AMP - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memanggil Duta Besar Amerika Serikat Daniel Shapiro dan 10 diplomat negara lain ke Yerusalem untuk memprotes resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam aktivitas permukiman ilegal di Tepi Barat.
AS abstain dalam pemungutan suara Jumat lalu, tapi tidak memveto resolusi tersebut seperti yang biasa mereka lakukan terhadap setiap resolusi anti-Israel DK PBB. Netanyahu menuding pemerintahan Barack Obama memainkan peranan penting dalam lolosnya resolusi tersebut.
"Dari informasi yang kami terima, tidak diragukan lagi pemerintahan Obama menginisiasi (resolusi) itu, mendukungnya, mengoordinasikan kata-katanya, dan menuntut agar disahkan," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari USA Today hari ini. "Hal ini, tentu saja, sangat bertentangan dengan kebijakan tradisional Amerika yang berkomitmen tidak berusaha mendikte istilah untuk perjanjian permanen, seperti masalah yang berhubungan dengan mereka di Dewan Keamanan, dan, tentu saja, komitmen eksplisit Presiden Obama sendiri pada 2011 untuk menahan diri untuk tidak melakukan hal tersebut."
Ben Rhodes, wakil penasihat keamanan nasional Obama untuk urusan komunikasi strategis, membantah bahwa AS berperan dalam perancangan draf resolusi. "Dugaan bahwa kami entah bagaimana terlibat dalam penyusunan tidak benar," katanya kepada wartawan Jumat lalu.
Presiden terpilih AS Donald Trump mendesak Obama memveto resolusi tentang Israel. Ia kemudian mengecam PBB dan Obama karena membiarkan resolusi tersebut disahkan.
"Segalanya akan berbeda setelah 20 Januari," tulis Trump di Twitternya, @realDonaldTrump, merujuk pada tanggal pelantikannya, 20 Januari 2017.
Kesepuluh duta besar yang dipanggil Netanyahu pada Minggu karena mendukung resolusi anti-Israel DK PBB selain AS adalah Inggris, China, Rusia, Prancis, Mesir, Jepang, Uruguay, Spanyol, Ukraina, dan Selandia Baru. (Rimanews)
AS abstain dalam pemungutan suara Jumat lalu, tapi tidak memveto resolusi tersebut seperti yang biasa mereka lakukan terhadap setiap resolusi anti-Israel DK PBB. Netanyahu menuding pemerintahan Barack Obama memainkan peranan penting dalam lolosnya resolusi tersebut.
"Dari informasi yang kami terima, tidak diragukan lagi pemerintahan Obama menginisiasi (resolusi) itu, mendukungnya, mengoordinasikan kata-katanya, dan menuntut agar disahkan," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari USA Today hari ini. "Hal ini, tentu saja, sangat bertentangan dengan kebijakan tradisional Amerika yang berkomitmen tidak berusaha mendikte istilah untuk perjanjian permanen, seperti masalah yang berhubungan dengan mereka di Dewan Keamanan, dan, tentu saja, komitmen eksplisit Presiden Obama sendiri pada 2011 untuk menahan diri untuk tidak melakukan hal tersebut."
Ben Rhodes, wakil penasihat keamanan nasional Obama untuk urusan komunikasi strategis, membantah bahwa AS berperan dalam perancangan draf resolusi. "Dugaan bahwa kami entah bagaimana terlibat dalam penyusunan tidak benar," katanya kepada wartawan Jumat lalu.
Presiden terpilih AS Donald Trump mendesak Obama memveto resolusi tentang Israel. Ia kemudian mengecam PBB dan Obama karena membiarkan resolusi tersebut disahkan.
"Segalanya akan berbeda setelah 20 Januari," tulis Trump di Twitternya, @realDonaldTrump, merujuk pada tanggal pelantikannya, 20 Januari 2017.
Kesepuluh duta besar yang dipanggil Netanyahu pada Minggu karena mendukung resolusi anti-Israel DK PBB selain AS adalah Inggris, China, Rusia, Prancis, Mesir, Jepang, Uruguay, Spanyol, Ukraina, dan Selandia Baru. (Rimanews)
loading...
Post a Comment