AMP - Di era 1400M, ditengah berkecamuknya dua aliran berbeda pandangan, antara, Islam dan ajaran Hindustani, kala itu Galuh Pajajaran, yang di kepalai oleh raja Sakti Mandraguna, Prabu Siliwangi, tidak mau di islamkan oleh Kanjeng Syeikh Syarif Hidayatulloh (kakek dan cucu) sehingga menimbulkan perang saudara diantara kedua belah pihak.
Dalam hal ini Pangeran Arya Kemuning, Dewi Nyimas Gandasari dan Nyimas Roro Kencono Wungu, ditugaskan untuk mengalahkan kesaktian Prabu Siliwangi, namun sang Prabu, bukan hanya sakti, beliau juga seorang linuwih dalam hal strategi perang, sehingga kala itu pasukan Cirebon, dengan mudahnya di kalahkan.
Dengan kalahnya pasukan Cirebon, Kanjeng Sunan KaliJaga, akhirnya di utus untuk menghadapi kesaktian yang dimiliki oleh Prabu Siliwangi, namun lagi-lagi utusan Cirebon, tidak bisa mengalahkannya.
Dengan memohon petunjuk kepada Allah SWT, Kanjeng Sunan Gunung Jati, mengutus kembali Rayi KaliJaga, untuk meminjam satu pusaka pilih tanding kepada Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan, berupa Tombak Karera Reksa. Berangkatlah Sang KaliJaga dan sesampainnnya di dasar laut pantai Selatan, beliau di tolak mentah-mentah oleh Ibu Ratu Kidul, dengan alasan tidak membawa bukti atau surat utusan dari Kanjeng Sunan Gunung Jati..
Disinilah kejelian Ratu Kidul, padahal beliau sudah sejak lama menaruh hati kepada Kanjeng Sunan KaliJaga:
“Wahai kisanak…..pulanglah kecuali kau mempertemukan aku dengan raja Panatagama” sebutan buat raja Cirebon.
Karena merasa tidak mendapatkan hasil, maka Kanjeng Sunan KaliJaga, terpaksa membawa Kanjeng Ratu Kidul, untuk menghadap kanjeng Sunan Gunung Jati, sesampainya tiba di kota Cirebon, Kanjeng Sunan Gunung Jati, menyambutnya dengan tersenyum simpul.
Melihat kanjeng Sunan Gunung Jati, tersenyum……..Ibu Ratu Kidul, langsung wajahnya memerah, beliau sangat malu dan takut karena Sang Sunan bisa membaca pikirannya.
Sesampainya di dalam Kaputren, Sunan Gunung Jati, langsung memanggil Kanjeng Ratu Kidul atau Dewi Nawang Wulan, putri Prabu Siliwangi, dari istri ke dua, Ratu Palaga Inggris.
“Wahai putri Prabu Siliwangi, hanya dikau yang mampu mengalahkan kesaktian ayahandamu, pinjamkanlah KaliJaga, pusakamu yang bernama, Tombak Karera Reksa” terang Kanjeng Sunan Gunung Jati.
“Ampun Gusti Susuhunan Panatagama, saya hanya memberikan pusaka itu kepada suamiku kelak” kata Ibu ratu Kidul.
Dengan tertawa kecil, Sunan Gunung Jati, langsung berujar kepada Kanjeng Sunan KaliJaga:
“Wahai Rayi KaliJaga, sesungguhnya tiada yang lebih mulia kecuali berpegang pada keagungan Syiar Islam, nikahlah dengannya (Ratu Kidul) atas nama Islam dan bukan karena nafsu”
Dengan ketulusan hati kanjeng Sunan KaliJaga, beliau menerima dengan kepatuhan seorang murid atas perintah gurunya. Namun,,,,,,,bagi Ibu Ratu Kidul, yang suka mempermainkan idamannya, beliau tidak langsung menerima kesetian Kanjeng Sunan KaliJaga, walau dalam hatinya saat itu penuh dengan bunga cinta, beliau mencoba kekasihnya terlebih dahulu.
“Ampun Gusti Panatagama, bagi para penghuni dasar laut Selatan, sangat pantang menerima seorang suami tanpa adanya suatu ikatan bathin, saya hanya ingin calon suamiku memberikan satu kenangan di hari pernikahannya nanti, berupa tasbih Kecubung/wulung, yang berasal dari laut Merah”..
Setelah keinginan Ratu Kidul, terucap, yang ditujukkan buat Kanjeng Sunan KaliJaga, Sunan Gunung Jati, langsung mengutus Kanjeng Sunan KaliJaga, untuk mencari apa yang menjadi keinginan dari Kanjeng Ratu Kidul.
Lalu sang Sunan, minta undur diri untuk melaksanakan tugasnya, beliau langsung pergi ke gunung Ciremai, menjalankan tafakkur dan minta perlindungan kepada Allah SWT.
Di malam ke 4, Kanjeng Sunan, kedapatan isyaroh, yang mengatakan akan datang seseorang yang membimbing untuk menemukan dimana “Tasbih Wulung/kecubung berada”.
Atas ijin Allah, siang harinya tiga sosok manusia yang berasal dari bangsa lelembut bernama, Sanghiyanng Sontong, Sang Ratu Sanggah Wisesa dan Sih Walikat, datang menghampirinya.
Ketiganya langsung mengutarakan niat baik mereka untuk membantu sang Sunan, dalam pencarian tasbih wulung/kecubung. Maka diajaknya sang Sunan dengan ilmu aji Sakta Gelap Gulita (ilmu menghilang bangsa lelembut)
Sesampainya di pinggir laut Merah, ke empat oranng yang barusan datang tadi langsung disambut oleh Pangeran Sulaiman Gaib (pendamping Ratu Bilqis, dari bangsa Sulaiman)
Dengan kemurahan hati sang Pangeran, semua diajaknya masuk ke dalam kerathon Bagaskara (bawah laut bagian utara Iraq) dan atas ijin sang Ratu Agung Bilqis, diberikanlah Kanjeng Sunan kaliJaga, satu buah Nur Sulaiman AS, berwujud peti ukir, dari alam Azrak yang di dalamnya terdapat Tasbih Wulung/ kecubung, berbahan batu kecubung giok.
Manfaatnya sebagai sarana pembuka aura paling cepat, ketenangan, kharisma, wibawa, penakluk dan mahabbah paling topcer yang banyak disukai kalayak umum maupun pribadi.
Dengan keberhasilan ini akhirnya Kanjeng Sunan KaliJaga, pamit pulang dan langsung menemui gurunya Kanjeng Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati.
Dengan rasa suka cita Kanjeng Sunan Gunung Jati, langsung memerintahkan Rayi KaliJaga, untuk secepatnya menemui Ratu Kidul Nawang Wulan, sehingga dengan pertalian mereka berdua akan lebih mudah untuk menaklukkan raja Munding Wangi, bergelar Prabu Siliwangi Galuh.
Dengan di iringi 40 orang dari Kaputren PakungWati, rombongan Kanjeng Sunan KaliJaga, mulai berangkat menuju laut Selatan, ternyata perjalanan mereka sudah lebih dulu diketahui oleh Kanjeng Ibu Ratu Kidul, yang dengan riangnya mempersiapkan segala hiasan dan pernak pernik untuk menyambut kedatangan kekasihnya.
Setelah kedua kekasih resmi menjadi sepasang suami istri, maka diserahkannya pusaka penakuk Karera Reksa, yang selama ini menjadi bagian dari pusaka wahid kerathon bangsa dasar laut. Dan setelah semuanya usai, sang Sunan, langsung ijin pamit untuk menunaikan tugas mulia, mengalahkan Prabu Siliwangi.
Pusaka karera Reksa, langsung diserahkan kepada gurunya Kanjeng Sunan Gunung Jati, lalu pusaka itu oleh sang guru ditambahi satu tombak diatasnya (ditancapkan satu tombak) sehingga pusaka Karera Reksa yang tadinya mempunyai 7 cabang dan satu Jalu runcing disamping, menjadi 9 cabang dan oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati, tombak Karera Reksa, diberi nama baru dengan sebutan Pusaka Agung Buana Tombak Nirwana Cakra Langit.
Dengan pusaka Cakra Langit, akhirnya Prabu Siliwangi, bisa dikalahkannya melalui perang tanding selama 7 malam berturut-turut dan tombak Cakra Langit, sendiri akhirnya dimusiumkan kembali di kerathon dasar laut Pantai Selatan.
Kisah tasbih Kecubung Wulung, sampai sekarang masih menjadi cerita rakyat yang banyak diminati oleh seluruh kalangan lapisan atas maupun bawah, namun sayang, bahan kecubung Wulung hanya ada di daerah Flores, Nusa Tengara Barat. Dan seiring anak Jam-ij, menemukan bahannya, fainsya Allah, dikemudian hari tasbih ini akan munncul sebagai suatu wasilah paling digemari oleh seluruh muda mudi dann orang tua.[kelirnews.com]
Dalam hal ini Pangeran Arya Kemuning, Dewi Nyimas Gandasari dan Nyimas Roro Kencono Wungu, ditugaskan untuk mengalahkan kesaktian Prabu Siliwangi, namun sang Prabu, bukan hanya sakti, beliau juga seorang linuwih dalam hal strategi perang, sehingga kala itu pasukan Cirebon, dengan mudahnya di kalahkan.
Dengan kalahnya pasukan Cirebon, Kanjeng Sunan KaliJaga, akhirnya di utus untuk menghadapi kesaktian yang dimiliki oleh Prabu Siliwangi, namun lagi-lagi utusan Cirebon, tidak bisa mengalahkannya.
Dengan memohon petunjuk kepada Allah SWT, Kanjeng Sunan Gunung Jati, mengutus kembali Rayi KaliJaga, untuk meminjam satu pusaka pilih tanding kepada Ratu Kidul Dewi Nawang Wulan, berupa Tombak Karera Reksa. Berangkatlah Sang KaliJaga dan sesampainnnya di dasar laut pantai Selatan, beliau di tolak mentah-mentah oleh Ibu Ratu Kidul, dengan alasan tidak membawa bukti atau surat utusan dari Kanjeng Sunan Gunung Jati..
Disinilah kejelian Ratu Kidul, padahal beliau sudah sejak lama menaruh hati kepada Kanjeng Sunan KaliJaga:
“Wahai kisanak…..pulanglah kecuali kau mempertemukan aku dengan raja Panatagama” sebutan buat raja Cirebon.
Karena merasa tidak mendapatkan hasil, maka Kanjeng Sunan KaliJaga, terpaksa membawa Kanjeng Ratu Kidul, untuk menghadap kanjeng Sunan Gunung Jati, sesampainya tiba di kota Cirebon, Kanjeng Sunan Gunung Jati, menyambutnya dengan tersenyum simpul.
Melihat kanjeng Sunan Gunung Jati, tersenyum……..Ibu Ratu Kidul, langsung wajahnya memerah, beliau sangat malu dan takut karena Sang Sunan bisa membaca pikirannya.
Sesampainya di dalam Kaputren, Sunan Gunung Jati, langsung memanggil Kanjeng Ratu Kidul atau Dewi Nawang Wulan, putri Prabu Siliwangi, dari istri ke dua, Ratu Palaga Inggris.
“Wahai putri Prabu Siliwangi, hanya dikau yang mampu mengalahkan kesaktian ayahandamu, pinjamkanlah KaliJaga, pusakamu yang bernama, Tombak Karera Reksa” terang Kanjeng Sunan Gunung Jati.
“Ampun Gusti Susuhunan Panatagama, saya hanya memberikan pusaka itu kepada suamiku kelak” kata Ibu ratu Kidul.
Dengan tertawa kecil, Sunan Gunung Jati, langsung berujar kepada Kanjeng Sunan KaliJaga:
“Wahai Rayi KaliJaga, sesungguhnya tiada yang lebih mulia kecuali berpegang pada keagungan Syiar Islam, nikahlah dengannya (Ratu Kidul) atas nama Islam dan bukan karena nafsu”
Dengan ketulusan hati kanjeng Sunan KaliJaga, beliau menerima dengan kepatuhan seorang murid atas perintah gurunya. Namun,,,,,,,bagi Ibu Ratu Kidul, yang suka mempermainkan idamannya, beliau tidak langsung menerima kesetian Kanjeng Sunan KaliJaga, walau dalam hatinya saat itu penuh dengan bunga cinta, beliau mencoba kekasihnya terlebih dahulu.
“Ampun Gusti Panatagama, bagi para penghuni dasar laut Selatan, sangat pantang menerima seorang suami tanpa adanya suatu ikatan bathin, saya hanya ingin calon suamiku memberikan satu kenangan di hari pernikahannya nanti, berupa tasbih Kecubung/wulung, yang berasal dari laut Merah”..
Setelah keinginan Ratu Kidul, terucap, yang ditujukkan buat Kanjeng Sunan KaliJaga, Sunan Gunung Jati, langsung mengutus Kanjeng Sunan KaliJaga, untuk mencari apa yang menjadi keinginan dari Kanjeng Ratu Kidul.
Lalu sang Sunan, minta undur diri untuk melaksanakan tugasnya, beliau langsung pergi ke gunung Ciremai, menjalankan tafakkur dan minta perlindungan kepada Allah SWT.
Di malam ke 4, Kanjeng Sunan, kedapatan isyaroh, yang mengatakan akan datang seseorang yang membimbing untuk menemukan dimana “Tasbih Wulung/kecubung berada”.
Atas ijin Allah, siang harinya tiga sosok manusia yang berasal dari bangsa lelembut bernama, Sanghiyanng Sontong, Sang Ratu Sanggah Wisesa dan Sih Walikat, datang menghampirinya.
Ketiganya langsung mengutarakan niat baik mereka untuk membantu sang Sunan, dalam pencarian tasbih wulung/kecubung. Maka diajaknya sang Sunan dengan ilmu aji Sakta Gelap Gulita (ilmu menghilang bangsa lelembut)
Sesampainya di pinggir laut Merah, ke empat oranng yang barusan datang tadi langsung disambut oleh Pangeran Sulaiman Gaib (pendamping Ratu Bilqis, dari bangsa Sulaiman)
Dengan kemurahan hati sang Pangeran, semua diajaknya masuk ke dalam kerathon Bagaskara (bawah laut bagian utara Iraq) dan atas ijin sang Ratu Agung Bilqis, diberikanlah Kanjeng Sunan kaliJaga, satu buah Nur Sulaiman AS, berwujud peti ukir, dari alam Azrak yang di dalamnya terdapat Tasbih Wulung/ kecubung, berbahan batu kecubung giok.
Manfaatnya sebagai sarana pembuka aura paling cepat, ketenangan, kharisma, wibawa, penakluk dan mahabbah paling topcer yang banyak disukai kalayak umum maupun pribadi.
Dengan keberhasilan ini akhirnya Kanjeng Sunan KaliJaga, pamit pulang dan langsung menemui gurunya Kanjeng Syarif Hidayatulloh atau Sunan Gunung Jati.
Dengan rasa suka cita Kanjeng Sunan Gunung Jati, langsung memerintahkan Rayi KaliJaga, untuk secepatnya menemui Ratu Kidul Nawang Wulan, sehingga dengan pertalian mereka berdua akan lebih mudah untuk menaklukkan raja Munding Wangi, bergelar Prabu Siliwangi Galuh.
Dengan di iringi 40 orang dari Kaputren PakungWati, rombongan Kanjeng Sunan KaliJaga, mulai berangkat menuju laut Selatan, ternyata perjalanan mereka sudah lebih dulu diketahui oleh Kanjeng Ibu Ratu Kidul, yang dengan riangnya mempersiapkan segala hiasan dan pernak pernik untuk menyambut kedatangan kekasihnya.
Setelah kedua kekasih resmi menjadi sepasang suami istri, maka diserahkannya pusaka penakuk Karera Reksa, yang selama ini menjadi bagian dari pusaka wahid kerathon bangsa dasar laut. Dan setelah semuanya usai, sang Sunan, langsung ijin pamit untuk menunaikan tugas mulia, mengalahkan Prabu Siliwangi.
Pusaka karera Reksa, langsung diserahkan kepada gurunya Kanjeng Sunan Gunung Jati, lalu pusaka itu oleh sang guru ditambahi satu tombak diatasnya (ditancapkan satu tombak) sehingga pusaka Karera Reksa yang tadinya mempunyai 7 cabang dan satu Jalu runcing disamping, menjadi 9 cabang dan oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati, tombak Karera Reksa, diberi nama baru dengan sebutan Pusaka Agung Buana Tombak Nirwana Cakra Langit.
Dengan pusaka Cakra Langit, akhirnya Prabu Siliwangi, bisa dikalahkannya melalui perang tanding selama 7 malam berturut-turut dan tombak Cakra Langit, sendiri akhirnya dimusiumkan kembali di kerathon dasar laut Pantai Selatan.
Kisah tasbih Kecubung Wulung, sampai sekarang masih menjadi cerita rakyat yang banyak diminati oleh seluruh kalangan lapisan atas maupun bawah, namun sayang, bahan kecubung Wulung hanya ada di daerah Flores, Nusa Tengara Barat. Dan seiring anak Jam-ij, menemukan bahannya, fainsya Allah, dikemudian hari tasbih ini akan munncul sebagai suatu wasilah paling digemari oleh seluruh muda mudi dann orang tua.[kelirnews.com]
loading...
Post a Comment