AMP - Kelompok bersenjata di Papua semakin nekad. Selain membakar sejumlah kios, mereka juga melarang 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, saat ini di Kampung Kimbely terdapat sekitar 300 warga non-Papua yang sebelumnya bekerja sebagai pendulang emas dan pedagang oleh kelompok bersenjata dilarang bepergian keluar kampung tersebut,” kata Boy, Kamis (9/11/2017).
Menanggapi kondisi Papua tersebut, pengamat politik dan militer Indro S Tjahyono menduga ada permainan oknum-oknum PT. Freeport dalam peristiwa tersebut.
Menurutnya, ada segelintir orang Papua mengambil momentum ketika ada transfer dari Kontrak Kerja ke perijinan. “Memang lahan udah becek karena berbagai pihak bermain,” ujar Indro.
Menurutnya, oknum tentara juga ada yang bermain bahwa hanya mereka yang bisa redam kerusuhan, bukan orang sipil atau polisi/Brimob. “Daripada uang lari ke Jakarta dan tetap ribut, ada yang memberikan iming-iming ke orang asli,” tutur Indro.
BIN
Saat ditanya bagaimana seharusnya Jokowi bersikap, Indro meminta untuk mengefektifkan kerja BIN yang selama ini dipakai untuk bermain posisi tawar politisi elit. Harus ada fakta yang sahih pihak mana saja yang bermain. “OPM itu udah lumpuh kok bisa hidup lagi. Pasti ada yang main,” ujarnya.
Sementara itu Presidium Pergerakan Andrianto mengemukakan, apa yang terjadi d Papua cerminan lemahnya pemerintahan Jokowi. “Dulu hal ini tidak pernah terjadi. Apalagi Jokowi selalu gembar-gembor pembangunan Papua,” ujar Andrianto.
Menurutnya, titik lemahnya di intelijen dalam hal ini BIN yang gagal merespon situasi dan kondisi Papua. “Karena gagal, Jokowi mesti copot Kepala BIN. Kalau tidak Papua akan terus bergolak,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, Pangi Syawri Chaniago mengemukakan, seharusnya pemerintah tidak melakukan semantik terhadap gerakan orang-orang jahat, yang secara jelas menyandera lebih dari 1.000 orang.
"Memang negara punya strategi apakah pendekatan soft atau pendekatan militer. Namun yang jelas pemerintah terbukti lamban eksekusi terkait penyanderaan 1.000 lebih warga Papua, kata Pangi.
Ditambahkan lagi, "Kita yakin TNI bisa segera membebaskan sandera, kalau polisi kita tidak terlalu berharap banyak. Kapan perlu perintah pasukan khusus seperti Densus 88 untuk operasi pembebasan sandera. Ini kan teroris yang nyata, nyalinya densus harus dibuktikan untuk melumpuhkan terorisme di Papua," pungkas Pangi. (konfrontasi.com)
Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, saat ini di Kampung Kimbely terdapat sekitar 300 warga non-Papua yang sebelumnya bekerja sebagai pendulang emas dan pedagang oleh kelompok bersenjata dilarang bepergian keluar kampung tersebut,” kata Boy, Kamis (9/11/2017).
Menanggapi kondisi Papua tersebut, pengamat politik dan militer Indro S Tjahyono menduga ada permainan oknum-oknum PT. Freeport dalam peristiwa tersebut.
Menurutnya, ada segelintir orang Papua mengambil momentum ketika ada transfer dari Kontrak Kerja ke perijinan. “Memang lahan udah becek karena berbagai pihak bermain,” ujar Indro.
Menurutnya, oknum tentara juga ada yang bermain bahwa hanya mereka yang bisa redam kerusuhan, bukan orang sipil atau polisi/Brimob. “Daripada uang lari ke Jakarta dan tetap ribut, ada yang memberikan iming-iming ke orang asli,” tutur Indro.
BIN
Saat ditanya bagaimana seharusnya Jokowi bersikap, Indro meminta untuk mengefektifkan kerja BIN yang selama ini dipakai untuk bermain posisi tawar politisi elit. Harus ada fakta yang sahih pihak mana saja yang bermain. “OPM itu udah lumpuh kok bisa hidup lagi. Pasti ada yang main,” ujarnya.
Sementara itu Presidium Pergerakan Andrianto mengemukakan, apa yang terjadi d Papua cerminan lemahnya pemerintahan Jokowi. “Dulu hal ini tidak pernah terjadi. Apalagi Jokowi selalu gembar-gembor pembangunan Papua,” ujar Andrianto.
Menurutnya, titik lemahnya di intelijen dalam hal ini BIN yang gagal merespon situasi dan kondisi Papua. “Karena gagal, Jokowi mesti copot Kepala BIN. Kalau tidak Papua akan terus bergolak,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, Pangi Syawri Chaniago mengemukakan, seharusnya pemerintah tidak melakukan semantik terhadap gerakan orang-orang jahat, yang secara jelas menyandera lebih dari 1.000 orang.
"Memang negara punya strategi apakah pendekatan soft atau pendekatan militer. Namun yang jelas pemerintah terbukti lamban eksekusi terkait penyanderaan 1.000 lebih warga Papua, kata Pangi.
Ditambahkan lagi, "Kita yakin TNI bisa segera membebaskan sandera, kalau polisi kita tidak terlalu berharap banyak. Kapan perlu perintah pasukan khusus seperti Densus 88 untuk operasi pembebasan sandera. Ini kan teroris yang nyata, nyalinya densus harus dibuktikan untuk melumpuhkan terorisme di Papua," pungkas Pangi. (konfrontasi.com)
loading...
Post a Comment