AMP - Pria itu mengambil air dalam sebuah guci, yang tertutup beton. Hanya terdapat sebuah lobang di dindingnya. Sepotong tongkat kayu diikatkan di gagang gayung agar sampai ke dalam guci. Jarak muka lobang dengan guci sekitar semeter.
Berpeci putih, dia kemudian menuangkan air dari gayung ke dalam dua gelas yang telah disediakan. Masing-masing untuk dua perempuan yang sedari tadi menunggu di sampingnya. Mereka langsung meminumnya.
Air dalam guci dipercaya warga setempat bisa menyembuhkan penyakit. Uniknya, air guci itu kelihatan bersih. Bahkan, jika air berwana kuning dimasukkan ke dalam guci, berubah menjadi bening.
Guci berusia ratusan tahun itu terletak di samping pintu Masjid Tgk Dipucok Krueng Beuracan Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya.
Masjid bersejarah ini dibangun pada masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1622 oleh Teungku Muhammad Salim.
Teungku Muhammad Salim, seorang ulama dari Madinah, Arab Saudi. Ia datang ke Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh bersama Teungku Japakeh dan Malem Dagang dalam rangka pengembangan ajaran Islam.
Setiba di Meureudu, Teungku Muhammad Salim menetap di hulu sungai Pucok Krueng. Oleh karena itu, ia digelar dengan Teungku Dipucok Krueng. Nama itu kemudian menjadi nama masjid yang dibangunnya.
Kini, dalam kompleks yang sama terdapat dua bangunan masjid. Di samping masjid lama, ada sebuah masjid baru. Namun saat pelaksaan shalat jamaah, hanya seorang imam dari dua masjid itu.
Akibat gempa yang mengguncang Aceh berkekuatan 6,5 Skala Richter, Rabu lalu, kedua masjid itu terpisah.
Sebuah lobang kedalaman dua meter dan lebar semeter menganga di antara keduanya. Lobang itu memanjang membentuk garis sepanjang 30 meter.
Menurut penuturan panitia masjid, Hamri (54 tahun) kepada acehkita.com kemarin, ketika gempa terjadi dari dalam lobang itu keluar lumpur.
Struktur tanah di areal masjid baru juga ikut turun sekitar 50 sentimeter. “Tanah di sini juga terlihat turun. Lantai masjid pecah-pecah,” terang Hamri.
Sebuah alat berat terlihat sibuk menimbun kedalaman lobang. Puluhan timbunan pasir telah disediakan. Pasir sungai itu diangkut oleh beberapa truk.
Selain itu, beberapa sudut masjid juga ikut hancur akibat gempat. Seperti terlihat di dinding persis mimbar masjid terletak. Dinding itu roboh. Beton berserakan.
Sejak dibangun 354 tahun lalu, masjid ini pernah dipugar sebanyak dua kali. Pertama tahun 1947 dan kedua tahun 1990 oleh Bidang Kemeseuman Sejarah Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Aceh.
Pemugaran itu memperbaiki dinding, tiang dan atap mesjid yang rusak.
“Mungkin setelah gempa seperti ini, akan ada pemugaran untuk ketiga kalinya,” ujar Hamri sambil berjalan menuju tempat lobang yang tengah ditimbun. []
Sumber: acehkita.com
Berpeci putih, dia kemudian menuangkan air dari gayung ke dalam dua gelas yang telah disediakan. Masing-masing untuk dua perempuan yang sedari tadi menunggu di sampingnya. Mereka langsung meminumnya.
Air dalam guci dipercaya warga setempat bisa menyembuhkan penyakit. Uniknya, air guci itu kelihatan bersih. Bahkan, jika air berwana kuning dimasukkan ke dalam guci, berubah menjadi bening.
Guci berusia ratusan tahun itu terletak di samping pintu Masjid Tgk Dipucok Krueng Beuracan Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya.
Masjid bersejarah ini dibangun pada masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1622 oleh Teungku Muhammad Salim.
Teungku Muhammad Salim, seorang ulama dari Madinah, Arab Saudi. Ia datang ke Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh bersama Teungku Japakeh dan Malem Dagang dalam rangka pengembangan ajaran Islam.
Setiba di Meureudu, Teungku Muhammad Salim menetap di hulu sungai Pucok Krueng. Oleh karena itu, ia digelar dengan Teungku Dipucok Krueng. Nama itu kemudian menjadi nama masjid yang dibangunnya.
Kini, dalam kompleks yang sama terdapat dua bangunan masjid. Di samping masjid lama, ada sebuah masjid baru. Namun saat pelaksaan shalat jamaah, hanya seorang imam dari dua masjid itu.
Akibat gempa yang mengguncang Aceh berkekuatan 6,5 Skala Richter, Rabu lalu, kedua masjid itu terpisah.
Sebuah lobang kedalaman dua meter dan lebar semeter menganga di antara keduanya. Lobang itu memanjang membentuk garis sepanjang 30 meter.
Menurut penuturan panitia masjid, Hamri (54 tahun) kepada acehkita.com kemarin, ketika gempa terjadi dari dalam lobang itu keluar lumpur.
Struktur tanah di areal masjid baru juga ikut turun sekitar 50 sentimeter. “Tanah di sini juga terlihat turun. Lantai masjid pecah-pecah,” terang Hamri.
Sebuah alat berat terlihat sibuk menimbun kedalaman lobang. Puluhan timbunan pasir telah disediakan. Pasir sungai itu diangkut oleh beberapa truk.
Selain itu, beberapa sudut masjid juga ikut hancur akibat gempat. Seperti terlihat di dinding persis mimbar masjid terletak. Dinding itu roboh. Beton berserakan.
Sejak dibangun 354 tahun lalu, masjid ini pernah dipugar sebanyak dua kali. Pertama tahun 1947 dan kedua tahun 1990 oleh Bidang Kemeseuman Sejarah Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Aceh.
Pemugaran itu memperbaiki dinding, tiang dan atap mesjid yang rusak.
“Mungkin setelah gempa seperti ini, akan ada pemugaran untuk ketiga kalinya,” ujar Hamri sambil berjalan menuju tempat lobang yang tengah ditimbun. []
Sumber: acehkita.com
loading...
Post a Comment