Seorang polisi perbatasan Bangladesh berjaga-jaga di antara para pengungsi Rohingya asal Rakhine, Myanmar. Foto / REUTERS |
AMP- Pihak berwenang Bangladesh mengaku telah mengirim 20 perahu yang berisi sekitar 150 warga Muslim Rohingya kembali ke Myanmar. Ratusan warga Rohingya itu melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan dalam operasi militer di Rakhine.
Pemulangan ratusan Muslim Rohingya oleh otoritas Bangladesh dilakukan Selasa lalu. Bangladesh juga telah memanggil duta besar Myanmar untuk mennyampaikan “keprihatinan mendalam” terhadap operasi militer yang telah memaksa ribuan minoritas Muslim Rohingya melarikan diri desa-desa di perbatasan Myanmar dan Bangladesh.
Kementerian Luar Negeri Bangladesh menyatakan para warga Rohingya merupakan orang-orang yang putus asa, yang masuk ke negara tetangga demi mencari keselamatan dan tempat tinggal. Namun, Bangladesh juga kewalahan menampung banyaknya pengungsi Rohingya sehingga memulangkan sebagain dari mereka ke Myanmar.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian itu meminta Myanmar—sebelumnya dikenal sebagai Burma—untuk menjamin integritas perbatasan dan untuk menghentikan masuknya orang dari negara bagian Rakhine ke wilayah Bangladesh.
”Meskipun upaya tulus penjaga perbatasan untuk mencegah masuknya ribuan warga Myanmar yang tertekan, termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua, (mereka) terus menyeberangi perbatasan ke Bangladesh,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Bangladesh, seperti dikutip dari BBC, Kamis (24/11/2016).
”Ribuan lebih (warga Rohingya) telah berkumpul di perbatasan,” lanjut kementerian itu. Komunitas Rohingya yang jumlahnya sekitar satu juta jiwa, dianggao kelompok mayoritas Buddha Rakhine sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Mereka tidak mendapatkan hak kewarganegaraan dari pemerintah Myanmar meskipun sudah tinggal di Rakhine selama beberapa generasi.
Myanmar telah meluncurkan operasi keamanan besar-besaran setelah tiga pos polisi perbatasan diserang orang-orang bersenjata tak dikenal yang menewaskan sembilan polisi Myanmar pada 9 Oktober 2016. Beberapa pejabat pemerintah menyalahkan kelompok militan Rohingya sebagai pelakunya.
Awal pekan ini, Human Rights Watch merilis gambar satelit yang menunjukkan bahwa ratusan rumah telah dibakar dan dihancurkan di desa-desa komunitas Rohingya selama enam minggu terakhir. Namun, militer dan pemerintah Myanmar menyangkal telah membakar rumah-rumah dan membunuh warga Rohingya. Myanmar menuduh kelompok HAM telah membesar-besarkan apa yang terjadi di Rakhine. (Sindo)
Pemulangan ratusan Muslim Rohingya oleh otoritas Bangladesh dilakukan Selasa lalu. Bangladesh juga telah memanggil duta besar Myanmar untuk mennyampaikan “keprihatinan mendalam” terhadap operasi militer yang telah memaksa ribuan minoritas Muslim Rohingya melarikan diri desa-desa di perbatasan Myanmar dan Bangladesh.
Kementerian Luar Negeri Bangladesh menyatakan para warga Rohingya merupakan orang-orang yang putus asa, yang masuk ke negara tetangga demi mencari keselamatan dan tempat tinggal. Namun, Bangladesh juga kewalahan menampung banyaknya pengungsi Rohingya sehingga memulangkan sebagain dari mereka ke Myanmar.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian itu meminta Myanmar—sebelumnya dikenal sebagai Burma—untuk menjamin integritas perbatasan dan untuk menghentikan masuknya orang dari negara bagian Rakhine ke wilayah Bangladesh.
”Meskipun upaya tulus penjaga perbatasan untuk mencegah masuknya ribuan warga Myanmar yang tertekan, termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua, (mereka) terus menyeberangi perbatasan ke Bangladesh,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Bangladesh, seperti dikutip dari BBC, Kamis (24/11/2016).
”Ribuan lebih (warga Rohingya) telah berkumpul di perbatasan,” lanjut kementerian itu. Komunitas Rohingya yang jumlahnya sekitar satu juta jiwa, dianggao kelompok mayoritas Buddha Rakhine sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Mereka tidak mendapatkan hak kewarganegaraan dari pemerintah Myanmar meskipun sudah tinggal di Rakhine selama beberapa generasi.
Myanmar telah meluncurkan operasi keamanan besar-besaran setelah tiga pos polisi perbatasan diserang orang-orang bersenjata tak dikenal yang menewaskan sembilan polisi Myanmar pada 9 Oktober 2016. Beberapa pejabat pemerintah menyalahkan kelompok militan Rohingya sebagai pelakunya.
Awal pekan ini, Human Rights Watch merilis gambar satelit yang menunjukkan bahwa ratusan rumah telah dibakar dan dihancurkan di desa-desa komunitas Rohingya selama enam minggu terakhir. Namun, militer dan pemerintah Myanmar menyangkal telah membakar rumah-rumah dan membunuh warga Rohingya. Myanmar menuduh kelompok HAM telah membesar-besarkan apa yang terjadi di Rakhine. (Sindo)
loading...
Post a Comment