AMP - Kata Nurdin, salah satu perempuan yang masih menetap di lokasi disebut Pulau Seumadu adalah Mak Keng. Perempuan berbadan lebar ini juga menjadi tukang parkir di Pantai Rancong.
SATU lokasi dua nama; Pantai Rancong dan Pulau Seumadu. Kawasan ini menawarkan pemandangan yang memanjakan mata. Belaian angin laut membuat pengunjung betah berlama-lama. Sajian rujak plus air kelapa muda menggoda selera anda.
Menuju ke lokasi wisata ini bisa ditempuh lewat Jalan Banda Aceh-Medan masuk ke Simpang Empat Rancong di sebrang komplek perumahan PT Arun, di Batuphat, Muara Satu, Lhokseumawe. Dari simpang itu melintasi jalan depan kantor Camat Muara Satu hingga menemukan belokan jalan masuk ke kawasan Pantai Rancong (Rancung) yang juga dikenal dengan nama Pulau Seumadu.
Jarak belokan jalan depan kilang Humpuss Aromatic dengan Pulau Seumadu hanya dipisahkan hamparan lahan yang dipadati pepohonan. Pada hari-hari di luar bulan Ramadan, biasanya di bawah pohon yang rimbun itu parkir sepeda motor. Di atas sepeda motor duduk sepasang muda-mudi. Begitu pula di pohon lainnya, satu sepeda motor dan sepasang muda-mudi. Mungkin mereka tengah berhayal sambil menatap Pulau Seumadu.
Di ujung lahan itu ada sejumlah warung, dua lapak parkir khusus sepeda motor, lokasi parkir mobil, balai tempat salat, bangunan kamar mandi lengkap tempat buang air besar dan kecil. “Toilet enam pintu itu dibangun tahun lalu oleh Pemko Lhokseumawe,” kata Nurdin, 35 tahun, warga Batuphat Timur yang menjadi tukang parkir di Pulau Seumadu saat ditemui The Atjeh Post, dua pekan lalu.
Dari lokasi parkir kendaraan menuju ke pantai yang berbentuk pulau kecil hanya ada satu-satunya jalur yaitu jembatan darurat berlantai kayu. Itupun harus jalan kaki sekitar 100 meter. Di ujung jembatan sudah menunggu beberapa bocah.
“Seribu satu orang, pak,” kata bocah perempuan yang berdiri persis di tengah jembatan. Bocah lainnya bergaya mengawal si bocah yang meminta uang pada semua pengunjung.
Uang karcis masuk ke sini ya? “Bukan, uang untuk memperbaiki jembatan ini. Ayah saya yang buat jembatan ini,” kata bocah itu sambil menunjuk ke arah seorang laki-laki paruh baya yang tengah memarkirkan boat di tepi pantai.
Laki-laki itu adalah Mahdi, warga lingkungan Pulau Seumadu. Menurut sejumlah pedagang di lokasi itu, jembatan darurat yang menghubungkan lokasi parkir kendaraan dengan pantai, dibangun oleh Mahdi sejak dua tahun lalu. Dia juga merawat dan memperbaiki jika lantai jembatan rusak.
“Jadi wajar kalau Mahdi mengutip Rp1.000 per pengunjung yang melewati jembatan. Kalau tidak ada jembatan itu, orang-orang tidak bisa sampai ke pantai, kecuali menumpang boat,” kata Suparni, salah satu pemilik warung di Pulau Seumadu.
Selepas melintasi jembatan itu langsung berhadapan dengan warung-warung beratap daun rumbia yang berbaris membentuk tiga deretan. Warung-warung itu menghadap ke pantai yang dibelai ombak berbuih. Angin laut langsung menyapa dan membelai sepenuh hati. Kalau Anda duduk di warung ini pada hari-hari bukan bulan Puasa, pelayan langsung datang menawarkan rujak, air kelapa muda dan minuman botol atau kaleng.
Pulau Seumadu ramai dikunjungi warga dari Lhokseumawe dan Aceh Utara saat akhir pekan. “Pengunjung yang datang Sabtu dan Minggu, dua sampai empat kali lipat dari hari lain,” kata Kak Na, pemilik warung dekat jembatan masuk ke lokasi pantai. “Hari-hari biasa laku Rp50 ribu-Rp70 ribu. Tapi Sabtu dan Minggu bisa laku Rp150 ribu-Rp300 ribu,” Pemasukan sama diperoleh tukang parkir.
Berada di perbatasan Desa Batuphat Timur dan Batuphat Barat, lokasi wisata yang dulu disebut Pantai Rancong, belakangan lebih dikenal Pulau Seumadu. Kok bisa?
“Oh... zaman dulu di dekat komplek Humpuss Aromatic itu (sekitar 500 meter dari Pantai Rancong) ada lokasi berbentuk seperti pulau kecil yang khusus ditempati oleh orang-orang yang punya dua istri dan mereka tinggal bersama istri yang kedua. Tempat itu dikenal dengan Pulau Seumadu,” kata Nurdin diamini Suparni dan Kak Na kompak.
Salah satu laki-laki beristri dua yang tinggal di lokasi itu adalah Bang Jali. Pada tahun 2002, kata Nurdin, Bang Jali membuka warung di Pantai Rancong. “Bang Jali yang pertama buka warung di pantai ini dan warungnya dinamakan Pulau Seumadu, makanya sampai sekarang dikenal Pulau Seumadu,” katanya.
Kata Nurdin, salah satu perempuan yang masih menetap di lokasi disebut Pulau Seumadu adalah Mak Keng. Perempuan berbadan lebar ini juga menjadi tukang parkir di Pantai Rancong.
Ketika ditanya dengan nada sarat canda apakah benar dirinya istri yang dimadu, Mak Keng terkekeh memamerkan giginya yang remuk. “Kon hai... lon meukawen ngon agam kana lakoe, tinggai bak teumpat nyan (bukan, saya kawin dengan pria sudah beristri, tinggal di tempat itu/Pulau Seumadu)”.[atjehpost.co]
SATU lokasi dua nama; Pantai Rancong dan Pulau Seumadu. Kawasan ini menawarkan pemandangan yang memanjakan mata. Belaian angin laut membuat pengunjung betah berlama-lama. Sajian rujak plus air kelapa muda menggoda selera anda.
Menuju ke lokasi wisata ini bisa ditempuh lewat Jalan Banda Aceh-Medan masuk ke Simpang Empat Rancong di sebrang komplek perumahan PT Arun, di Batuphat, Muara Satu, Lhokseumawe. Dari simpang itu melintasi jalan depan kantor Camat Muara Satu hingga menemukan belokan jalan masuk ke kawasan Pantai Rancong (Rancung) yang juga dikenal dengan nama Pulau Seumadu.
Jarak belokan jalan depan kilang Humpuss Aromatic dengan Pulau Seumadu hanya dipisahkan hamparan lahan yang dipadati pepohonan. Pada hari-hari di luar bulan Ramadan, biasanya di bawah pohon yang rimbun itu parkir sepeda motor. Di atas sepeda motor duduk sepasang muda-mudi. Begitu pula di pohon lainnya, satu sepeda motor dan sepasang muda-mudi. Mungkin mereka tengah berhayal sambil menatap Pulau Seumadu.
Di ujung lahan itu ada sejumlah warung, dua lapak parkir khusus sepeda motor, lokasi parkir mobil, balai tempat salat, bangunan kamar mandi lengkap tempat buang air besar dan kecil. “Toilet enam pintu itu dibangun tahun lalu oleh Pemko Lhokseumawe,” kata Nurdin, 35 tahun, warga Batuphat Timur yang menjadi tukang parkir di Pulau Seumadu saat ditemui The Atjeh Post, dua pekan lalu.
Dari lokasi parkir kendaraan menuju ke pantai yang berbentuk pulau kecil hanya ada satu-satunya jalur yaitu jembatan darurat berlantai kayu. Itupun harus jalan kaki sekitar 100 meter. Di ujung jembatan sudah menunggu beberapa bocah.
“Seribu satu orang, pak,” kata bocah perempuan yang berdiri persis di tengah jembatan. Bocah lainnya bergaya mengawal si bocah yang meminta uang pada semua pengunjung.
Uang karcis masuk ke sini ya? “Bukan, uang untuk memperbaiki jembatan ini. Ayah saya yang buat jembatan ini,” kata bocah itu sambil menunjuk ke arah seorang laki-laki paruh baya yang tengah memarkirkan boat di tepi pantai.
Laki-laki itu adalah Mahdi, warga lingkungan Pulau Seumadu. Menurut sejumlah pedagang di lokasi itu, jembatan darurat yang menghubungkan lokasi parkir kendaraan dengan pantai, dibangun oleh Mahdi sejak dua tahun lalu. Dia juga merawat dan memperbaiki jika lantai jembatan rusak.
“Jadi wajar kalau Mahdi mengutip Rp1.000 per pengunjung yang melewati jembatan. Kalau tidak ada jembatan itu, orang-orang tidak bisa sampai ke pantai, kecuali menumpang boat,” kata Suparni, salah satu pemilik warung di Pulau Seumadu.
Selepas melintasi jembatan itu langsung berhadapan dengan warung-warung beratap daun rumbia yang berbaris membentuk tiga deretan. Warung-warung itu menghadap ke pantai yang dibelai ombak berbuih. Angin laut langsung menyapa dan membelai sepenuh hati. Kalau Anda duduk di warung ini pada hari-hari bukan bulan Puasa, pelayan langsung datang menawarkan rujak, air kelapa muda dan minuman botol atau kaleng.
Pulau Seumadu ramai dikunjungi warga dari Lhokseumawe dan Aceh Utara saat akhir pekan. “Pengunjung yang datang Sabtu dan Minggu, dua sampai empat kali lipat dari hari lain,” kata Kak Na, pemilik warung dekat jembatan masuk ke lokasi pantai. “Hari-hari biasa laku Rp50 ribu-Rp70 ribu. Tapi Sabtu dan Minggu bisa laku Rp150 ribu-Rp300 ribu,” Pemasukan sama diperoleh tukang parkir.
Berada di perbatasan Desa Batuphat Timur dan Batuphat Barat, lokasi wisata yang dulu disebut Pantai Rancong, belakangan lebih dikenal Pulau Seumadu. Kok bisa?
“Oh... zaman dulu di dekat komplek Humpuss Aromatic itu (sekitar 500 meter dari Pantai Rancong) ada lokasi berbentuk seperti pulau kecil yang khusus ditempati oleh orang-orang yang punya dua istri dan mereka tinggal bersama istri yang kedua. Tempat itu dikenal dengan Pulau Seumadu,” kata Nurdin diamini Suparni dan Kak Na kompak.
Salah satu laki-laki beristri dua yang tinggal di lokasi itu adalah Bang Jali. Pada tahun 2002, kata Nurdin, Bang Jali membuka warung di Pantai Rancong. “Bang Jali yang pertama buka warung di pantai ini dan warungnya dinamakan Pulau Seumadu, makanya sampai sekarang dikenal Pulau Seumadu,” katanya.
Kata Nurdin, salah satu perempuan yang masih menetap di lokasi disebut Pulau Seumadu adalah Mak Keng. Perempuan berbadan lebar ini juga menjadi tukang parkir di Pantai Rancong.
Ketika ditanya dengan nada sarat canda apakah benar dirinya istri yang dimadu, Mak Keng terkekeh memamerkan giginya yang remuk. “Kon hai... lon meukawen ngon agam kana lakoe, tinggai bak teumpat nyan (bukan, saya kawin dengan pria sudah beristri, tinggal di tempat itu/Pulau Seumadu)”.[atjehpost.co]
loading...
Post a Comment