Jember (kabarsatu) --Lembaga Bahsul Masa'il Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LBM PCNU) Kabupaten Jember menyatakan, bahwa salat Jumat di jalan saat aksi demonstrasi 2 Desember 2016 diperbolehkan.
LBM adalah lembaga membahas masalah-masalah tematik terkait kehidupan sosial dan beragama di Indonesia dari sudut pandang hukum agama atau fikih. LBM NU Jember membahas masalah hukum salat Jumat di ruang musyawarah PCNU Jember, Sabtu (26/11/2016) kemarin.
Dalam surat resminya, Ketua Tim LBM PCNU Jember Muhammad Syukri Rifa'i menyatakan, pembahasan itu terkait dengan pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar NU KH. Said Agil Siradj bahwa salat Jumat di jalan raya tidak sah menurut mazhab Imam Syafi�i dan Maliki.
Di sisi lain, LBM PBNU, seperti diberitakan NU Online pada tanggal 24 November 2016, memutuskan bahwa salat Jumat di jalan sah menurut mayoritas ulama kecuali Imam Malik, tetapi haram disebabkan mengganggu ketertiban umum dan membuat kemacetan.
Tak ingin masyarakat bingung, Tim LBM PCNU pun mengambil inisiatif pembahasan. Dari pembahasan tersebut diambil enam sikap.
Apa saja? Pertama, fatwa hukum yang dikeluarkan PBNU tentang hukum salat Jumat di jalan tidak sesuai dengan momentum yang tepat dalam situasi saat ini, sehingga menimbulkan preseden buruk terhadap jam'iyah NU.
Kedua, fatwa hukum yang dikeluarkan PBNU harus didasarkan pada kajian mendalam dan komprehensif, sehingga tingkat akurasinya tidak diragukan.
"Ketiga, bahwa kata 'abniyah' dalam bab salat Jumat di kitab-kitab fikih klasik bermakna pemukiman penduduk, bukan bangunan atau masjid, sehingga tidak tepat dijadikan alasan pelarangan salat Jumat di luar masjid," kata Syukri.
Keempat, mayoritas ulama yang terdiri dari mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali sepakat bahwa salat Jumat tidak harus dilakukan di dalam masjid atau bangunan tertentu, selagi dalam area pemukiman penduduk.
Kemakruhan (boleh atau tidaknya) salat di jalan raya berlaku dalam konteks kondisi normal. ketika seseorang tiba-tiba salat di tengah jalan, sehingga mengganggu orang lain.
"Adapun dalam konteks demonstrasi 212 ketika jalan raya sudah diatur untuk digunakan para peserta demonstrasi dalam rangka menggunakan hak menyatakan pendapat, sebagaimana diatur dan dijamin konstitusi, maka unsur kemakruhan atau keharaman tersebut tidaklah terpenuhi," kata Syukri.
"Mengharamkan salat di jalan raya dengan illat mengganggu pengguna jalan berkonsekuensi pula pada pengharaman seluruh aksi demonstrasi, pawai, dan sejenisnya yang berarti juga menentang hak warga negara sebagaimana sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan," kata Syukri dalam surat resminya. beritajatimcom[kabarsatunews.com]
loading...
Post a Comment