AMP - Sejak dideklarasikan di Jakarta pada 14 Agustus 2011, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) kini menyebar. Hampir seluruh wilayah di Indonesia ada jaringannya.
Selain di Yogyakarta, yang mengakibatkan Dokter Rica Tri Handayani sempat hilang sejak 30 Desember 2015 dan ditemukan pada Senin (11/1), Gafatar juga ada di Sulawesi Tenggara.
Seperti apa aksi Gafatar di Sultra? Berikut penelusuranWartawan Kendari Pos (Jawa Pos Group), Helmin Tosuki.
=====
Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sempat heboh di Sulawesi Tenggara tahun 2011 dan awal tahun 2015.
Organisasi ini telah membentuk Dewan Pimpinan Daerah (DPD) pada beberapa kabupaten baik di Kota Kendari, Konawe Utara (Konut), dan Kota Baubau.
Namun yang paling menonjol gerakannya yakni di Desa Todoloiyo Kecamatan Oheo Konut.
Beberapa elemen masyarakat, Kemenag Konut, kepolisian dan pemerintah daerah turun melakukan pengawasan karena organisasi ini diduga menyebarkan ajaran sesat.
Setelah menjadi sorotan, organisasi sempat tak terdengar lagi aktivitasnya. Terakhir, Gafatar dikabarkan meninggalkan Sulawesi Tenggara pada bulan Oktober 2015.
Warga Desa Todoloiyo mengenal Gafatar sebagai organisasi yang dibawa oleh seseorang bernama Nasrudin, meski ternyata lelaki itu tidak menetap di desa tersebut tapi bermukim di Kota Kendari.
Label Gafatar sempat terpampang di kediaman orang tua Nasrudin yang terletak di Poros Jalan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Todoloiyo.
Hanya menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari arah ibu kota Kabupaten Konut, Wanggudu menuju Kecamatan Wiwirano. Oleh warga, Nasrudin sendiri merupakan penduduk asli di desa itu.
Ia juga dikenal sebagai anak pemuka agama di desa tersebut. "Nasrudin tinggalnya di Kendari. Kalau di sini (Desa Todoloiyo) hanya rumah orang tuanya. Di depan rumah orang tuanya sempat ada papan nama Gafatar," ungkap salah seorang warga Desa Todoloiyo yang minta identitasnya tidak dipublikasikan.
Menurut warga, ada masyarakat yang bermukim di wilayah UPT Todoloiyo tinggal dan bermukim jauh dari masyarakat setempat.
Satu keluarga yang dimaksud itu adalah salah seorang pengikut Nasrudin. "Ada satu keluarga tapi di hutan mereka tinggal. Mereka berkebun di sana,"katanya.
Dari keterangan warga, Nasrudin sebelumnya pernah merantau di Kota Makkasar, Sulsel. Dia bekerja di sektor perbengkelan. Kemungkinan, lanjut, warga itu, Nasrudin mendapatkan ilmu di tempat dirinya bekerja selanjutnya membawa ke desa Todoloiyo dan mengajak masyarakat mengikutinya.
Saat menyambangi kediaman orang tua Nasrudin yang terletak, rumah yang berdindingkan papan itu tampak tertutup. Tetangganya (berdampingan rumah orang tua Nasrudin) juga tidak banyak memberikan komentar terkait aktivitas orang tua Nasrudin.
Tapi Kementerian Agama Konawe Utara tetap yakin bahwa Gafatar yang dibawa Nasruddin ke kampung itu adalah ajaran sesat.
Larangan menunaikan salat dan tidak mengakui Nabi Muhammad SAW bahkan telah menjurus pada pemurtadan agama. Beberapa warga sempat terpengaruh dengan ajakan Nasrudin. Tetapi tidak banyak masyarakat yang mengikuti ajakannya.
"Mereka-mereka ji yang terpengaruh (kelurga terdekat Nasrudin)," kata, Kepala Kemenag Kabupaten Konut, M Natsir.
Ia belum bisa menyimpulkan aliran yang diajarkan oleh Nasrudin. Tapi ajakan Nasrudin dinilai telah masuk pada upaya pemurtadan terhadap ajaran agama.
"Tapi untuk sekarang aliran sesat di UPT Todoloiyo (Konut) sudah tidak ada, sejak bulan Juni 2015. Para pengikut aliran sesat (Gafatar) informasinya sudah berpindah di luar daerah yakni Sumatra," ujar Muh Natsir, Senin (11/1).[JPNN]
loading...
Post a Comment