AMP - Direktur Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Syiah Kuala, Saifuddin Bantasyam SH MA, mengatakan, persoalan Din Minimi yang mengangkat senjata dan akhirnya dijanjikan mendapat amnesti tidak bisa dipandang dari aspek hukum semata, tetapi juga harus dilihat dari berbagai aspek, salah satunya aspek politik. Ia menilai, ada kepentingan politik dalam penyelesaian kasus Din Minimi.
“Ketika politik masuk, maka hukum akan tereliminer. Bahkan ketika Juha Christensen (fasilitator perdamaian Aceh asal Finlandia) datang mengalungkan kartunya, hukum terhadap Din Minimi langsung dieliminerkan, ini karena politik,” kata dia.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk ‘Menakar Teka-Teki Din Minimi’ yang berlangsung di Aula Biro Rektorat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Kamis (7/1). Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Ar Raniry.
Kegiatan yang dibuka oleh Wakil Rektor III UIN Ar Raniry, Dr Samsul Rijal MAg ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Nasir Djamil (Komisi III DPR RI asal Aceh), Rafly (DPD RI asal Aceh), Kombes T Saladin (Humas Polda Aceh), Yocerizal (Redaktur Polhukam Serambi Indonesia), Safaruddin (Ketua YARA), Laksda TNI AL (Purn) Soleman B Ponto (mantan kepala BAIS), Aryos Nivada (Pengamat Politik dan Keamanan Aceh), dan Munawar Liza Zainal (mantan petinggi GAM).
“Ketika politik masuk, maka hukum akan tereliminer. Bahkan ketika Juha Christensen (fasilitator perdamaian Aceh asal Finlandia) datang mengalungkan kartunya, hukum terhadap Din Minimi langsung dieliminerkan, ini karena politik,” kata dia.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk ‘Menakar Teka-Teki Din Minimi’ yang berlangsung di Aula Biro Rektorat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Kamis (7/1). Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Ar Raniry.
Kegiatan yang dibuka oleh Wakil Rektor III UIN Ar Raniry, Dr Samsul Rijal MAg ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Nasir Djamil (Komisi III DPR RI asal Aceh), Rafly (DPD RI asal Aceh), Kombes T Saladin (Humas Polda Aceh), Yocerizal (Redaktur Polhukam Serambi Indonesia), Safaruddin (Ketua YARA), Laksda TNI AL (Purn) Soleman B Ponto (mantan kepala BAIS), Aryos Nivada (Pengamat Politik dan Keamanan Aceh), dan Munawar Liza Zainal (mantan petinggi GAM).
“Kenapa BIN melakukan negosiasi dengan Din Minimi? Karena ada politik di sana, bukankah hukum itu produk politik juga. Jadi tidak bisa kita melihat satu masalah dengan satu persfektif saja, tapi ada banyak sisi (melihat kasus Din Minimi),” jelas Saifuddin Bantasyam.
Meski demikian, sikap berani Din Minimi bersama anggotanya yang memilih turun gunung bersama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, dia pandang sebagai satu langkah bagus. Keberadaan Din Minimi dan kelompoknya selama ini dia katakan telah membuat masyarakat trauma karena mengingat kembali suasana ketika konflik dulu.
“Karena tidak ada lagi kejar mengejar dan tembak menembak. Karena itu kondisi ini sangat membahagiakan sekali bagi masyarakat,” ungkap dosen Fakultas Hukum Unsyiah ini.(srmb)
loading...
Post a Comment