ENTAH apa yang merasuki Ruslan M Daud. Bupati Bireuen ini berani-beraninya memberikan “upeti” kepada empat lembaga vertikal; kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan militer.
Tidak tanggung-tanggung, hibah itu berbentuk Mitsubishi Pajero Sport. Total uang negara yang dibelanjakan untuk membeli empat mobil ini adalah Rp 2 miliar. Kendaraan itu kini berada di Bireuen. Siap diserahterimakan.
Mobil ini memang keren. Bodi besar dan terkesan maskulin. Apalagi dalam balutan kelir hitam dengan velg berdiameter 20'. Mobil buatan Jepang ini memang diciptakan agar nyaman di jalan dan di tanah. Persis dengan kondisi jalan di sebagian besar kawasan Bireuen yang masih centang perenang.
Tapi lebih “kerasukan” lagi para penerima hibah ini. Jika benar mobil ini diusulkan oleh empat instansi vertikal tersebut, ini semakin memperjelas posisi masing-masing lembaga yang mencoba menggerogoti anggaran daerah dengan modus “saling pengertian”.
Memang peraturan Menteri Dalam Negeri tak tegas tentang hibah daerah kepada instansi vertikal. Tapi hendaknya lembaga kepolisian berpegang kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Demikian juga aparat militer yang harusnya berpegang kepada Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI.
Dua aturan ini menegaskan bahwa pembiayaan lembaga kepolisian dan TNI hanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Logikanya tidaklah rumit. Ini adalah upaya menjaga netralitas lembaga penegak hukum.
Tentu sulit bagi pimpinan polisi, TNI, kejaksaan, atau pengadilan, bersikap independen jika kendaraan yang mengantarkan mereka setiap hari adalah pemberian dari pihak yang diduga melakukan kejahatan korupsi atau sejenisnya.
Di Aceh Jaya, kemarin, Kepala Staf Angkatan Darat meminta lembaganya membuktikan bahwa mereka bukan pemborong saat melaksanakan program TNI Manunggal Masuk Desa. Meski sebagian besar program ini menggunakan uang daerah, feedback yang dirasakan masyarakat harus lebih besar ketimbang anggaran yang dialokasikan secara reguler.
“Kegilaan” ini harus segera dihentikan. Masing-masing pihak tak boleh merasa berhak mengalokasikan dana dan menerima apapun, sesuka hati dan membiarkan perasaan masyarakat terluka. Ingat, kekuasaan itu adalah amanah yang digunakan untuk menyejahterakan masyarakat, bukan sebaliknya. Gila boleh, tapi jangan gila kali.[AJNN]
Tidak tanggung-tanggung, hibah itu berbentuk Mitsubishi Pajero Sport. Total uang negara yang dibelanjakan untuk membeli empat mobil ini adalah Rp 2 miliar. Kendaraan itu kini berada di Bireuen. Siap diserahterimakan.
Mobil ini memang keren. Bodi besar dan terkesan maskulin. Apalagi dalam balutan kelir hitam dengan velg berdiameter 20'. Mobil buatan Jepang ini memang diciptakan agar nyaman di jalan dan di tanah. Persis dengan kondisi jalan di sebagian besar kawasan Bireuen yang masih centang perenang.
Tapi lebih “kerasukan” lagi para penerima hibah ini. Jika benar mobil ini diusulkan oleh empat instansi vertikal tersebut, ini semakin memperjelas posisi masing-masing lembaga yang mencoba menggerogoti anggaran daerah dengan modus “saling pengertian”.
Memang peraturan Menteri Dalam Negeri tak tegas tentang hibah daerah kepada instansi vertikal. Tapi hendaknya lembaga kepolisian berpegang kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Demikian juga aparat militer yang harusnya berpegang kepada Undang-Undang Nomor 34 tentang TNI.
Dua aturan ini menegaskan bahwa pembiayaan lembaga kepolisian dan TNI hanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Logikanya tidaklah rumit. Ini adalah upaya menjaga netralitas lembaga penegak hukum.
Tentu sulit bagi pimpinan polisi, TNI, kejaksaan, atau pengadilan, bersikap independen jika kendaraan yang mengantarkan mereka setiap hari adalah pemberian dari pihak yang diduga melakukan kejahatan korupsi atau sejenisnya.
Di Aceh Jaya, kemarin, Kepala Staf Angkatan Darat meminta lembaganya membuktikan bahwa mereka bukan pemborong saat melaksanakan program TNI Manunggal Masuk Desa. Meski sebagian besar program ini menggunakan uang daerah, feedback yang dirasakan masyarakat harus lebih besar ketimbang anggaran yang dialokasikan secara reguler.
“Kegilaan” ini harus segera dihentikan. Masing-masing pihak tak boleh merasa berhak mengalokasikan dana dan menerima apapun, sesuka hati dan membiarkan perasaan masyarakat terluka. Ingat, kekuasaan itu adalah amanah yang digunakan untuk menyejahterakan masyarakat, bukan sebaliknya. Gila boleh, tapi jangan gila kali.[AJNN]
loading...
Post a Comment