangkuti (52). Rabu (6/8). Jamaliah, warga Desa Paringgonan, Padang Lawas, Padang Sidempuan, Sumatera Utara merasakan sebuah keajaiban.

Seperti mimpi yang hadir tiba-tiba. Ia kembali bertemu anaknya Raudhatul Jannah yang hilang saat bencana tsunami melanda Aceh 2004 silam. Pertemuan anak-ibu ini penuh liku yang membutuhkan waktu sepuluh tahun lamanya. Keduanya dipisahkan jarak beratus-ratus kilometer antara Aceh dan Sumatera Utara. Sementara sang anak, Raudhatul Jannah yang sudah beranjak remaja ternyata selama ini tinggal di Pulau Kayu, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), diasuh seorang warga setempat. Bahkan kini ia telah berganti nama menjadi Wenni.

Saat dinyatakan hilang, Raudhatul Jannah masih berusia 4,5 tahun. Sementara pasangan Jamaliah dan Septi Rangkuti ketika bencana tsunami menerjang Aceh menetap di Lorong Kangkung, Desa Panggong, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat sebelum akhirnya pindah ke Sumatera Utara.

Pertemuan antara ibu dan anak itu bermula dari sebuah mimpi abang kandung suaminya, Zainuddin, yang tinggal di Blangpidie, Kabupaten Abdya sekitar satu bulan lalu. Dalam mimpinya, Zainuddin bertemu dengan seorang siswi SD yang baru pulang sekolah mengenakan jilbab. Tiba-tiba rambut anak itu jatuh ke pangkuannya yang membuat ia terbangun dari tidur.

Zainuddin diliputi rasa penasaran dengan mimpinya itu. Di suatu hari setelah mimpi itu terjadi, ia pergi mengisi pulsa telepon di sebuah kios yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Di saat itulah ia melihat seorang siswi SD baru saja pulang sekolah sambil membawa rapor bertemu orangtuanya. Zainuddin merasakan firasat lain karena kejadian itu hampir sama dengan apa yang dialami dalam mimpinya. Tak berapa lama kemudian, pemilik kios memberitahu bahwa anak perempuan dengan rapor sekolah di tangannya itu adalah yatim piatu korban tsunami.

Zainuddin makin penasaran. Ia lalu mecoba menoleh ke arah anak itu. Betapa ia kaget seketika. Wajah sang anak sangat mirip dengan adik kandungnya, Septi Rangkuti yang kini tinggal di Sumatera Utara.

“Setelah kejadian itu sang abang terus terbayang wajah anak itu dan ia berfirasat bahwa anak tersebut adalah anak adiknya yang hilang ketika musibah tsunami,” tutur Jamaliah.
Merasa yakin, Zainuddin kemudian semakin bersemangat mencari tahu informasi tentang anak tersebut. Sebuah berita kemudian sampai ke telinganya, bahwa remaja putri bernama Weni itu adalah korban tsunami yang terdampar di Pulau Banyak, Aceh Singkil dan sempat dirawat oleh satu keluarga nonmuslim di kawasan Ujung Sialit.

Namun entah bagaimana ceritanya, Wenni kemudian diasuh seorang wanita tua yang selama ini tak memiliki anak di Susoh, Abdya, dan merawatnya seperti anak sendiri.
Dalam kesehariannya, Wenni juga kerap mendapat uang jajan dari usahanya mencari botol minuman bekas untuk dijual di samping mencari lokan untuk membantu keluarga.
Zainuddin semakin yakin dengan firasat mimpinya dan menduga Wenni adalah benar keponakannya. Tak menunggu lama, akhirnya lelaki itu menelepon Jamaliah dan Septi Rangkuti agar ke Blangpidie untuk memastikan anak tersebut adalah anaknya yang hilang sepuluh tahun silam akibat bencana tsunami.

“Selama ini saya dan suami berfirasat anak saya masih hidup,” ujar Jamaliah.
Akhirnya bertemulah Wenni dengan pasangan suami istri itu. Dalam pertemuan itu Jamaliah merasa tersentak saat Wenni mengaku ia terdampar di Pulau Banyak bersama abang kandungnya bernama Arif Pratama Rangkuti di atas sebuah papan besar. Ingatan Jamaliah langsung tertuju pada peristiwa bencana tsunami 2004 silam.

Saat mereka terjebak tsunami, suaminya kala itu sempat menaikkan kedua anaknya ke sebuah papan besar. Namun naas mereka hanyut terbawa air dan menghilang. Sejak saat itu, Jamaliah dan suaminya serta seorang anaknya yang lain berpisah dengan keduanya. Hingga sepuluh tahun lamanya, kini Jamaliah kembali bertemu anaknya Raudhatul Jannah, tanpa sang abang, Arif Pratama Rangkuti.
Jamaliah mengaku sudah melaporkan kasus ini ke Mapolres Aceh Barat untuk memastikan Raudhatul Jannah adalah anak kandungnya. Untuk memastikan kebenarannya polisi pun berupa akan melakukan tes DNA guna memastikan apakah remaja perempuan bernama Weni ini adalah benar anak kandungnya yang sah.

“Kalau ada rejeki, saya juga akan ke Pulau Banyak untuk mencari anak laki-laki saya. Apalagi anak saya yang perempuan ini mengaku abangnya masih hidup,” kata Jamaliah berderai air mata.

Sumber: Serambi Indonesia

AMP - Apa jadinya bila seorang presiden, yang tengah berada dalam perjalanan, lalu melihat rakyatnya ingin bunuh diri?

Apakah ia diam saja, atau memilih pengawalnya berhenti lalu menyelamatkan pria itu?

Itu dialami oleh seorang Recep Tayyip Erdogan.

Pada Jumat (25/12/2015) kemarin, Presiden Turki ini sedang dalam mobil kepresidenan menuju masjid untuk melaksanakan salat Jumat.

Selaiknya perjalanan presiden, ia berada dalam konvoi mobil-mobil pengawal presiden.

Tapi, di tengah jalan, Erdogan melihat seorang pria yang hendak meloncat dari jembatan.

Dikutip dari The Daily Mail, diduga, pria itu hendak melakukan usaha bunuh diri.

Erdogan lantas meminta pengawalnya menghentikan konvoi.

Ia lalu meminta para pengawalnya untuk membawa pria itu kepadanya.

Usaha itu berhasil. Pengawal Erdogan menarik orang itu dari jembatan, lalu mengajaknya bertemu Erdogan.

Entah apa yang dikatakan Erdogan kepada orang itu.

Tapi terlihat pria itu senang bertemu Erdogan. Ia pun sempat mencium tangan sang presiden.

Presiden juga manusia yang punya rasa kepedulian terhadap rakyat yang ia pimpin. Dan Erdogan sekiranya sudah menunjukkan hal itu. {TRB}

Warga melihat tulisan pada batu nisan seusai berdoa dan menabur bunga di kuburan massal korban gempa dan tsunami, Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, dalam peringatan sembilan tahun tsunami Aceh, Kamis (26/12/2013). Gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 silam menyebabkan sekitar 230.000 korban meninggal serta ratusan ribu bangunan rusak.
AMP -  Sebelas tahun sudah musibah tsunami melanda Aceh berlalu tepatnya pada 26 Desember 2004.

Mengenang peristiwa yang memilukan itu, banyak warga Aceh yang meluapkan kenangannya akan anggota keluarga yang menjadi korban dalam peristiwa yang melululantakan kota Banda Aceh itu.

Mereka mengunggah foto hingga menuliskan kenangan mereka akan sosok anggota keluarga tercinta mereka di akun media sosial.

"Sampai saat ini kami tak tau dimana jasadmu adinda kami, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu,” tulis Anwar Ebtadi, melalui akun Facebooknya.

Senada dengan Teuku Kamal Sulaiman. Dia juga menuliskan kenangan 11 tahun silam di mana dia kehilangan sang istri. Kamal pun tak kuasa menahan haru kala sang anak kerap menanyakan kubur ibunya yang tak pernah ditemukan itu.

Sosmed lain seperti Instagram juga mengunggah banyak foto baik tentang parahnya bencana masa maupum bangunan kokoh Museum Tsunami yang kini didirikan di ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh.

Bagi masyarakat Aceh, 26 Desember merupakan hari bersejarah dimana sebuah bencana alam terdahsyat terjadi sekira pukul 08.00 wib pagi.

Gempa berkekuatan 88. 9 SR mengguncang daratan pesisir Aceh ddisusul dua kali gelombang tsunami dahsyat yang menyapu habis sebagian besar pesisir Aceh. Total lebih dari 100.000 orang dinyatakan tewas dalam bencana alam itu. 

KOMPAS

Tgk Imum Mukhtar bersama Faisal  Keuchik Gampong Seunebok Bayu, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur
AMP - Terkait pemukulan terhadap Tgk Imum Mukhtar (45) dan Faisal (40), Keuchik Gampong Seunebok Bayu, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur oleh oknum aparat kepolisian berimbas kepada masyarakat sehingga desa tersebut sampai saat ini masih mencekam, Jumat, 25 desember 2015.

Tgk Imum Mukhtar kepada reporter statusaceh.net mengaku dirinya didatangi oleh sejumlah aparat kepolisian kerumahnya dan diseret ke sebuah warung bersama dengan Keuchik setempat yang menanyakan keberadaan kelompok bersenjata Din Minimi.

Menurut Mukhtar dirinya bersama Keuchik di sekap oleh aparat lebih kurang Satu jam tiga puluh menit, ditempat yang sama dan pertanyaan yang sama di ajukan oleh aparat kepada meraka, namun belum selesai bertanya tonjokan aparatpun menimpa di kepalanya.

"Kenapa pak Keuchik tidak melapor ada anggota Din Minimi disini, belum habis bertanya pukulan aparat pun terjun kekepalanya"tutur Mukhtar 
 
Setelah selasai bertanya kepada pak Keuchik aparat juga bertanya hal yang sama kepada saya sambil menampar kami berdua. ulasnya.

Sementara, Mukhtar pasca penyekapannya yang dilakukan aparat sampai saat ini tidak berani pulang kerumah, dikarenakan takut kepada aparat, bukan hanya Mukhtar, masyarakat gampong setempat banyak yang sudah meninggalkan desa dikarenakan trauma dengan tindakan aparat kepolisian yang melakukan penyisiran di desanya.

Tgk Imum Mukhtar juga menambahkan, setelah di introgasi disebuah warung sekitar jam 09:30 hingga jam 11:00 WIB Kamis malam (23/12) dirinya diperintahkan oleh Aparat kepolisian untuk melakukan pengemuman di Menasah dengan nada menghimbau kepada seluruh masyarakat bila melihat orang yang membawa senjata agar melaporkan ke pos terdekat.

Pengemuman tersebut disuruh ulangi hingga sepuluh kali oleh aparat, selesainya Tgk imum disuruh besok hari untuk melapor ke Polres Aceh Timur.

Tiba ke esokan Hari (Kamis, 24/12) Tgk Imum bersama Keuchik menuju Polres, namun lucunya orang Polrespun menanyakan kepada kami, ada apa kalian kesini, dan mau buat laporan apa? ujar Tgk Mukhtar.
Sampai berita ini di diturunkan, Pihak Polres Aceh Timur belum bisa di hubungi.
 
Sumber: statusaceh.net

AMP - Kasus pengejaran kelompok Din Minimi yang di lakukan oleh ratusan aparat kepolisian sampai saat ini belum juga membuahkan hasil tentang keberadaan dan juga penangkapannnya.

Namun dampak dari pengejaran Din Minimi tersebut mulai berimbas kepada masyarakat sipil, ya salah satunya terjadi di Seneubok Bayu Kecamatan Banda Alam Aceh Timur.

Seperti dikutip di AJNN.NET Tengku Imum dan Keuchik Desa tersebut ditempeleng oknum polisi karena tak memberitahukan keberadaan kelompok Din Minimi, Kamis (24/12) kemarin.

Informasi tersebut diperoleh AJNN dari Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin yang mengaku mendapatkan laporan dari Mukim Keude dan Tengku Imum.

Menurut Safaruddin, peristiwa itu terjadi saat aparat kepolisian melintasi kampung mereka untuk memburu Din Mini.

"Namun karea tak diberitahu, mereka ditempeleng di depan umum,"katanya, Jumat (25/12).

Safar menyebutkan tindakan ini bukan yang pertama kali terjadi di Aceh khususnya terkait pengejaran kelompok Din Minimi.

"Beberapa bulan yang lalu kami melakukan investigasi ke Geureudong Pasee di kampung halaman Ridwan yang tewas ditembak di rumahnya, dari informasi masyarakat juga menyampaikan hal demikian, Keuchik sampai disuruh tiarap di aspal," katanya. 

 Selanjutnya Direktur YARA menyebutkan kondisi seperti ini mengingatkan akan Aceh pada masa konflik dulu, dan hal seperti ini yang kemudian menjadikan konflik semakin meluas dikarenakan orang-orang mulai takut kepada aparat kepolisian, dan memilih bergabung dengan kelompok sipil bersenjata agar mereka dapat melindungi diri dari arogansi aparat keamanan.

"Kami mengecam tindakan kepolisian yang bertindak arogan dan brutal terhadap masyarakat sipil, ini menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran HAM secara sistematis dan massif terhadap warga Aceh," katanya kepada AJNN, Jumat (25/12)

YARA medesak Kapolda untuk bertanggung jawab dan menindak anggotanyayang bersikap arogan dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Safar tindakan kekerasan yang terjadi seperti di Desa Seunebok Bayu itu dapat menyulut api konflik dalam masyarakat Aceh yang masih trauma dengan situsi konflik pada pasca MoU Helsinki.

"Kami juga mendesak Gubernur, DPR Aceh agar memanggil Kapolda untuk mengevaluasi pelaksanaan operasi-operasi yang telah menelan korban jiwa di Aceh seperti penembakan Beuriujuek dan Ridwan yang terindikasi pelanggaran HAM. Jika pemerintah tidak bergerak melakukan tindakan preventif atas arogansi aparat keamanan dilapangan maka jangan salahkan ketika masyarakat bergerak menurut caranya sendiri," ujarnya.

Safar menyebutkan, berdasarkan informasi yang ia peroleh saat ini masyarakat setempat mulai mengungsi keluar meninggalkan desa mereka karena takut akan dipukuli oleh anggota polisi yang sedang mencari Din Minimi.

"Kondisi masya saat ini seperti 'pliek lam peunerah', terjepit kiri kanan, jika mereka melaporkan mereka akan ditembak oleh kelompok yang dikejar oleh polisi, sedangkan jika tidak melaporkan maka akan di pukuli oleh polisi,"katanya.

Direktur YARA mengatakan, kondisi seperti ini mengingatkan akan Aceh pada masa konflik dulu, dan hal seperti ini yang kemudian menjadikan konflik semakin meluas dikarenakan orang-orang mulai takut kepada aparat kepolisian, dan memilih bergabung dengan kelompok sipil bersenjata agar mereka dapat melindungi diri dari arogansi aparat keamanan. [Red]

Koordinator YARA Safaruddin Foto:Yara.or.id
AMP - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mengecam tindakan oknum polisi yang memukul Tengku Imum dan Keuchik Desa Seneubok Bayu Kecamatan Banda Alam , Aceh Timur, Kamis (24/12) kemarin.

Direktur YARA menyebutkan kondisi seperti ini mengingatkan akan Aceh pada masa konflik dulu, dan hal seperti ini yang kemudian menjadikan konflik semakin meluas dikarenakan orang-orang mulai takut kepada aparat kepolisian, dan memilih bergabung dengan kelompok sipil bersenjata agar mereka dapat melindungi diri dari arogansi aparat keamanan.

"Kami mengecam tindakan kepolisian yang bertindak arogan dan brutal terhadap masyarakat sipil, ini menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran HAM secara sistematis dan massif terhadap warga Aceh," katanya kepada AJNN, Jumat (25/12)

YARA medesak Kapolda untuk bertanggung jawab dan menindak anggotanyayang bersikap arogan dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Safar tindakan kekerasan yang terjadi seperti di Desa Seunebok Bayu itu dapat menyulut api konflik dalam masyarakat Aceh yang masih trauma dengan situsi konflik pada pasca MoU Helsinki.

"Kami juga mendesak Gubernur, DPR Aceh agar memanggil Kapolda untuk mengevaluasi pelaksanaan operasi-operasi yang telah menelan korban jiwa di Aceh seperti penembakan Beuriujuek dan Ridwan yang terindikasi pelanggaran HAM. Jika pemerintah tidak bergerak melakukan tindakan preventif atas arogansi aparat keamanan dilapangan maka jangan salahkan ketika masyarakat bergerak menurut caranya sendiri," ujarnya 

Sumber: AJNN.NET
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget