Halloween Costume ideas 2015
loading...

Trump Menang, Mahasiswa Aceh di Amerika Harus Pulang Kampung

Lailul Ikram, mahasiswa asal Aceh saat berbicara pada acara wisuda sarjana di Earlham College, Richmond, Negara Bagian Indiana. Saat ini sedang menempuh pendidikan master fokus bidang negosiasi, resolusi konflik, dan ekonomi pembangunan di Columbia University, New York.
AMP - Kandidat Presiden dari Partai Republik, Donald Trump akhirnya terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-45 setelah mengalahkan rivalnya dari Partai Demokrat, mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) yang berlangsung, Rabu (9/11/2016).

Kemenangan Trump kini berubah menjadi momok menakutkan bagi sebagian warga Amerika dan masyarakat dunia, tak terkecuali mahasiswa Aceh yang saat ini sedang mengikuti pendidikan di negeri Paman Sam tersebut.

Menurut pengakuan Lailul Ikram, seorang mahasiswa Aceh yang sedang menyelesaikan program master di Universitas Columbia ini, hasil Pilpres Amerika ini merupakan fenomena aneh bagi seluruh dunia.

Betapa tidak, seorang kandidat yang rasis dan pernah merendahkan suku, agama atau budaya orang lain selama kampanye, berhasil menjadi presiden di salah satu negara ter-powerful sedunia.

"Dari malam perhitungan suara sampai sekarang, banyak teman-teman saya yang masih bingung, menangis, dan kecewa. Saya rasa kemenangan Trump akan memiliki dampak di berbagai sektor globalisasi, baik dari sektor ekomoni, keamanan internasional, maupun imigrasi," kata Ikram dalam perbincangan melalui layanan WhatsApp dengan Serambinews.com, Kamis (10/11/2016) malam waktu Indonesia barat.

Market sedang turun, sambung Ikram, dan keamanan internasional juga masih dipertanyakan, berhubung Trump ingin menegosiasi ulang hubungan baik yang selama ini telah dibangun antara Amerika dengan Jepang, Cina, Saudi Arabia, dan Rusia.

Salah satu pernyataan Trump pada saat debat presiden adalah dia ingin membangun hubungan baik dengan Putin, Presiden Rusia, yang sering disebut-sebut sebagai musuh besar para politisi di Amerika.

Trump juga mengatakan dia ingin memungut pajak kepada negara-negara yang selama ini memperoleh perlindungan dan dukungan keamanan militer internasional dari Amerika.

Mengenai imigrasi, kemungkinan Trump benar-benar tidak memperbolehkan umat Islam dan negara-negara tetangga masuk ke Amerika.

"Saya sendiri mungkin harus pulang kampung. Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi dalam jangka waktu singkat. Hanya Allah yang Maha Tahu dan Maha Penolong untuk sekarang dan ke depannya," ujar Ikram.

Ikram sudah menempuh pendidikan di negeri Paman Sam sejak masuk jenjang strata satu di Earlham College, Richmond, Negara Bagian Indiana.

Melalui beasiswa penuh Pemerintah Amerika Serikat itu, Ikram berhasil menyelesaikan S1 bidang Matematika dan Business pada tahun 2012.

Saat ini, ia sedang menyelesaikan program master fokus bidang negosiasi, resolusi konflik, dan ekonomi pembangunan di universitas paling bergengsi di dunia yakni Columbia University.

"Saya anggap fenomena kemenangan Trump ini merupakan rahasia Ilahi yang sebagai hambaNya yang memiliki ilmu terbatas, mungkin belum mampu melihat hikmahNya ke depan," tambahnya.

Muslim mulai khawatir

Sementara itu, umat Islam di Amerika pada umumnya merasa kecewa dengan hasil Pilpres tahun ini. Padahal, awalnya mayoritas Muslim di Amerika sangat yakin bahwa Hillary akan menang.

"Tapi ya namanya juga politik, sulit untuk diduga," sebut Ikram.

Meski banyak kekhawatiran dari umat Islam di Amerika, namun belum ada reaksi signifikan yang dilakukan dalam bentuk aksi demo. "Dan belum ada yang mudik. Ke depannya kita tidak tau dan hanya bisa berdoa," papar Ikram.

"Saya sendiri pada saat melihat Trump menang, saya cuma mampu mengimplementasikan surat Al Baqarah ayat 46, yaitu "minta tolonglah (kepada Allah) melalui sabar dan shalat," tambah Ikram.

Universitas sempat 'me-warning'

Sementara itu, jauh hari sebelum masa pemilihan presiden di Amerika, Ikram sempat menerima sebuah surat yang berisi pemberitahuan dari pihak univeritas bahwa, jika Donald Trump menang, maka peta perpolitikan di Amerika akan berubah--dan implikasinya juga mungkin akan terjadi terhadap para mahasiswa muslim di Amerika.

Namun, pihak universitas menyatakan tetap akan berupaya 'sekuatnya' untuk tetap mempertahankan para mahasiswa muslim yang sedang menuntut ilmu di Columbia University.

Jika pun upaya melindungi mahasiswa tidak berhasil, maka universitas akan membantu mahasiswa muslim untuk pindah ke universitas di Eropa yang memiliki peringkat sama dengan Columbia University.

Ternyata sehari setelah Trump diumumkan menang, hal itu belum mempengaruhi dan proses belajar mengajar masih seperti biasa.

Hanya saja, ada atmosfir yang sedikit berbeda. Di berbagai kelas, kata Ikram, banyak diskusi antara professor dan mahasiswa mencoba menganalisa kenapa Trump bisa menang.

Dari segi peraturan di kampus, masih terlalu cepat untuk diprediksi bahwa akan segera berubah. Peraturan universitas akan berubah jika ada perubahan peraturan dari pemerintah.

Akan tetapi untuk dapat menambah, mengurangi ataupun mengganti hukum di Amerika, tidaklah gampang, meskipun perintah perubahan tersebut datang dari Presiden sendiri.

Di Amerika, ada yang namanya "Federal Equality Act" yakni semacam undang-undang untuk melindungi setiap individual, siapapun dia, dari perilaku diskriminasi.

"Saya pesimis Trump bisa mengganti hukum ini dengan cepat, karena dia harus melewati Kongres terlebih dahulu. Bila Kongres menolak peraturan-peraturan yang diinisiasikan oleh Trump, ya Insha Allah universitas, dan berbagai institusi lainnya di Amerika akan menjalakan aktivitas sehari-hari seperti biasa," kata Ikram.

Di Columbia University, ada dua mahasisawa Aceh yang saat sedang mengikuti program master. "Ya kami di sini ada dua orang, satunya lagi putri dari Aceh, yang merupakan tunangan saya," sebut Ikram tanpa mau menyebutkan identitas sang tunangannya.

Ikram lahir dan dibesarkan di Aceh. Anak dari pasangan Zainal Abidin dan almarhumah Rosdiani ini beralamat di Kopelma Sektor Barat Darussalam, Banda Aceh.

Ia merupakan lulusan SD Lamnyong, MTsN 1 Banda Aceh, dan SMA Fajar Harapan. Setelah tsunami, Ikram melanjutkan studi di UWC Singapore dan selanjutnya ke Amerika.

Setelah lulus S1, Ikram sempat bekerja di Citibank Jakarta sebelum melanjutkan studi S2 di Columbia University dengan beasiswa Kementerian Keuangan RI, LPDP.

Di Amerika, anak muda Aceh ini juga bekerja di Markas Besar PBB di New York di bagian United Nations Ombudsman and Mediation. Organisasi PBB ini bergerak di bidang resolusi dan mediasi konflik. (tribunnews)
loading...

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget