AMP - Awal kalam, sebelumnya penulis memohon maaf dengan tulisan ini berupa pengungkapan sebuah realita sejarah yang terjadi di negeri Seuramoe Mekah ini, di mana mungkin ada yang tidak menyukainya karena berseberangan. Tidak lain tujuan tulisan ini hanya ingin memberi pemahaman atau pelurusan sejarah kepada generasi Aceh dan semua masyarakat umum bahwa apa yang terjadi dahulu ternyata banyak pembungkaman fakta sehingga menimbulkan kerancuan yang tidak disadari oleh sebagian masyarakat Aceh khususnya.
(Syahdan).. Sebuah gerakan bersenjata DI/TII Aceh yang dipimpin Tgk. M. Daud Beureuh masa itu sempat membuat kehidupan rakyat Aceh hidup masa itu berada dalam ketakutan, di mana antar kelompok bersenjata menguasai negeri bersitegang dan saling baku hantam kepada orang-orang yang tidak disukainya.
Berbicara tentang Tgk Daud Beureueh memang dahulu dikenal sebagai sosok pejuang Aceh tapi sayang ternyata Beliau menyalahi aturan beretika yang baik terhadaap ulama bahkan tergolong telah durhaka, na'uzubillah..
Bermula asal kisah terungkapnya orang-orang anti terhadap ulama-ulama dayah hingga pada masa ini maka dari sinilah awalnya.
Dengan mengharapkan keridhaan Ilahi Rabbi, kisah ini penulis angkat ke publik ingin mengajak kita semua bisa mengambil i'tibar dan hikmah dari semua riwayat kisah kejadian yang dialami oleh para alim ulama kita bahwa efek bahayanya jika suatu negeri telah berani menghina dan membunuh ulama maka negeri tersebut alamat akan berada dalam kehancuran dan kenistaan. Dan jangan ada pendistorsian dan pembungkaman sejarah Aceh secara sepihak hingga menimbulkan kerancuan dan kesalahpahaman bagi generasi Aceh kelak.
Sekarang mari kita melihat ada beberapa peristiwa tentang keganjilan dan keaiban yang terjadi pada sejarah Aceh ini di era tahun 1950-an ke atas yang dilakukan oleh gerombolan DI/TII yang telah tercuci otaknya dengan lslam pembaruan.
Ada satu riwayat terjadi aneh bin ajaib, dan bentuk dari bagian karomahnya sang ulama Abuya Mudawaly dengan pasukan DI/TII di daerah Labuhan Haji, Aceh Selatan. Ketika itu Tgk. M. Daud Beureueh mengirim utusan tentara DI /TII ke dayah Darussalam Labuhan Haji atau wilayah Aceh bagian barat. Tentara nya yang ingin menjebak dan menangkap Abuya Mudawaly ke tempat dayahnya tapi yang terlihat di sana hanyalah hutan belantara, mereka tidak menemukan adanya dayah di lokasi biasa dayah Darussalam Labuhan Haji berada.
Walau tidak menemukan orang yang ditargetkan namun oleh tentara DI TII tersebut berpesan dan mengingatkan di lokasi itu. Bahkan mereka berani mengancam ulama kharismatik Aceh yang terkenal itu, dengan ancaman jika Abuya Mudawaly tetap bersikeras pergi ke Jakarta maka akan dicegat mereka di suatu tempat dan ditangkap. Namun ancaman itu tetap tidak dipedulikan Abuya hingga Abuya menurut kabar telah pergi ke Jakarta.
Kemudian anehnya ketika pasukan DI/ TII sampai di suatu tempat yang ingin mencegat Abuya, para tentara DI/ TII itu melihat Abuya dikawal oleh ribuan pasukan yang tidak diketahui siapa. Padahal saat Abuya hanya ditemani oleh murid dan orang kepercayaannya sekitar 10 orang untuk ikut mengantar Abuya.
Rombongan Abuya Mudawaly salah seorangnya Abu Nek Adnan Bakongan (kala itu masih muda). Dalam perjalanannya untuk berangkat ke Jakarta, setelah dipantau gerak gerik rombongannya dari tempat tersembunyi oleh mereka, tibalah saat di mana Abuya ingin berwudhu di suatu sungai. Lalu oleh pasukan DI /TII yang telah lama memantau dari jauh datang dan nyusep ingin menembak Abuya. Tapi sayang upaya pasukan Tgk. Daud Beureueh tidak berhasil atau tidak mengena dan senjata yang digunakan mereka pun tiba-tiba menjadi rusak.
Kemudian lagi ada kisah kejadian di wilayah wilayah Aceh Barat tepatnya di Meulaboh, saat Abuya berdakwah di depan para jamaah yang hadir, Abuya yang sedang asik berpidato lalu datang salah seorang utusan DI/TII berusaha ingin menikam Abuya dari belakang. Alhamdulilah, lagi-lagi Abuya tetap tegak berceramah dan selamat dari upaya jahat mereka yang berhasil dihalau. Dan sipelaku yang ingin menusuk Abuya pun secara tidak sengaja kena sikut tangan Abuya di wajahnya saat orang-orang ingin menyelamatkan Abuya.
Kisah kejadian itu diketahui oleh semua murid Abuya saat itu, tidak luput juga oleh Abon Aziz Samalanga yang pernah mondok di dayah Darussalam Labuhan Haji. Dan Abon Aziz pun kala itu dipercayakan oleh Abuya menjadi salah seorang Panglima pengawal Abuya Mudawaly.
(Syahdan).. Sebuah gerakan bersenjata DI/TII Aceh yang dipimpin Tgk. M. Daud Beureuh masa itu sempat membuat kehidupan rakyat Aceh hidup masa itu berada dalam ketakutan, di mana antar kelompok bersenjata menguasai negeri bersitegang dan saling baku hantam kepada orang-orang yang tidak disukainya.
Berbicara tentang Tgk Daud Beureueh memang dahulu dikenal sebagai sosok pejuang Aceh tapi sayang ternyata Beliau menyalahi aturan beretika yang baik terhadaap ulama bahkan tergolong telah durhaka, na'uzubillah..
Bermula asal kisah terungkapnya orang-orang anti terhadap ulama-ulama dayah hingga pada masa ini maka dari sinilah awalnya.
Dengan mengharapkan keridhaan Ilahi Rabbi, kisah ini penulis angkat ke publik ingin mengajak kita semua bisa mengambil i'tibar dan hikmah dari semua riwayat kisah kejadian yang dialami oleh para alim ulama kita bahwa efek bahayanya jika suatu negeri telah berani menghina dan membunuh ulama maka negeri tersebut alamat akan berada dalam kehancuran dan kenistaan. Dan jangan ada pendistorsian dan pembungkaman sejarah Aceh secara sepihak hingga menimbulkan kerancuan dan kesalahpahaman bagi generasi Aceh kelak.
Sekarang mari kita melihat ada beberapa peristiwa tentang keganjilan dan keaiban yang terjadi pada sejarah Aceh ini di era tahun 1950-an ke atas yang dilakukan oleh gerombolan DI/TII yang telah tercuci otaknya dengan lslam pembaruan.
Ada satu riwayat terjadi aneh bin ajaib, dan bentuk dari bagian karomahnya sang ulama Abuya Mudawaly dengan pasukan DI/TII di daerah Labuhan Haji, Aceh Selatan. Ketika itu Tgk. M. Daud Beureueh mengirim utusan tentara DI /TII ke dayah Darussalam Labuhan Haji atau wilayah Aceh bagian barat. Tentara nya yang ingin menjebak dan menangkap Abuya Mudawaly ke tempat dayahnya tapi yang terlihat di sana hanyalah hutan belantara, mereka tidak menemukan adanya dayah di lokasi biasa dayah Darussalam Labuhan Haji berada.
Walau tidak menemukan orang yang ditargetkan namun oleh tentara DI TII tersebut berpesan dan mengingatkan di lokasi itu. Bahkan mereka berani mengancam ulama kharismatik Aceh yang terkenal itu, dengan ancaman jika Abuya Mudawaly tetap bersikeras pergi ke Jakarta maka akan dicegat mereka di suatu tempat dan ditangkap. Namun ancaman itu tetap tidak dipedulikan Abuya hingga Abuya menurut kabar telah pergi ke Jakarta.
Kemudian anehnya ketika pasukan DI/ TII sampai di suatu tempat yang ingin mencegat Abuya, para tentara DI/ TII itu melihat Abuya dikawal oleh ribuan pasukan yang tidak diketahui siapa. Padahal saat Abuya hanya ditemani oleh murid dan orang kepercayaannya sekitar 10 orang untuk ikut mengantar Abuya.
Rombongan Abuya Mudawaly salah seorangnya Abu Nek Adnan Bakongan (kala itu masih muda). Dalam perjalanannya untuk berangkat ke Jakarta, setelah dipantau gerak gerik rombongannya dari tempat tersembunyi oleh mereka, tibalah saat di mana Abuya ingin berwudhu di suatu sungai. Lalu oleh pasukan DI /TII yang telah lama memantau dari jauh datang dan nyusep ingin menembak Abuya. Tapi sayang upaya pasukan Tgk. Daud Beureueh tidak berhasil atau tidak mengena dan senjata yang digunakan mereka pun tiba-tiba menjadi rusak.
Kemudian lagi ada kisah kejadian di wilayah wilayah Aceh Barat tepatnya di Meulaboh, saat Abuya berdakwah di depan para jamaah yang hadir, Abuya yang sedang asik berpidato lalu datang salah seorang utusan DI/TII berusaha ingin menikam Abuya dari belakang. Alhamdulilah, lagi-lagi Abuya tetap tegak berceramah dan selamat dari upaya jahat mereka yang berhasil dihalau. Dan sipelaku yang ingin menusuk Abuya pun secara tidak sengaja kena sikut tangan Abuya di wajahnya saat orang-orang ingin menyelamatkan Abuya.
Kisah kejadian itu diketahui oleh semua murid Abuya saat itu, tidak luput juga oleh Abon Aziz Samalanga yang pernah mondok di dayah Darussalam Labuhan Haji. Dan Abon Aziz pun kala itu dipercayakan oleh Abuya menjadi salah seorang Panglima pengawal Abuya Mudawaly.
Di tempat lain oleh asisten Abuya Prof. DR. Muhibbduddin Waly juga menceritakan hal yang sama, bahkan kisah-kisah peristiwa dari upaya para pendengki Abuya sebagiannya sudah dibukukan oleh tim khusus dari dayahnya yang diketuai Tgk. Musliadi Spdi. Dan sebagian cerita ini juga pernah masuk majalah Al Kisah (maaf lupa penulis tidak tahu edisi berapa).
Agar kisah ini tidak dianggap fitnah belaka maka penulis menyarankan agar kepada yang mengkomplen kisah ini silahkan menghubungi langsung keluarga Abuya Mudawaly di Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Dari berbagai aksi bengis yang diketahui diperankan kelompok DI/TII, ada seorang ulama dari Aceh Rayeuk (Aceh Besar) yakni Abu Chiek Hasan Krueng Kale, hingga membuat keselamatannya terancam, maka sebagai upaya penyelamatan diri Abu Chiek Krueng Kale yang berada di luar tempatnya segera berangkat pulang ke Kutaradja (Banda Aceh) untuk dapat mengatispasi kemungkinan yang terjadi dari hal-hal yang tak diinginkan oleh gerombolan DI/TII itu.
Peristiwa Di Aceh Rayeuk.
Kemudian kejadian serupa juga terjadi di Aceh Besar kepada dua orang ulama Aceh yakni Abu Wahab bin Abbas dan abang kandung beliau yakni Abu Hasyem bin Abbas. Kejadian pembunuhan kepada Abu Hasyem dengan brondongan senjata serbu.
Kronologis kejadiannya ketika Abu Hasyem tersebut yang sebelumnya diundang agar memenuhi undangan berdoa dan jamuan makan (kenduri) oleh utusan DI/TII di suatu kampung, tetapi sebelum tiba di tempat tepatnya di Krueng Alue Gloung Seulimuem, rombongan jamaah yang dipimpin Abu Hasyem diledakan dengan bom dan terjadi kontak tembak dan perlawanan, sehingga di pihak jamaah Abu Hasyem yang mengawal menderita kehilangan jiwa dan luka-luka.
Kemudian di waktu yang berbeda juga terjadi kontak tembak di Seulimuem saat Abu Wahab bin Abbas oleh tentaranya DI/TII di bawah komando langsung Tgk. Daud Beureueh mengepung lokasi pemandian Tgk. Syeikh Haji Abdul Wahab Abbas atau dikenal dengan panggilan Abu Wahab Seulimuem (ayahanda Abon Seulimuem) di salah satu sungai di Aceh.
Kala itu Abu Wahab sedang mandi sembari berwudhu dengan beberapa orang yang mengawalnya. Walau tim pengawal Abu datang melindungi, tapi yang terjadi saat itu sungguh cukup mencengangkan. Lagi-lagi keanehan dan keajaiban timbul yakni Abu Wahab yang diserang dengan rentetan peluru senjata Api yang membabi buta tidak satu pun tembus mengenai dan melukai tubuh mulia Abu Wahab Seulimuem. Keanehan ini juga merupakan karomah yang Allah berikan kepada Abu Wahab.
Sama seperti di atas, agar kisah ini tidak dianggap fitnah belaka maka penulis menyarankan agar kepada yang mengkomplen kisah ini silahkan menghubungi langsung keluarga Abu Wahab bin Abbas (keluarga Abon Seulimuem) di Seulimuem, Aceh Besar.
Kemudian kejadian lain yang membuat warga marah kepada Tgk Daud Beureueh beserta pasukannya juga terjadi di wilayah Lhong, Aceh Besar. Dikisahkan oleh warga di tempat itu bahwa dahulu ketika Tgk Daud Beureueh ceramah di salah satu mesjid kawasannya membahas tentang perjuangan rakyat Aceh. Di dalam ceramahnya Daud Beureueh menyingung perihal amaliah masyarakat sekitar itu yang gemar melakukan “kenduri tujuh dan khanduri laut” dikatakan olehnya sebagai hal bid'ah yang mungkar.
Tentang perjuangan Aceh ini, lanjutnya, “bagi orang-orang yang tidak mendukung perjuangan atau bergabung bersamanya untuk memberontak kepada Pemerintah Indoenesia maka orang itu halal darah dan boleh dibunuh.” Katanya “saya sangat tidak suka kepada Tgk. Meulaboh,” sebutan kepada Abuya Mudawali saat itu.
Mendengar penghinaan kepada Abuya Mudawaly, sehingga terjadilah perang mulut antara warga dengan pengawalnya Daud Beureueh di lokasi. Saat itulah masyarakat yang emosinya makin memuncak lantaran kelompok yang dipimpin Daud Beureueh itu disuruh keluar mesjid, tapi tetap bersikeras tidak mau keluar. Maka oleh beberapa warga diluar yang sedang disulut amarah mengambil sandal milik Daud Beureueh hingga membuangnya ke sungai.
Terus akhirnya ketika Daud Beureueh hendak bergegas pulang terpaksa ia berjalan Kaki Ayam tanpa sandalnya.
Demikian lagi, agar kisah ini tidak dianggap fitnah juga maka dipersilahkan menanyakan langsung kepada tetua atau tokoh-tokoh masyarakat di wilayah Lhong, Aceh Besar.
Akhirnya mari kita semua mengambil hikmah dari semua riwayat kisah kejadian yang dialami oleh para pelaku sejarah ini bahwa efek bahayanya jika suatu negeri telah berani menghina dan membunuh ulama maka negeri tersebut alamat akan berada dalam kehancuran dan kenistaan.
Dan jangan ada pendistorsian serta pembungkaman sejarah Aceh secara sepihak hingga menimbulkan kerancuan dan kesalahpahaman bagi generasi Aceh kelak. Dari beberapa kejadian peristiwa di atas, mengajari kita semua bahwa orang yang selama ini dianggap sebagai sosok pejuang yang membela Aceh ternyata itu semua adalah seorang yang bengis dan kejam,
Sebagai rujukan beberapa riwayat ini berdasarkan hasil penuturan keluarga Abuya Mudawaly, keluarga Abu Wahab Seulimuem dan masyarakat Lhong Raya. Mungkin ada lagi yang bakal melaporkan berbagai kisah serupa di wilayah lainnya yang akan membongkar semua keaiban dan kezaliman DI/TII di Aceh beserta jaringannya yang belakangan diteruskan oleh pengikutnya yang ada dalam PUSA dan kampus Darussalam hingga saat ini.
Atas dasar perintah agama ini yang menyeru kepada kita agar berani menyampaikan kebenaran walau itu pahit terasa. Semoga dengan tulisan ini bisa bermanfaat, tercerahkan dan membuat kita lebih menyadari kembali bahwa masih banyak lembaran lama yang tersimpan dan tersembunyikan bisa terungkap hendaknya. (mudhiatulfata.com)
loading...
Post a Comment