Putra Mahkota Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan. Foto/REUTERS/Gonzalo Fuentes |
AMP - Sebuah dokumen diplomatik yang dibocorkan WikiLeaks mengungkap
bahwa Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed
al-Nahyan meminta Amerika Serikat (AS) untuk mengebom kantor Al Jazeera tahun 2004.
Permintaan itu muncul sebelum invasi AS ke Afghanistan. Dokumen yang dibocorkan situs antikerahasiaan WikiLeaks itu merupakan dokumen pembicaraan antara diplomat AS Richard Haass dan Sheikh Mohammed bin Zayed—disebut sebagai “MBZ”—menjelang invasi AS ke Irak pada tahun 2003.
Bangsawan Abu Dhabi itu mendesak Haass untuk mengendalikan liputan media perang dan menekankan pentingnya “penghijauan” di jaringan Al Jazeera yang berbasis di Doha sebelum melakukan tindakan militer.
Kabel diplomatik tersebut juga merinci bagaimana putra mahkota UEA mengingat-ingat sebuah pertemuan antara Emir Qatar Hamad Al-Thani dan Sheikh Zayed bin Sultan, ayah bin Zayed, sebelum invasi AS ke Afghanistan.
”Hamad mengeluh tentang laporan yang dia terima bahwa MBZ telah meminta Jenderal Frank (jenderal AS) untuk mengebom Al Jazeera. Menurut MBZ, Zayed dengan curiga menanggapi; 'Apakah Anda menyalahkannya?',” bunyi bocoran kabel diplomatik tersebut, yang dikutip semalam (29/6/2017).
Kini pensiunan, Jenderal AS Tommy Frank mengawasi operasi militer di Timur Tengah sebagai kepala Komando Pusat AS.
Al Jazeera sebelumnya menuduh AS menargetkan gerai stasiun pemberitaannya. Pada bulan November 2001, kantor Al Jazeera di Kabul diledakkan oleh pengeboman AS. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu.
Pada saat itu, pemimpin redaksi Al Jazeera Ibrahim Hilal mengatakan bahwa dia yakin serangan tersebut telah direncanakan lama. Pejabat AS telah mengkritik cakupan liputan media perang di Afghanistan, yang menggambarkan pelaporan pengeboman tersebut sebagai propaganda inflamasi.(Sindo)
Permintaan itu muncul sebelum invasi AS ke Afghanistan. Dokumen yang dibocorkan situs antikerahasiaan WikiLeaks itu merupakan dokumen pembicaraan antara diplomat AS Richard Haass dan Sheikh Mohammed bin Zayed—disebut sebagai “MBZ”—menjelang invasi AS ke Irak pada tahun 2003.
Bangsawan Abu Dhabi itu mendesak Haass untuk mengendalikan liputan media perang dan menekankan pentingnya “penghijauan” di jaringan Al Jazeera yang berbasis di Doha sebelum melakukan tindakan militer.
Kabel diplomatik tersebut juga merinci bagaimana putra mahkota UEA mengingat-ingat sebuah pertemuan antara Emir Qatar Hamad Al-Thani dan Sheikh Zayed bin Sultan, ayah bin Zayed, sebelum invasi AS ke Afghanistan.
”Hamad mengeluh tentang laporan yang dia terima bahwa MBZ telah meminta Jenderal Frank (jenderal AS) untuk mengebom Al Jazeera. Menurut MBZ, Zayed dengan curiga menanggapi; 'Apakah Anda menyalahkannya?',” bunyi bocoran kabel diplomatik tersebut, yang dikutip semalam (29/6/2017).
Kini pensiunan, Jenderal AS Tommy Frank mengawasi operasi militer di Timur Tengah sebagai kepala Komando Pusat AS.
Al Jazeera sebelumnya menuduh AS menargetkan gerai stasiun pemberitaannya. Pada bulan November 2001, kantor Al Jazeera di Kabul diledakkan oleh pengeboman AS. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu.
Pada saat itu, pemimpin redaksi Al Jazeera Ibrahim Hilal mengatakan bahwa dia yakin serangan tersebut telah direncanakan lama. Pejabat AS telah mengkritik cakupan liputan media perang di Afghanistan, yang menggambarkan pelaporan pengeboman tersebut sebagai propaganda inflamasi.(Sindo)
loading...
Post a Comment