KOORDINATOR Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, kunker luar negeri Komisi I, II, III, IV, dan VII DPRA yang dijadwalkan pada Agustus 2016 sama sekali tidak memiliki asas manfaat bagi masyarakat.
“Itu hanya untuk kepentingan anggota dewan dan jelas-jelas lebih menguntungkan anggota dewan. Itu cara anggota dewan menghamburkan uang rakyat,” kata Askhalani menanggapi rencana kunker luar negeri oleh lima Komisi DPRA ke lima benua.
Menurut Askhalani, tahun lalu pihaknya mengantongi semua dokumen perjalanan anggota DPRA. Kesimpulannya, perjalanan itu tidak ada manfaat sedikitpun bagi Aceh saat mereka pulang bahkan untuk model kebijakan saja tidak dapat diterapkan.
Atas kritikan dan protes yang selama ini dilayangkan banyak kalangan, kata Askhalani seharusnya anggota DPRA malu melakukan kunker luar negeri dengan kondisi ekonomi masyarakat yang kian merosot. Ia menilai, kunker ke luar negeri tak lebih dari kegiatan seremonial belaka setiap tahunnya.
“Jika ada anggota DPRA yang justru menolak kunker itu, wajar kita sebut sebagai pejuang publik. Tapi mereka yang berhasrat untuk tetap pergi, mereka wajar dihakimi publik,” sebut Askhalani.
GeRAK memperkirakan, anggaran yang dikeluarkan cukup besar untuk kegiatan kunker ke empat benua itu. Kalkulasi awal menunjukkan, setiap anggota DPRA akan mengantongi lebih kurang Rp 134 juta, mulai dari tiket pesawat, akomodasi, uang makan, uang saku, uang penginapan, dan biaya jalan-jalan. “Jadi saya rasa wajar ketika publik bereaksi terhadap kegiatan DPRA ini. Publik memang harus berani mengkritik secara terbuka karena memang tidak ada keuntungan sedikitpun bagi publik,” sebut Askhalani.
Menurut data GeRAK, data biaya tahun 2016 lebih kurang Rp 9,2 miliar yang bersumber dari APBA digunakan untuk kepentingan kunker. Padahal jika digunakan untuk kepentingan publik, akan lebih bermanfaat seperti percepatan pembangunan daerah tertinggal, infrastruktur, dan kesejahteraan masyarakat.
“Kita mendesak gubernur untuk tidak memberikan izin kepada anggota DPRA yang ingin melakukan kunker. Gubernur kami rasa harus berani menolaknya, karena sudah pasti didukung publik, jika tidak maka gubernur juga akan dipandang sama seperti anggota DPRA,” demikian Askhalani. (Serambinews)
“Itu hanya untuk kepentingan anggota dewan dan jelas-jelas lebih menguntungkan anggota dewan. Itu cara anggota dewan menghamburkan uang rakyat,” kata Askhalani menanggapi rencana kunker luar negeri oleh lima Komisi DPRA ke lima benua.
Menurut Askhalani, tahun lalu pihaknya mengantongi semua dokumen perjalanan anggota DPRA. Kesimpulannya, perjalanan itu tidak ada manfaat sedikitpun bagi Aceh saat mereka pulang bahkan untuk model kebijakan saja tidak dapat diterapkan.
Atas kritikan dan protes yang selama ini dilayangkan banyak kalangan, kata Askhalani seharusnya anggota DPRA malu melakukan kunker luar negeri dengan kondisi ekonomi masyarakat yang kian merosot. Ia menilai, kunker ke luar negeri tak lebih dari kegiatan seremonial belaka setiap tahunnya.
“Jika ada anggota DPRA yang justru menolak kunker itu, wajar kita sebut sebagai pejuang publik. Tapi mereka yang berhasrat untuk tetap pergi, mereka wajar dihakimi publik,” sebut Askhalani.
GeRAK memperkirakan, anggaran yang dikeluarkan cukup besar untuk kegiatan kunker ke empat benua itu. Kalkulasi awal menunjukkan, setiap anggota DPRA akan mengantongi lebih kurang Rp 134 juta, mulai dari tiket pesawat, akomodasi, uang makan, uang saku, uang penginapan, dan biaya jalan-jalan. “Jadi saya rasa wajar ketika publik bereaksi terhadap kegiatan DPRA ini. Publik memang harus berani mengkritik secara terbuka karena memang tidak ada keuntungan sedikitpun bagi publik,” sebut Askhalani.
Menurut data GeRAK, data biaya tahun 2016 lebih kurang Rp 9,2 miliar yang bersumber dari APBA digunakan untuk kepentingan kunker. Padahal jika digunakan untuk kepentingan publik, akan lebih bermanfaat seperti percepatan pembangunan daerah tertinggal, infrastruktur, dan kesejahteraan masyarakat.
“Kita mendesak gubernur untuk tidak memberikan izin kepada anggota DPRA yang ingin melakukan kunker. Gubernur kami rasa harus berani menolaknya, karena sudah pasti didukung publik, jika tidak maka gubernur juga akan dipandang sama seperti anggota DPRA,” demikian Askhalani. (Serambinews)
loading...
Post a Comment