Ilustrasi |
AMP - Praktik dunia hitam (gadis penghibur) rumahan di Kabupaten Subang, Jawa Barat sebenarnya bukanlah hal tabu.
Gadis penghibur rumahan di pedesaan seolah menjadi pemantik rasa penasaran orang-orang kota untuk datang ke sana. Suasana pedesaan cupu sunyi, berbaur dengan rumah warga, dan dengan tarif yang relatif murah.
Bahkan, perempuan penghibur dengan leluasa akan mengajak tamunya ke rumahnya, meski ada anggota keluarganya; orangtua atau sanak saudaranya.
Selain gadis penghibur rumahan di desa-desa, hal sama ternyata juga tersebar di sejumlah tempat di Kabupaten Subang. Dari penelurusan Warta Kota di beberapa lokasi di pusat Kota Subang, dengan mudah didapatkan informasi soal layanan gadis penghibur ini.
Pilihannya banyak, dari siswi SMA, mahasiswi (ayam kampus), sampai perempuan penghibur senior. "Di sini semuanya ada. Semuanya tersedia dan bisa dipanggil kapan saja," ucap DL (35), warga Subang yang terkadang menjadi makelar gadis penghibur.
Benar saja, berbekal informasi dari DL, Warta Kota berhasil membuat janji dengan perempuan muda yang berdomisili di Kota Subang.
Sebut saja namanya Tami (21). Dia adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Subang. Ia terlihat bersemangat ketika mendengar tamu yang datang dari Jakarta.
"Karena orang-orang dari Jakarta yang mencari hiburan di sini umumnya royal," kata DL saat berkomentar soal antusiasme tamu dari Jakarta.
Gadis seperti Tami, dikatakan DL, menempati kelas satu di kalangan gadis penghibur. Selain berwajah cantik, dan masih berusia muda, statusnya sebagai mahasiswi ikut mendongkrak tarif Tami.
Tami mengaku telah menjalani profesi sebagai gadis penghibur sejak beberapa tahun silam. "Kira-kira sudah tiga tahunan, pas baru masuk kuliah," kata Tami yang memiliki wajah mirip salah satau artis ternama.
Tarif yang dipatok Tami sekali menemani tamu bervariasi. Tami biasanya terlebih dulu melihat siapa sang tamunya.
"Kalau orangnya kucel, berumur, ya saya patok mahal. Kalau tamunya muda saya paling minta Rp 500.000 saja. Kalau menginap di hotel, bisa Rp 1 juta lebih," ujar Tami.
Tami mengaku tidak hanya menemani tamu di Subang. Beberapa pelanggannya dari luar kota juga ada yang mengundangnya.
Gadis penghibur rumahan di pedesaan seolah menjadi pemantik rasa penasaran orang-orang kota untuk datang ke sana. Suasana pedesaan cupu sunyi, berbaur dengan rumah warga, dan dengan tarif yang relatif murah.
Bahkan, perempuan penghibur dengan leluasa akan mengajak tamunya ke rumahnya, meski ada anggota keluarganya; orangtua atau sanak saudaranya.
Selain gadis penghibur rumahan di desa-desa, hal sama ternyata juga tersebar di sejumlah tempat di Kabupaten Subang. Dari penelurusan Warta Kota di beberapa lokasi di pusat Kota Subang, dengan mudah didapatkan informasi soal layanan gadis penghibur ini.
Pilihannya banyak, dari siswi SMA, mahasiswi (ayam kampus), sampai perempuan penghibur senior. "Di sini semuanya ada. Semuanya tersedia dan bisa dipanggil kapan saja," ucap DL (35), warga Subang yang terkadang menjadi makelar gadis penghibur.
Benar saja, berbekal informasi dari DL, Warta Kota berhasil membuat janji dengan perempuan muda yang berdomisili di Kota Subang.
Sebut saja namanya Tami (21). Dia adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Subang. Ia terlihat bersemangat ketika mendengar tamu yang datang dari Jakarta.
"Karena orang-orang dari Jakarta yang mencari hiburan di sini umumnya royal," kata DL saat berkomentar soal antusiasme tamu dari Jakarta.
Gadis seperti Tami, dikatakan DL, menempati kelas satu di kalangan gadis penghibur. Selain berwajah cantik, dan masih berusia muda, statusnya sebagai mahasiswi ikut mendongkrak tarif Tami.
Tami mengaku telah menjalani profesi sebagai gadis penghibur sejak beberapa tahun silam. "Kira-kira sudah tiga tahunan, pas baru masuk kuliah," kata Tami yang memiliki wajah mirip salah satau artis ternama.
Tarif yang dipatok Tami sekali menemani tamu bervariasi. Tami biasanya terlebih dulu melihat siapa sang tamunya.
"Kalau orangnya kucel, berumur, ya saya patok mahal. Kalau tamunya muda saya paling minta Rp 500.000 saja. Kalau menginap di hotel, bisa Rp 1 juta lebih," ujar Tami.
Tami mengaku tidak hanya menemani tamu di Subang. Beberapa pelanggannya dari luar kota juga ada yang mengundangnya.
Sebut saja namanya Tami (21). Dia adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Subang. Ia terlihat bersemangat ketika mendengar tamu yang datang dari Jakarta.
"Karena orang-orang dari Jakarta yang mencari hiburan di sini umumnya royal," kata DL saat berkomentar soal antusiasme tamu dari Jakarta.
Gadis seperti Tami, dikatakan DL, menempati kelas satu di kalangan gadis penghibur. Selain berwajah cantik, dan masih berusia muda, statusnya sebagai mahasiswi ikut mendongkrak tarif Tami.
Tami mengaku telah menjalani profesi sebagai gadis penghibur sejak beberapa tahun silam. "Kira-kira sudah tiga tahunan, pas baru masuk kuliah," kata Tami yang memiliki wajah mirip salah satau artis ternama.
Tarif yang dipatok Tami sekali menemani tamu bervariasi. Tami biasanya terlebih dulu melihat siapa sang tamunya.
"Kalau orangnya kucel, berumur, ya saya patok mahal. Kalau tamunya muda saya paling minta Rp 500.000 saja. Kalau menginap di hotel, bisa Rp 1 juta lebih," ujar Tami.
Tami mengaku tidak hanya menemani tamu di Subang. Beberapa pelanggannya dari luar kota juga ada yang mengundangnya.
Tamu yang datang biasanya ditawarkan untuk karaoke di sebuah room di rumah itu. Tarif satu jam karaoke, rata-rata Rp 60.000. Tapi ada juga paket karaoke plus minum sebesar Rp 500.000 hingga jutaan rupiah.
"Di sini tidak pernah sepi. Tamunya orang dari mana saja, karena letaknya di tepi jalan raya. Ada yang sekadar mampir, tapi banyak juga yang sengaja datang ke sini cari hiburan. Paling banyak orang Jakarta," kata Nia (nama samaran), salah satu gadis penghibur.
Berbeda dengan praktik gadis penghibur rumahan, di Pantura seolah tidak ada matinya. Ketika Warta Kota menelusuri Kampung Cimacan, Desa Balingbing, Kecamatan Pagaden Barat, lokasi ini ternyata sudah dikenal sejak tahun 1990-an. [TRB]
loading...
Post a Comment