Jaring besi untuk melindungi kaca depan dan sopir dari lemparan batu. Namun tak cukup halus untuk menghalau peluru senapan angin. Foto: Rahmat Fajri |
AMP - Aksi pelemparan batu dan penembakan bis antarkota antarprovinsi di sepanjang Kecamatan Tanjung Pura, Gebang dan Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatera Utara, semakin meningkat. Anehnya, polisi seperti tak berbuat apa-apa untuk menindak pelaku kejahatan itu. Akibat pelemparan bus, beberapa waktu lalu, seorang bayi tewas. Kemarin malam, aksi pelemparan semakin meningkat. Tak puas hanya dengan ketapel, mereka kini beralih ke senapan angin.
Seorang sopir yang tak mau disebutkan nama dan tempat usahanya mengaku tak berdaya melawan aksi kelompok itu. Menurut dia, polisi sebenarnya bisa saja menangkap mereka karena pelakunya orang yang itu-itu saja. Sopir enggan berurusan dengan polisi karena proses yang lama namun tak meredakan aksi pelemparan dan penembakan itu. Untuk setiap pelaporan, kata dia, sopir harus memberi jumlah uang bervariasi. Ini jelas memberatkan sopir.
"Kami cari polisi, polisi cari duit," kata seorang sopir kepada AJNN, Sabtu (26/12).
Linda, manajer operasional PT Putra Pelangi, mengungkapkan seorang sopir mereka terkena serpihan kaca yang menyobek pelipis kanan. Sebulan kemudian, setelah sembuh, si sopir nahas itu kembali terkena serpihan kaca saat melintasi kawasan Gebang. Bak sopir kendaraan F-1, beberapa sopir memilih menggunakan helm saat melintasi daerah itu. Ini menyebabkan mereka semakin sulit melihat, karena jarak pandang terhalang jaring besi yang terpasang di kaca bagian depan bus.
"Kemarin, empat bus kami (Putra Pelangi) ditembak dan diketapel sehingga rusak. Bus lain yang melintas malam itu juga rusak," kata Linda. Sama seperti diutarakan sopir, mereka mengaku kapok berurusan dengan polisi karena tidak pernah ada penyelesaian. Beberapa pelaku ditangkap kemudian dilepaskan lagi karena dilindungi oleh oknum polisi berpangkat lebih tinggi.
"Beberapa jam setelah ditangkap, orang yang melempar dilepaskan karena saudaranya polisi juga," kata Linda. Pernah, kata Linda, seorang sopir cedera oleh lemparan batu dan membuatnya pingsan saat mengemudi. Kendaraan itu lantas menabrak rumah warga di dekat lokasi pelemparan. Bukannya membantu korban, bus itu dijarah. Perusahan juga dipaksa mengganti kerugian akibat tabrakan itu.
"Kami nggak tahu mau bagaimana lagi," kata Linda. Pantauan AJNN, operator bus dan para sopir tetap menjalankan armada mereka. Mereka memilih menanggung risiko ketimbang tak bisa membawa pulang uang untuk keluarga mereka. [AJNN]
Seorang sopir yang tak mau disebutkan nama dan tempat usahanya mengaku tak berdaya melawan aksi kelompok itu. Menurut dia, polisi sebenarnya bisa saja menangkap mereka karena pelakunya orang yang itu-itu saja. Sopir enggan berurusan dengan polisi karena proses yang lama namun tak meredakan aksi pelemparan dan penembakan itu. Untuk setiap pelaporan, kata dia, sopir harus memberi jumlah uang bervariasi. Ini jelas memberatkan sopir.
"Kami cari polisi, polisi cari duit," kata seorang sopir kepada AJNN, Sabtu (26/12).
Linda, manajer operasional PT Putra Pelangi, mengungkapkan seorang sopir mereka terkena serpihan kaca yang menyobek pelipis kanan. Sebulan kemudian, setelah sembuh, si sopir nahas itu kembali terkena serpihan kaca saat melintasi kawasan Gebang. Bak sopir kendaraan F-1, beberapa sopir memilih menggunakan helm saat melintasi daerah itu. Ini menyebabkan mereka semakin sulit melihat, karena jarak pandang terhalang jaring besi yang terpasang di kaca bagian depan bus.
"Kemarin, empat bus kami (Putra Pelangi) ditembak dan diketapel sehingga rusak. Bus lain yang melintas malam itu juga rusak," kata Linda. Sama seperti diutarakan sopir, mereka mengaku kapok berurusan dengan polisi karena tidak pernah ada penyelesaian. Beberapa pelaku ditangkap kemudian dilepaskan lagi karena dilindungi oleh oknum polisi berpangkat lebih tinggi.
"Beberapa jam setelah ditangkap, orang yang melempar dilepaskan karena saudaranya polisi juga," kata Linda. Pernah, kata Linda, seorang sopir cedera oleh lemparan batu dan membuatnya pingsan saat mengemudi. Kendaraan itu lantas menabrak rumah warga di dekat lokasi pelemparan. Bukannya membantu korban, bus itu dijarah. Perusahan juga dipaksa mengganti kerugian akibat tabrakan itu.
"Kami nggak tahu mau bagaimana lagi," kata Linda. Pantauan AJNN, operator bus dan para sopir tetap menjalankan armada mereka. Mereka memilih menanggung risiko ketimbang tak bisa membawa pulang uang untuk keluarga mereka. [AJNN]
loading...
Post a Comment