AMP - Israel mencoba memanfaatkan krisis diplomatik yang sedang terjadi antara Qatar dan Arab Saudi beserta sekutunya untuk memuluskan agendanya, kata pengamat.
Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memutus jalur transportasi dengan negara tersebut baik di darat, laut maupun udara. Mereka menuduh Qatar sebagai pendukung utama terorisme dan menganggap kerajaan kecil kaya minyak itu terlalu akrab dengan Iran. Pemutusan hubungan ini juga tampaknya diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang melakukan kunjungan ke Timur Tengah bulan lalu.
Dan pekan ini, Israel ikut-ikutan memojokkan Qatar.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman berjanji menutup kantor Al Jazeera di Yerusalem, sehingga media tersebut tak lagi dapat memberikan laporan langsung terkait konflik di Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kabarnya tengah berdiskusi dengan badan keamanan menyusun alasan-alasan yang dapat mendukung keputusan itu agar tidak menimbulkan gejolak.
Pengamat mengatakan, Israel berani melakukan hal tersebut setelah Arab Saudi dan Yordania memutuskan menutup kantor Al Jazeera di negara mereka.
Menurut Lieberman, Israel memiliki kesamaan kepentingan dengan Arab Saudi terkait permasalahan Al Jazeera. Media tersebut, lanjut dia, merupakan "mesin penghasut. (Laporannya) murni propaganda, dan salah satu yang terburuk, ala Nazi Jerman."
Ketika krisis antara Qatar dan Arab Saudi mencuat pekan lalu, Lieberman mengatakan kepada parlemen Israel: "Bahkan negara-negara Arab sadar bahwa ancaman di kawasan ini bukan Israel, tapi terorisme. Ini adalah kesempatan untuk berkolaborasi."
Mengalihkan sorot mata dunia dari Palestina
Netanyahu mendukung ucapan anak buahnya dengan mengatakan bahwa negara-negara Arab "menganggap kita sebagai kawan dan bukan musuh".
Pengamat kebijakan luar negeri Israel, Jeff Halper, mengatakan, negara Yahudi itu berharap aliansi dengan Arab Saudi dapat membuat masyarakat internasional melupakan isu Palestina.
"Strategi Israel adalah untuk memarginalkan isu Palestina," kata Halper kepada Al Jazeera. "Sinyal dari Arab Saudi menunjukkan bahwa mereka bersedia menormalisasi hubungan dengan Israel meski permasalahan Palestina belum selesai.
"Israel akan berusaha mengalihkan perhatian ke isu lain, dari Iran sampai energi dan senjata. Apapun yang dapat membuat isu Palestina luput dari perhatian,” tegasnya.
Indikasi semakin kuatnya hubungan antara Israel, AS dan Arab Saudi tertuang dalam laporan investigasi Al Jazeera pekan ini. Sepuluh anggota kongres AS, yang mendapatkan sokongan dana dari kelompok lobi Israel, baru-baru ini mengajukan rancangan undang-undang yang mengancam akan menjatuhkan sanksi atas Qatar jika tetap mendukung organisasi teror Palestina.
Mereka meminta Doha mengakhiri dukungan finansial dan militer kepada Hamas di Gaza, sejalan dengan kepentingan Israel dan Mesir.
Israel ingin Hamas tetap lemah seperti sekarang dan tidak memiliki hubungan dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat. Sementara Mesir berharap Hamas tidak menjalin kontak dengan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi induk mereka.
Tuntutan Arab Saudi pun sama dengan kongres AS. Mereka mendesak Qatar menghentikan dukungna finansial kepada Hamas dan Ikhwanul Muslimin. Dan untuk pertama kalinya, Arab Saudi secara terbuka menyebut Hamas sebagai organisasi teror, bukan gerakan perlawanan, seperti yang dilakukan AS dan Israel. (Rima)
Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memutus jalur transportasi dengan negara tersebut baik di darat, laut maupun udara. Mereka menuduh Qatar sebagai pendukung utama terorisme dan menganggap kerajaan kecil kaya minyak itu terlalu akrab dengan Iran. Pemutusan hubungan ini juga tampaknya diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang melakukan kunjungan ke Timur Tengah bulan lalu.
Dan pekan ini, Israel ikut-ikutan memojokkan Qatar.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman berjanji menutup kantor Al Jazeera di Yerusalem, sehingga media tersebut tak lagi dapat memberikan laporan langsung terkait konflik di Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kabarnya tengah berdiskusi dengan badan keamanan menyusun alasan-alasan yang dapat mendukung keputusan itu agar tidak menimbulkan gejolak.
Pengamat mengatakan, Israel berani melakukan hal tersebut setelah Arab Saudi dan Yordania memutuskan menutup kantor Al Jazeera di negara mereka.
Menurut Lieberman, Israel memiliki kesamaan kepentingan dengan Arab Saudi terkait permasalahan Al Jazeera. Media tersebut, lanjut dia, merupakan "mesin penghasut. (Laporannya) murni propaganda, dan salah satu yang terburuk, ala Nazi Jerman."
Ketika krisis antara Qatar dan Arab Saudi mencuat pekan lalu, Lieberman mengatakan kepada parlemen Israel: "Bahkan negara-negara Arab sadar bahwa ancaman di kawasan ini bukan Israel, tapi terorisme. Ini adalah kesempatan untuk berkolaborasi."
Mengalihkan sorot mata dunia dari Palestina
Netanyahu mendukung ucapan anak buahnya dengan mengatakan bahwa negara-negara Arab "menganggap kita sebagai kawan dan bukan musuh".
Pengamat kebijakan luar negeri Israel, Jeff Halper, mengatakan, negara Yahudi itu berharap aliansi dengan Arab Saudi dapat membuat masyarakat internasional melupakan isu Palestina.
"Strategi Israel adalah untuk memarginalkan isu Palestina," kata Halper kepada Al Jazeera. "Sinyal dari Arab Saudi menunjukkan bahwa mereka bersedia menormalisasi hubungan dengan Israel meski permasalahan Palestina belum selesai.
"Israel akan berusaha mengalihkan perhatian ke isu lain, dari Iran sampai energi dan senjata. Apapun yang dapat membuat isu Palestina luput dari perhatian,” tegasnya.
Indikasi semakin kuatnya hubungan antara Israel, AS dan Arab Saudi tertuang dalam laporan investigasi Al Jazeera pekan ini. Sepuluh anggota kongres AS, yang mendapatkan sokongan dana dari kelompok lobi Israel, baru-baru ini mengajukan rancangan undang-undang yang mengancam akan menjatuhkan sanksi atas Qatar jika tetap mendukung organisasi teror Palestina.
Mereka meminta Doha mengakhiri dukungan finansial dan militer kepada Hamas di Gaza, sejalan dengan kepentingan Israel dan Mesir.
Israel ingin Hamas tetap lemah seperti sekarang dan tidak memiliki hubungan dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat. Sementara Mesir berharap Hamas tidak menjalin kontak dengan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi induk mereka.
Tuntutan Arab Saudi pun sama dengan kongres AS. Mereka mendesak Qatar menghentikan dukungna finansial kepada Hamas dan Ikhwanul Muslimin. Dan untuk pertama kalinya, Arab Saudi secara terbuka menyebut Hamas sebagai organisasi teror, bukan gerakan perlawanan, seperti yang dilakukan AS dan Israel. (Rima)
loading...
Post a Comment