AMP - Pemerintah Aceh dilaporkan punya dana yang parkir di bank sebesar Rp 1,4 triliun sehingga memunculkan pertanyaan dari salah seorang anggota DPRA, Murdani.
“Menteri Keuangan, Sri Muliani mempertanyakan kepada Pemerintah Aceh tentang dana Rp 1,4 triliun yang terparkir di bank. Kami juga belum pernah dengar dari pihak eksekutif, dana apa itu,” begitu pertanyaan Murdani dalam sidang paripurna khusus pengesahan 15 Raqan Prolega 2017 DPRA di Gedung Utama DPRA, Senin (19/12).
Mengutip informasi dari Menteri Keuangan, daerah-daerah yang menyimpan dana pembangunan di bank dalam jumlah besar, penyaluran dana alokasi umum (DAU) akan ditunda sampai daerah itu menggunakan dana pembangunan daerahnya yang masih diparkir di bank.
Kata Murdani, ada delapan provinsi yang memarkirkan dana pembangunan daerahnya di bank. Rinciannya, Aceh Rp 1,4 triliun, DKI Jakarta Rp 13,9 triliun, Jawa Barat Rp 8,034 triliun, Jawa Timur Rp 3,9 triliun, Riau Rp 2,86 triliun, Papua Rp 2,59 triliun, Jawa Tengah Rp 2,4 triliun, Kalimantan Timur Rp 1,57 triliun, Banten Rp 1,52 triliun, dan Bali Rp 1,4 triliun.
Kepala Dinas Keuangan Aceh, Jamaluddin yang dimintai konfirmasinya tentang dana Rp 1,4 triliun yang terparkir di bank mengatakan, dana itu adalah dana cadangan abadi untuk pendidikan, dana cadangan pendidikan, dana cadangan umum, dan dana kas Pemerintah Aceh yang belum dipakai.
Pada posisi April 2016, sebut Jamaluddin, dana yang terparkir dari empat rekening tersebut memang mencapai Rp 1,4 triliun. Tapi sekarang jumlahnya menurun menjadi Rp 918 miliar. Karena dana kas pemda sebesar Rp 500 miliar sudah dicairkan untuk pembayaran berbagai program, proyek, dan kegiatan APBA 2016. Tapi, dana cadangan abadi pendidikan, dana cadangan pendidikan, dan cadangan umum, menurut Jamaluddin, masih tetap didepositokan dengan nilai total sekitar Rp 918 miliar.
Dijelaskan Jamaluddin, dana cadangan abadi pendidikan, dana cadangan pendidikan, dan cadangan umum sudah ada sejak 2005 atau sejak masa Pj Gubernur Aceh, Mustafa Abubakar.
“Tujuan pengalokasian dana tersebut untuk mengantisipasi ketika sumber penerimaan Aceh dari migas dan otsus habis, daerah ini masih memiliki dana cadangan pendidikan dan cadangan umum yang besar, yang bunga depositonya bisa digunakan untuk membiayai berbagai program pendidikan,” kata Jamaluddin.
Diakui, sejak pengalokasiannya dana tersebut tahun 2005 hingga 2016, payung hukum untuk dasar penyimpanannya belum ada. Pemerintah Aceh sudah pernah membuat rancangan qanun tentang penyimpanan dana cadangan abadi pendidikan, dana cadangan pendidikan, dan cadangan umum tapi menurut Pemerintah Pusat belum ada aturan yang membolehkan dana pembangunan daerah bisa disimpan atau dicadangkan di bank dalam bentuk deposito atau lainnya. “Waktu itu Pusat menyarankan kalau Aceh punya dana lebih, kenapa tidak ditempatkan saja di bank daerahnya sebagai penyertaan modal,” kata Jamaluddin.
Pada awal penyimpanannya tahun 2005, kata Jamalauddin, dananya disimpan di rekening giro tapi sejak 2014 dipindahkan ke deposito. Hasil bunga depositonya langsung dibukukan ke pokok deposito. “Kalau giro, bunganya 1,5-2 persen, sedangkan deposito mencapai 8 persen,” demikian Jamaluddin.(Serambi)
“Menteri Keuangan, Sri Muliani mempertanyakan kepada Pemerintah Aceh tentang dana Rp 1,4 triliun yang terparkir di bank. Kami juga belum pernah dengar dari pihak eksekutif, dana apa itu,” begitu pertanyaan Murdani dalam sidang paripurna khusus pengesahan 15 Raqan Prolega 2017 DPRA di Gedung Utama DPRA, Senin (19/12).
Mengutip informasi dari Menteri Keuangan, daerah-daerah yang menyimpan dana pembangunan di bank dalam jumlah besar, penyaluran dana alokasi umum (DAU) akan ditunda sampai daerah itu menggunakan dana pembangunan daerahnya yang masih diparkir di bank.
Kata Murdani, ada delapan provinsi yang memarkirkan dana pembangunan daerahnya di bank. Rinciannya, Aceh Rp 1,4 triliun, DKI Jakarta Rp 13,9 triliun, Jawa Barat Rp 8,034 triliun, Jawa Timur Rp 3,9 triliun, Riau Rp 2,86 triliun, Papua Rp 2,59 triliun, Jawa Tengah Rp 2,4 triliun, Kalimantan Timur Rp 1,57 triliun, Banten Rp 1,52 triliun, dan Bali Rp 1,4 triliun.
Kepala Dinas Keuangan Aceh, Jamaluddin yang dimintai konfirmasinya tentang dana Rp 1,4 triliun yang terparkir di bank mengatakan, dana itu adalah dana cadangan abadi untuk pendidikan, dana cadangan pendidikan, dana cadangan umum, dan dana kas Pemerintah Aceh yang belum dipakai.
Pada posisi April 2016, sebut Jamaluddin, dana yang terparkir dari empat rekening tersebut memang mencapai Rp 1,4 triliun. Tapi sekarang jumlahnya menurun menjadi Rp 918 miliar. Karena dana kas pemda sebesar Rp 500 miliar sudah dicairkan untuk pembayaran berbagai program, proyek, dan kegiatan APBA 2016. Tapi, dana cadangan abadi pendidikan, dana cadangan pendidikan, dan cadangan umum, menurut Jamaluddin, masih tetap didepositokan dengan nilai total sekitar Rp 918 miliar.
Dijelaskan Jamaluddin, dana cadangan abadi pendidikan, dana cadangan pendidikan, dan cadangan umum sudah ada sejak 2005 atau sejak masa Pj Gubernur Aceh, Mustafa Abubakar.
“Tujuan pengalokasian dana tersebut untuk mengantisipasi ketika sumber penerimaan Aceh dari migas dan otsus habis, daerah ini masih memiliki dana cadangan pendidikan dan cadangan umum yang besar, yang bunga depositonya bisa digunakan untuk membiayai berbagai program pendidikan,” kata Jamaluddin.
Diakui, sejak pengalokasiannya dana tersebut tahun 2005 hingga 2016, payung hukum untuk dasar penyimpanannya belum ada. Pemerintah Aceh sudah pernah membuat rancangan qanun tentang penyimpanan dana cadangan abadi pendidikan, dana cadangan pendidikan, dan cadangan umum tapi menurut Pemerintah Pusat belum ada aturan yang membolehkan dana pembangunan daerah bisa disimpan atau dicadangkan di bank dalam bentuk deposito atau lainnya. “Waktu itu Pusat menyarankan kalau Aceh punya dana lebih, kenapa tidak ditempatkan saja di bank daerahnya sebagai penyertaan modal,” kata Jamaluddin.
Pada awal penyimpanannya tahun 2005, kata Jamalauddin, dananya disimpan di rekening giro tapi sejak 2014 dipindahkan ke deposito. Hasil bunga depositonya langsung dibukukan ke pokok deposito. “Kalau giro, bunganya 1,5-2 persen, sedangkan deposito mencapai 8 persen,” demikian Jamaluddin.(Serambi)
loading...
Post a Comment