AMP - Setidaknya 32 orang, termasuk 11 personil keamanan, tewas saat gerilyawan Rohingya menyerang pos-pos keamanan perbatasan di Rakhine, Myanmar utara.
Panglima Tertinggi Myanmar, Min Aung Hlaing, mengungkapkan tentang kejadian terbaru itu pada Jumat (25/8/2017) dan menyebutkan insiden itu sebagai kekerasan terburuk di negaranya.
Kantor berita Perancis, AFP, melaporkan, Myanmar terbelah oleh sentimen religius yang berfokus pada warga minoritas Rohingya yang tak memiliki status kewarganegaraan.
Minoritas Rohingya yang beragama Islam itu dianggap sebagai imigran ilegal di negara dengan mayoritas penduduknya adalah Buddhis.
Beberapa minggu terakhir ini telah terjadi peningkatan ketegangan yang ditandai oleh pembunuhan di desa-desa terpencil.
Baca: Myanmar Bunuh Tiga Terduga Militan Rohingya di Rakhine
Myanmar telah mengerahkan tentaranya lebih banyak ke daerah pedalaman.
Pada Jumat ini, lebih dari 20 pos polisi diserang oleh sekitar 150 gerilyawan, beberapa membawa senjata dan menggunakan bahan peledak rakitan sendiri.
"Seorang tentara dan 10 polisi telah mengorbankan nyawa untuk negara ini," kata Min Aung Hlaing dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di Facebook.
Ia menambahkan, 21 gerilyawan juga tewas meski ada yang berhasil merebut senjata api dari aparat keamanan.
"Pertarungan terus berlanjut di pos polisi di desa Kyar Gaung Taung dan Nat Chaung. Anggota militer dan polisi saling bertempur melawan teroris dan ekstremis Bengali."
"Teroris Bengali" adalah deskripsi resmi oleh Myanmar untuk menyebut militan Rohingya.
Baca: Lari dari Myanmar, 10.000 Orang Rohingya Sudah Tiba di Banglades
Kelompok tersebut telah muncul sebagai sebuah kekuatan pada Oktober lalu, di bawah panji Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yang mengklaim telah memimpin sebuah pemberontakan di di pegunungan Yu, yang berbatasan dengan Banglades.[kmp]
Panglima Tertinggi Myanmar, Min Aung Hlaing, mengungkapkan tentang kejadian terbaru itu pada Jumat (25/8/2017) dan menyebutkan insiden itu sebagai kekerasan terburuk di negaranya.
Kantor berita Perancis, AFP, melaporkan, Myanmar terbelah oleh sentimen religius yang berfokus pada warga minoritas Rohingya yang tak memiliki status kewarganegaraan.
Minoritas Rohingya yang beragama Islam itu dianggap sebagai imigran ilegal di negara dengan mayoritas penduduknya adalah Buddhis.
Beberapa minggu terakhir ini telah terjadi peningkatan ketegangan yang ditandai oleh pembunuhan di desa-desa terpencil.
Baca: Myanmar Bunuh Tiga Terduga Militan Rohingya di Rakhine
Myanmar telah mengerahkan tentaranya lebih banyak ke daerah pedalaman.
Pada Jumat ini, lebih dari 20 pos polisi diserang oleh sekitar 150 gerilyawan, beberapa membawa senjata dan menggunakan bahan peledak rakitan sendiri.
"Seorang tentara dan 10 polisi telah mengorbankan nyawa untuk negara ini," kata Min Aung Hlaing dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di Facebook.
Ia menambahkan, 21 gerilyawan juga tewas meski ada yang berhasil merebut senjata api dari aparat keamanan.
"Pertarungan terus berlanjut di pos polisi di desa Kyar Gaung Taung dan Nat Chaung. Anggota militer dan polisi saling bertempur melawan teroris dan ekstremis Bengali."
"Teroris Bengali" adalah deskripsi resmi oleh Myanmar untuk menyebut militan Rohingya.
Baca: Lari dari Myanmar, 10.000 Orang Rohingya Sudah Tiba di Banglades
Kelompok tersebut telah muncul sebagai sebuah kekuatan pada Oktober lalu, di bawah panji Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yang mengklaim telah memimpin sebuah pemberontakan di di pegunungan Yu, yang berbatasan dengan Banglades.[kmp]
loading...
Post a Comment