MENGHILANGNYA Zulfikar, salah satu bandar besar narkoba, dari Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Lhokseumawe, Sabtu malam lalu, benar-benar memalukan. Kejadian ini jelas-jelas tak dapat diterima akal sehat. Bahkan petugas membiarkan Zulfikar melenggang kangkung dari penjara.
Zulfikar kabur pada Sabtu malam, sekitar pukul 21.30 WIB. Warga Coet Girek, Kandang, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, itu merupakan tahanan pinjaman dari Penjara Labuhan Deli, Sumatera Utara. Dia tengah menjalani pemeriksaan atas kasus penipuan. Dalam kasus ini, Zulfikar adalah korbannya.
Namun kuat dugaan skenario pelarian Zulfikar disusun sejak lama. Melihat jumlah barang bukti sabu-sabu yang dimiliki saat ditangkap--dia ditangkap bersama 1 kilogram sabu, Zulfikar tentu mendapatkan banyak bantuan dari jaringannya untuk melenggang keluar dari pagar penjara dengan mudah.
Zulfikar juga diduga masih mengendalikan bisnis sabu dari balik jeruji besi. Melihat manajemen penjara yang buruk, tentu orang-orang seperti Zulfikar dengan mudah mengendalikan para sipir dan orang-orang berpengaruh di penjara.
Karenanya, Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Aceh harus mengusut tuntas kasus ini. Mulai dari kepala penjara hingga sipir yang berjaga malam itu. Pasti ada yang mengetahui secara pasti rencana pelarian Zulfikar.
Ini bukan persoalan pendapatan yang memaksa petugas di penjara dengan mudah membiarkan Zulfikar keluar dari penjara. Karena sejak lama, para pegawai di penjara mendapatkan gaji yang cukup memadai. Mereka juga menerima tunjangan kinerja dan makan. Seharusnya tak ada alasan untuk berlaku curang.
Para penjaga itu tak punya komitmen dan integritas moral. Padahal pekerjaan ini membutuhkan dua hal itu sebagai modal mengawasi para narapidana yang tengah menjalani masa hukuman. Bagaimana mungkin orang tak bermoral diberikan kesempatan untuk mengendalikan para narapidana narkoba yang jelas-jelas memiliki iming-iming uang dan “kenikmatan” narkoba.
Negara ini juga perlu melakukan perubahan mendasar dalam manajemen lembaga pemasyarakatan. Jika ini tidak dilakukan, reputasi penjara sebagai tempat “memanusiakan manusia” tinggal angan-angan saja. Masyarakat tak akan lagi takut untuk melanggar hukum karena di dalam penjara semua dapat dilakukan. Kasus ini juga jangan hanya panas sebentar, lantas membeku sampai kasus sama terulang.(AJNN)
Zulfikar kabur pada Sabtu malam, sekitar pukul 21.30 WIB. Warga Coet Girek, Kandang, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, itu merupakan tahanan pinjaman dari Penjara Labuhan Deli, Sumatera Utara. Dia tengah menjalani pemeriksaan atas kasus penipuan. Dalam kasus ini, Zulfikar adalah korbannya.
Namun kuat dugaan skenario pelarian Zulfikar disusun sejak lama. Melihat jumlah barang bukti sabu-sabu yang dimiliki saat ditangkap--dia ditangkap bersama 1 kilogram sabu, Zulfikar tentu mendapatkan banyak bantuan dari jaringannya untuk melenggang keluar dari pagar penjara dengan mudah.
Zulfikar juga diduga masih mengendalikan bisnis sabu dari balik jeruji besi. Melihat manajemen penjara yang buruk, tentu orang-orang seperti Zulfikar dengan mudah mengendalikan para sipir dan orang-orang berpengaruh di penjara.
Karenanya, Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Aceh harus mengusut tuntas kasus ini. Mulai dari kepala penjara hingga sipir yang berjaga malam itu. Pasti ada yang mengetahui secara pasti rencana pelarian Zulfikar.
Ini bukan persoalan pendapatan yang memaksa petugas di penjara dengan mudah membiarkan Zulfikar keluar dari penjara. Karena sejak lama, para pegawai di penjara mendapatkan gaji yang cukup memadai. Mereka juga menerima tunjangan kinerja dan makan. Seharusnya tak ada alasan untuk berlaku curang.
Para penjaga itu tak punya komitmen dan integritas moral. Padahal pekerjaan ini membutuhkan dua hal itu sebagai modal mengawasi para narapidana yang tengah menjalani masa hukuman. Bagaimana mungkin orang tak bermoral diberikan kesempatan untuk mengendalikan para narapidana narkoba yang jelas-jelas memiliki iming-iming uang dan “kenikmatan” narkoba.
Negara ini juga perlu melakukan perubahan mendasar dalam manajemen lembaga pemasyarakatan. Jika ini tidak dilakukan, reputasi penjara sebagai tempat “memanusiakan manusia” tinggal angan-angan saja. Masyarakat tak akan lagi takut untuk melanggar hukum karena di dalam penjara semua dapat dilakukan. Kasus ini juga jangan hanya panas sebentar, lantas membeku sampai kasus sama terulang.(AJNN)
loading...
Post a Comment