AMP - Mantan Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi (FKK) Desk Aceh Kemenkopolhukam, Mayjen (Purn) TNI Amiruddin Usman, S.IP., menilai pemerintah akan mengalami kesulitan dalam penanganan setelah Nurdin Ismail alias Din Minimi, pimpinan kelompok bersenjata di Aceh turun gunung.
Kepada portalsatu.com, Minggu, 3 Januari 2016, malam, Amiruddin Usman menjelaskan, dalam penanganan masalah di Aceh mestinya selalu berada dalam frame/kerangka pemeliharaan dan proses perdamaian Aceh. Selain itu, kata dia, selalu dihindari terjadinya konflik yang dapat merugikan dan mengganggu keamanan rakyat.
Menurut Amiruddin Usman, janji kepada Din Minimi agar turun gunung jelas upaya menempuh jalan damai, dengan mengajukan
beberapa persyaratan yang sudah disetujui Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso. Rencana ini dinilai sudah dilaporkan kepala BIN kepada presiden, termasuk di dalamnya rencana pemberian amnesti.
“Namun hal ini dapat dikatakan akan mempersulit presiden karena harus meminta persetujuan DPR RI (sesuai ÙUD 1945 pasal 14 ayat (2). Sebab saat ini tidak mudah mendapatkan persetujuan dengan DPR RI. Apalagi dalam penurunan kelompok bersenjata ini, termasuk pemberian amnesti masih terjadi perbedaan pandang antara BIN dan Polri,” ujar Amiruddin Usman dalam pernyataannya kepada portalsatu.com melaui layanan BlackBerry Messenger (BBM).
Amiruddin Usman menilai perbedaan pandangan antara BIN dan Polri pasti dijadikan pertimbangan oleh DPR RI dalam memberikan persetujuan amnesti kepada kelompok Din Minimi.
“Selain itu, Din Minimi bukan terhukum/terpidana yang berkaitan dengan politik GAM, dan sudah lewat masanya. Tapi mereka hanya terlibat dalam masalah kriminal bersenjata,” kata Amiruddin Usman yang juga putra Aceh Singkil.
Melansir wikipedia.org, amnesti (dari bahasa Yunani, amnestia) adalah sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Amnesti diberikan oleh badan hukum tinggi negara semisal badan eksekutif, legislatif atau yudikatif.
Dengan demikian, kata Amiruddin Usman, kalaupun mereka (Din Minimi cs) adalah dari GAM bersenjata, maka masa demobilisasi dan decommissioning sudah lama selesai, yaitu berakhir sejak 31 Desember 2005 lalu. Ini sesuai MoU Helsinki butir 4.4.
“Kalau demikian, maka kelompok Din Minimi bukan GAM dan bukan terhukum, karena belum masuk pengadilan. Mereka adalah kelompok yang bersalah dengan telah melakukan kejahatan kriminal. Hal yang memberatkan adalah karena mereka memiliki dan menggunakan senjata api ilegal yang hukumannya sangat berat,” ujar Amiruddin Usman.
Sesuai UU No. 12/Drt/1951 pasal 1: “Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu
bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.
"Melihat beberapa fakta hukum tersebut dihadapkan dengan amnesti jelas bertentangan dengan UU dan MoU Helsinki, apakah pemerintah tetap memberikan amnesti, tapi mengabaikan hukum dan mengabaikan Indonesia sebagai negara hukum sesuai pasal 1 ayat (3) UUD 1945?”
“Waduh, sangat mahal dan tidak sesuai dengan harga sebuah amnesti. Namun akan sangat buruk nasib Din Minimi dan jatuh juga nama Sutiyoso
dengan BIN-nya bila amnesti tidak diberikan Presiden dan DPR RI,” ujar Amiruddin Usman.
Menurut Amiruddin, “Istilah yang tepat bagi pemerintah menghadapi pasca/setelah turunnya Din Minimi adalah dilema”.[portalsatu]
Kepada portalsatu.com, Minggu, 3 Januari 2016, malam, Amiruddin Usman menjelaskan, dalam penanganan masalah di Aceh mestinya selalu berada dalam frame/kerangka pemeliharaan dan proses perdamaian Aceh. Selain itu, kata dia, selalu dihindari terjadinya konflik yang dapat merugikan dan mengganggu keamanan rakyat.
Menurut Amiruddin Usman, janji kepada Din Minimi agar turun gunung jelas upaya menempuh jalan damai, dengan mengajukan
beberapa persyaratan yang sudah disetujui Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso. Rencana ini dinilai sudah dilaporkan kepala BIN kepada presiden, termasuk di dalamnya rencana pemberian amnesti.
“Namun hal ini dapat dikatakan akan mempersulit presiden karena harus meminta persetujuan DPR RI (sesuai ÙUD 1945 pasal 14 ayat (2). Sebab saat ini tidak mudah mendapatkan persetujuan dengan DPR RI. Apalagi dalam penurunan kelompok bersenjata ini, termasuk pemberian amnesti masih terjadi perbedaan pandang antara BIN dan Polri,” ujar Amiruddin Usman dalam pernyataannya kepada portalsatu.com melaui layanan BlackBerry Messenger (BBM).
Amiruddin Usman menilai perbedaan pandangan antara BIN dan Polri pasti dijadikan pertimbangan oleh DPR RI dalam memberikan persetujuan amnesti kepada kelompok Din Minimi.
“Selain itu, Din Minimi bukan terhukum/terpidana yang berkaitan dengan politik GAM, dan sudah lewat masanya. Tapi mereka hanya terlibat dalam masalah kriminal bersenjata,” kata Amiruddin Usman yang juga putra Aceh Singkil.
Melansir wikipedia.org, amnesti (dari bahasa Yunani, amnestia) adalah sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Amnesti diberikan oleh badan hukum tinggi negara semisal badan eksekutif, legislatif atau yudikatif.
Dengan demikian, kata Amiruddin Usman, kalaupun mereka (Din Minimi cs) adalah dari GAM bersenjata, maka masa demobilisasi dan decommissioning sudah lama selesai, yaitu berakhir sejak 31 Desember 2005 lalu. Ini sesuai MoU Helsinki butir 4.4.
“Kalau demikian, maka kelompok Din Minimi bukan GAM dan bukan terhukum, karena belum masuk pengadilan. Mereka adalah kelompok yang bersalah dengan telah melakukan kejahatan kriminal. Hal yang memberatkan adalah karena mereka memiliki dan menggunakan senjata api ilegal yang hukumannya sangat berat,” ujar Amiruddin Usman.
Sesuai UU No. 12/Drt/1951 pasal 1: “Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu
bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.
"Melihat beberapa fakta hukum tersebut dihadapkan dengan amnesti jelas bertentangan dengan UU dan MoU Helsinki, apakah pemerintah tetap memberikan amnesti, tapi mengabaikan hukum dan mengabaikan Indonesia sebagai negara hukum sesuai pasal 1 ayat (3) UUD 1945?”
“Waduh, sangat mahal dan tidak sesuai dengan harga sebuah amnesti. Namun akan sangat buruk nasib Din Minimi dan jatuh juga nama Sutiyoso
dengan BIN-nya bila amnesti tidak diberikan Presiden dan DPR RI,” ujar Amiruddin Usman.
Menurut Amiruddin, “Istilah yang tepat bagi pemerintah menghadapi pasca/setelah turunnya Din Minimi adalah dilema”.[portalsatu]
loading...
Post a Comment