AMP - Satu-satunya rumah sakit yang tersisa di belahan timur Aleppo, yang dikuasai kelompok gerilyawan lokal, hancur dihantam serangan udara rezim berkuasa Suriah, Sabtu (19/11) waktu setempat. Sedikit 20 orang tewas dalam serangan ini.
Kini, sekitar 250 ribu warga kehilangan akses pengobatan dan kesehatan. Instalasi Gawat Darurat dan ruang bedah di RS Darurat Omar bin Abdul Aziz luluh lantak.
Sehari sebelumnya, "bom parasut" meledakkan empat rumah sakit berbeda di kota itu. "Mereka (rumah sakit itu) beberapa hari terakhir bolak-balik terkena sasaran (bom)," ujar David Nott, ahli bedah yang puluhan tahun bertugas di zona perang, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (20/11/2016).
"Saya selama bertugas belum pernah melihat pemandangan mengerikan seperti sekarang. Begitu banyak korban luka yang tergeletak begitu saja di lantai ICU. Mereka yang masih hidup atau pun yang sudah tak bernyawa bergelimpangan di sana," kata Nott, merujuk pada tragedi yang turut menewaskan dua dokter tersebut.
Nott yakin, rumah sakit mereka akan tetap jadi target operasi hingga seluruhnya ditutup permanen. "Rumah sakit (darurat) berulang kali buka-tutup. Entah di bawah tanah atau lokasi baru. Tapi, di tengah pengeboman dan pengepungan di mana-mana, saya ragu kami bisa kembali membuka pelayanan."
Serangan udara kemarin merupakan bagian dari operasi besar anti-ISIS yang dilancarkan pemerintah dan dibekingi Rusia selama tiga hari terakhir. Namun, Doctors Without Borders (MSF) mencatat, rumah sakit-rumah sakit di Aleppo sudah menjadi target lebih dari 30 bombardemen terpisah sejak Juli 2016. Alhasil, mereka bekerja seadanya. Tidak memungkinkan bagi mereka mengirim bantuan atau memasok kebutuhan RS.
Sekolah, jalan raya, dan permukiman juga menjadi sasaran bom untuk memaksa warga (oposisi) mengosongkan kota itu. Persediaan makanan dan obat-obatan yang ada diperkirakan habis dalam dua pekan ke depan.
“Lebih dari 150 penumpang sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Seluruh rumah sakit di wilayah itu diminta siaga," tutupnya. (Rimanews)
Kini, sekitar 250 ribu warga kehilangan akses pengobatan dan kesehatan. Instalasi Gawat Darurat dan ruang bedah di RS Darurat Omar bin Abdul Aziz luluh lantak.
Sehari sebelumnya, "bom parasut" meledakkan empat rumah sakit berbeda di kota itu. "Mereka (rumah sakit itu) beberapa hari terakhir bolak-balik terkena sasaran (bom)," ujar David Nott, ahli bedah yang puluhan tahun bertugas di zona perang, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (20/11/2016).
"Saya selama bertugas belum pernah melihat pemandangan mengerikan seperti sekarang. Begitu banyak korban luka yang tergeletak begitu saja di lantai ICU. Mereka yang masih hidup atau pun yang sudah tak bernyawa bergelimpangan di sana," kata Nott, merujuk pada tragedi yang turut menewaskan dua dokter tersebut.
Nott yakin, rumah sakit mereka akan tetap jadi target operasi hingga seluruhnya ditutup permanen. "Rumah sakit (darurat) berulang kali buka-tutup. Entah di bawah tanah atau lokasi baru. Tapi, di tengah pengeboman dan pengepungan di mana-mana, saya ragu kami bisa kembali membuka pelayanan."
Serangan udara kemarin merupakan bagian dari operasi besar anti-ISIS yang dilancarkan pemerintah dan dibekingi Rusia selama tiga hari terakhir. Namun, Doctors Without Borders (MSF) mencatat, rumah sakit-rumah sakit di Aleppo sudah menjadi target lebih dari 30 bombardemen terpisah sejak Juli 2016. Alhasil, mereka bekerja seadanya. Tidak memungkinkan bagi mereka mengirim bantuan atau memasok kebutuhan RS.
Sekolah, jalan raya, dan permukiman juga menjadi sasaran bom untuk memaksa warga (oposisi) mengosongkan kota itu. Persediaan makanan dan obat-obatan yang ada diperkirakan habis dalam dua pekan ke depan.
“Lebih dari 150 penumpang sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Seluruh rumah sakit di wilayah itu diminta siaga," tutupnya. (Rimanews)
loading...
Post a Comment