Selama ini, sekitar 230 ribu etnis Rohingya sudah berada di Bangladesh. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain) |
AMP - PBB melaporkan setidaknya 10 ribu orang dari etnis Muslim Rohingya telah tiba di Bangladesh setelah melarikan diri dari Myanmar untuk menghindari kekerasan oleh militer di negara bagian Rakhine.
“Berdasarkan laporan dari berbagai lembaga kemanusiaan, kami memperkirakan mungkin telah ada 10 ribu orang yang datang dalam beberapa minggu ini,” ujar Vivian Tan, juru bicara Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Bangkok, Thailand, seperti diktuip AFP, Rabu, (30/11).
Sementara itu, sekitar 30 ribu orang Rohingya terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat kekerasan yang masih terus dilakukan oleh tentara Myanmar di wilayah Rakhine sejak awal Oktober lalu.
Akibat situasi yang tidak kondusif di wilayah perbatasan itu, otoritas Bangladesh meningkatkan patroli pengawasan untuk membendung jumlah pengungsi Rohingya yang berupaya masuk ke negara itu.
“Situasi seperti ini cepat berubah sehingga jumlah pendatang dari Myanmar ke Bangladesh bisa jauh lebih banyak lagi,” kata Tan.
Tan mendesak pemerintah Bangladesh untuk mengizinkan etnis Rohingya masuk ke negara itu untuk berlindung.
“Kami siap mendukung pemerintah Bangladesh untuk memberikan bantuan kemanusiaan yang efektif bagi orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional,” katanya.
Sementara itu, pemimpin komunitas Rohingya di Bangladesh, Abu Ghalib, menyatakan sekitar 3 ribu warga Rohingya lainnya juga terdampar di sebuah pulau di dekat Sungai Naf yang membatasi kedua negara.
Ghalib memaparkan bahwa para warga Rohingya itu telah terdampar selama kurang lebih sepekan tanpa pasokan makanan dan kebutuhan yang cukup.
Sejauh ini, belum ada bantuan signifikan diberikan kepada para pendatang Rohingya di perbatasan Bangladesh itu. Otoritas Bangladesh khawatir pemberian bantuan akan memperbesar jumlah etnis Rohingya yang datang ke negara itu.
Selama ini, sekitar 230 ribu etnis Rohingya sudah berada di Bangladesh. Sebagian dari mereka berstatus ilegal, sementara 32 ribu lainnya telah terdaftar secara resmi sebagai pengungsi.
Namun, Kepala UNHCR di Bangladesh, Shinji Kubo, mengatakan bahwa gelombang pendatang Rohingya sekarang ini sangat membutuhkan bantuan dengan segera. Ia menuturkan, para pendatang ini nekat menyeberang perbatasan lantaran mengalami pengalaman yang mengerikan di Myanmar.
Beberapa pengungsi yang sempat diwawancarai AFP mengklaim bahwa tentara Myanmar melakukan pembakaran rumah, pemerkosaan, penyiksaan, bahkan pembunuhan etnis minoritas Muslim di sana.
“Musim dingin semakin dekat. Banyak yang khawatir akan kesejahteraan mereka di sini,” kata Kubo.
Hingga saat ini, pemerintah Myanmar membantah seluruh klaim dan dugaan pelanggaran HAM tersebut. Otoritas Myanmar menyebutkan bahwa militer Myanmar hanya memburu para "teroris" yang melakukan serangan ke pos-pos polisi pada Oktober lalu.
Para jurnalis asing dan penyelidik independen juga dilarang memasuki wilayah Rakhine untuk menginvestigasi kejadian yang sebenarnya terjadi di sana. (CNN)
“Berdasarkan laporan dari berbagai lembaga kemanusiaan, kami memperkirakan mungkin telah ada 10 ribu orang yang datang dalam beberapa minggu ini,” ujar Vivian Tan, juru bicara Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Bangkok, Thailand, seperti diktuip AFP, Rabu, (30/11).
Sementara itu, sekitar 30 ribu orang Rohingya terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat kekerasan yang masih terus dilakukan oleh tentara Myanmar di wilayah Rakhine sejak awal Oktober lalu.
Akibat situasi yang tidak kondusif di wilayah perbatasan itu, otoritas Bangladesh meningkatkan patroli pengawasan untuk membendung jumlah pengungsi Rohingya yang berupaya masuk ke negara itu.
“Situasi seperti ini cepat berubah sehingga jumlah pendatang dari Myanmar ke Bangladesh bisa jauh lebih banyak lagi,” kata Tan.
Tan mendesak pemerintah Bangladesh untuk mengizinkan etnis Rohingya masuk ke negara itu untuk berlindung.
“Kami siap mendukung pemerintah Bangladesh untuk memberikan bantuan kemanusiaan yang efektif bagi orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional,” katanya.
Sementara itu, pemimpin komunitas Rohingya di Bangladesh, Abu Ghalib, menyatakan sekitar 3 ribu warga Rohingya lainnya juga terdampar di sebuah pulau di dekat Sungai Naf yang membatasi kedua negara.
Ghalib memaparkan bahwa para warga Rohingya itu telah terdampar selama kurang lebih sepekan tanpa pasokan makanan dan kebutuhan yang cukup.
Sejauh ini, belum ada bantuan signifikan diberikan kepada para pendatang Rohingya di perbatasan Bangladesh itu. Otoritas Bangladesh khawatir pemberian bantuan akan memperbesar jumlah etnis Rohingya yang datang ke negara itu.
Selama ini, sekitar 230 ribu etnis Rohingya sudah berada di Bangladesh. Sebagian dari mereka berstatus ilegal, sementara 32 ribu lainnya telah terdaftar secara resmi sebagai pengungsi.
Namun, Kepala UNHCR di Bangladesh, Shinji Kubo, mengatakan bahwa gelombang pendatang Rohingya sekarang ini sangat membutuhkan bantuan dengan segera. Ia menuturkan, para pendatang ini nekat menyeberang perbatasan lantaran mengalami pengalaman yang mengerikan di Myanmar.
Beberapa pengungsi yang sempat diwawancarai AFP mengklaim bahwa tentara Myanmar melakukan pembakaran rumah, pemerkosaan, penyiksaan, bahkan pembunuhan etnis minoritas Muslim di sana.
“Musim dingin semakin dekat. Banyak yang khawatir akan kesejahteraan mereka di sini,” kata Kubo.
Hingga saat ini, pemerintah Myanmar membantah seluruh klaim dan dugaan pelanggaran HAM tersebut. Otoritas Myanmar menyebutkan bahwa militer Myanmar hanya memburu para "teroris" yang melakukan serangan ke pos-pos polisi pada Oktober lalu.
Para jurnalis asing dan penyelidik independen juga dilarang memasuki wilayah Rakhine untuk menginvestigasi kejadian yang sebenarnya terjadi di sana. (CNN)
loading...
Post a Comment