Wali Nanggroe Malek Mahmud Menjadi Penenggah antara Mualem dan Zaini Abdullah, Setelah Sempat Terlibat Konflik. Pertemuan Berlangsung di Pendopo Gubernur. |
AMP - Terkuaknya isi surat pengunduran diri dr. Zaini Abdullah atau akrab disapa Abu Doto dari Tuha Puet, Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh (PA), akhirnya membuka tabir yang sempat terselumbung selama ini. Berbagai spekulasi akhirnya merambah ke ranah politik di Aceh, khususnya Partai Aceh (PA). Pertanyaanya adalah, apakah keinginan itu murni karena Abu Doto mencintai Partai Aceh (PA) yang ikut dia bidani atau ada agenda khusus untuk mendepak Muzakir Manaf (Mualem) dari partai lokal yang lahir dari amanah perdamaian (MoU Helsinki), 15 Agustus 2005 silam?
Pertanyaan besar ini perlu diutarakan, sebab publik, khususnya mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sangat mahfum mengenai persoalan tersebut. Sebagai Ketua KPA/ DPA Partai Aceh, Mualem sempat beberapa kali mengalami uji coba ‘kudeta’ dari Pendopo. Mulai tak diberi peran, memangkas anggaran operasional hingga mengumpul para mantan kombatan GAM alumni Tripoli-Libya. Yang paling menohok adalah, saat pembahasan APBA 2016 lalu. Dihadapan utusan Kemendagri, Mualem menumpahkan semua kekesalannya, saat beberapa usulan program pembangunan yang dia usulkan, dipangkas para Kepala SKPA. Disebut-sebut, semua itu atas perintah Abu Doto. Akibat konflik ini,Wali Nanggroe Malek Mahmud terpaksa turun tangan sebagai juru damai. Begitupun, upaya 'kudeta' tersebut hingga saat ini belum berhasil dilakukan Abu Doto bersama para pungawanya. Maklum, sebagai mantan Panglima GAM dan Ketua KPA/DPA Partai Aceh, Mualem masih memiliki loyalis setia, dibandingkan Abu Doto.
Syahdan, seperti diwartakan Harian Serambi Indonesia (Kamis (16/6/2016). Abu Doto akhirnya resmi menyerahkan surat pengunduran diri dari Tuha Puet DPA Partai Aceh (PA). Surat tanggal 12 Juni 2016 itu, ditujukan kepada Ketua DPA PA. Alasannya saat itu, untuk memenuhi salah satu persyaratan bagi calon perseorangan (independen) dalam Pilkada Aceh 2017. Begitupun publik dan mantan kombatan GAM serta elit Partai Aceh tak begitu mudah percaya. Sempat beredar kabar saat itu, hengkangnya Abu Doto dari Tuha Puet PA, karena kecewa. Keinginannya untuk maju keduakali sebagai orang nomor satu Aceh melalui PA, tak mendapat respon dan kesepakatan jika tak elok disebut persetujuan. Maklum, mulai dari para Panglima Wilayah hingga Sagoe serta jajaran mantan kombatan GAM maupun elit PA, telah sepakat untuk mengusung Mualem sebagai calon Gubernur Aceh. Nah, salah satu cara adalah, dengan menghempas Mualem dari kursi Ketua DPA PA/KPA.
Dugaan ini semakin mendapat ‘poros’ tat kala membaca dan menyimak secara mendalam, dari surat yang dibuat Abu Doto. Dia mencantumkan syarat dalam pengunduran dirinya. Bila pengunduran diri tak dipersyaratkan lagi dalam ketentuan Pilkada 2017, maka surat pernyataan yang saya kirimkan tersebut dinyatakan tidak berlaku dan saya masih sebagai anggota Partai Aceh, tulis Abu Doto.
Aneh? Bisa jadi demikian. Sebab, selain surat tadi ditembuskan kepada Ketua Majelis Tuha Peut PA, Ketua KIP Aceh, Ketua Panwaslih Aceh serta Kakanwil Kemenkum HAM Aceh. Aturan pun tak membenarkan seorang calon kepala daerah dari partai politik, kemudian maju melalui jalur perseorangan (independen), masih menyandang status atau posisi di partai politik. Sebab, keputusan untuk mundur adalah ketentuan final dan mengikat. Memang, masih ada ruang dan celah, jika pimpinan partai masih menerimanya. Ini pula yang disebut kekeliruan, yang telah dilakukan Abu Doto. Karena ambisinya untuk maju, tapi tidak mendapat dukungan dari PA, kemudian dia mengundurkan diri. Kisah ini bak pepatah, kalau memang tak suka pada 'tikus' kenapa rumah yang dibakar?
Tapi, Abu Doto punya alasan lain. Keinginannya itu, karena dia mengaku masih sangat mencintai Partai Aceh. Abu Doto menyatakan, dirinya tidak mungkin melupakan Partai Aceh, karena ia termasuk salah seorang pendirinya. Yang miris, Abu Doto juga mengaku, dia maju ke arena Pilkada melalui jalur independen, karena partai yang ikut ia dirikan (PA) telah ternoda oleh pihak-pihak tertentu. Tak jelas, noda seperti apa yang dimaksudkan Abu Doto. Apakah benar ternoda atau Abu Doto tak mendapat dukungan?
Tapi Abu Doto sadar, surat pengunduran dirinya dari anggota Tuha Puet DPA PA itu dibuat, hanya untuk memenuhi persyaratan agar bisa maju sebagai calon Gubernur Aceh dari jalur perseorangan. Persyaratan dimaksud tercantum dalam Pasal 24 huruf (h) Qanun Pilkada Nomor 5 Tahun 2012 yang kini dalam proses revisi di DPRA. “Namun begitu, isi pasal 24 huruf (h) itu sudah tidak ada lagi,” ujarnya. Abu Doto berharap, proses revisi qanun Pilkada berjalan lancar dan tak ada kendala lagi, sehingga surat pengunduran diri itu tidak diperlukan bagi setiap anggota parpol yang mencalonkan diri sebagai bakal calon kepala daerah yang maju melalui jalur independen. Nah, entah itu pula sebabnya, Abu Doto masih ogah menyetujui Qanun Pilkada 2017 yang saat ini sudah bergulir di DPR Aceh. Alasannya ya itu tadi, karena ada pasal yang memerintahkan untuk mundur.
***
Semudah itukah? Simaklah pengakuan Ketua KPA/PA Wilayah Batee Iliek Darwis Djeunieb. “Dia sudah lupa dan berkhianat pada perjuangan. Dari luar negeri dia pulang, lalu kami berjuang untuk menjadikannya Gubernur Aceh. Setelah terpilih, dia lupa, malah mengunci pintu pendopo. Dia telah berkhianat juga pada perjuangan dan Partai Aceh,” tegas Darwis. Penegasan tersebut disampaikan Darwis Djeunieb dalam pidatonya saat bertemu mantan kombatan GAM, kader dan simpatisan Partai Aceh (PA) di Desa Naleung, Simpang Mamplam, Bireun, pekan lalu.
Itu sebabnya, Darwis mengaku tidak akan mendukung dr. Zaini Abdullah (Abu Doto) sebagai orang nomor satu Aceh pada Pilkada 2017. Hingga malam ini, video itu sudah diunggah belasan ribu kali tayang. Darwis juga mengkritik posisi dan kemimpinan dr. Zaini Abdullah (Abu Doto). “Contoh Zaini Abdullah, dia orang tua kita dari luar negeri. Belum setahun sudah mengkhianati Mualem. Pintu Meulioge (pendopo) juga ditutup dengan remote dan terkunci. Dulu, rakyat siang dan malam bekerja sehingga dia menjadi gubernur. Ketika terpilih sudah jauh dari rakyat. Lalu, memotong langkah Mualem, sehingga dia tidak memiliki apa-apa. Sedih saya pada Mualem! Jika ada rakyat yang datang dan minta uang, karena tidak ada uang, dia terpaksa keluar dari pintu belakang. Tapi Gubernur Doto Zaini tidak tahu soal itu,” papar Darwis.
Menurut Darwis, dengan mudah dan gampangnya kekuasaan yang didapat Doto Zaini. Semua itu, atas perjuangan dan kerja keras mantan kombatan GAM, kader dan simpatisan PA serta rakyat Aceh. Tapi, semua itu tak lagi jadi pertimbanganya, saat sudah duduk di kursi kekuasaan. “Pulang dari luar negeri, duduk jadi gubernur dan menempatkan saudaranya serta orang-orang yang pro pada dia. Orang yang tegak di garis perjuangan tidak ada lagi, semua diusir," kata Darwis.
Darwis juga menyorot tajam tentang bendera bulan bintang yang hingga kini belum juga berkibar. Menurutnya, semua itu karena Doto Zaini. “Kalau dia (Zaini Abdullah) ada berpikir untuk garis perjuangan, jika Anda ke DPR Aceh di Banda Aceh, saat itu masih ada Adli Djalok di sana. Ada dua tiang bendera. Satu untuk bendera merah putih, satu untuk bintang bulan. Tapi sebagai gubernur dia tidak membuat dua tiang di kantor gubernur dan tak memerintahkan bupati serta walikota di Aceh untuk membuat dua tiang bendera. Bagaimana anggota DPR Aceh berdebat di Jakarta, dan minta diselesaikan qanun juga belum selesai. Pemerintan Aceh tidak berpikir untuk itu, setelah mendapat kemenangan, tidak berpikir untuk perjuangan, asyik tidur. Hari ini perlu naik kembali, siapa yang pilih dia? Kecuali engkong (monyet) yang di turunkan dari gunung,” kata Darwis, terdengar sayup-sayup suara massa berkomentar dalam rekaman video tersebut. Karena itulah, Darwis mengaku kesal dan kecewa. “Kenapa saya katakan demikian, sakit hati terhadap orang yang berkhianat bagi perjuangan. Dulu kita susah payah dan menahan lapar di gunung, di kejar sana-sini. Dihantam peluru, kawan-kawan di depan jatuh dan syahit. Dia (Doto Zaini) tidak berpikir itu, karena dia bukan orang lapangan,” ulas Darwis.
Nah, lepas dari pernyataan dan pengakuan Darwis Djeunieb. Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, juga mengakui bahwa dia sudah putus komunikasi dengan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah. “Bahkan tak ada komunikasi lagi,” kata Muzakir Manaf saat menyampaikan sambutan di Haul Ke-1 Dayah Diniyah Darussalam di Meunasah Buloh, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Selasa (15/9/2015). Pria yang akrab disapa Mualem itu, menyatakan demikian ketika diwawancarai ulang oleh sejumlah wartawan tentang pernyataannya itu di sela-sela acara haul. Mualem tetap juga menyatakan hal serupa. “Inilah yang terjadi sekarang,” ucap Mualem singkat.
Ketika didesak lebih lanjut penyebab retaknya hubungan padahal mereka satu paket saat maju Pilkada Aceh 2012 silam. Mualem tak bersedia menjelaskan. Pernyataan Mualem tak lagi berkomunikasi dengan Zaini ketika itu, turut didengar tamu yang menghadiri haul. Diantaranya anggota DPRA, Abdullah Saleh SH, ulama karismatik Aceh, Abuya Haji Amran Waly; Sekda Aceh Barat Bukhari dan Wakil Ketua DPRK Ramli MS. Bisa jadi, pernyataan tersebut keluar, karena rasa kesal Mualem yang sudah memuncak terhadap perlakuan yang dia terima selama ini dari Abu Doto. Entahla.(Modusaceh.co)
Pertanyaan besar ini perlu diutarakan, sebab publik, khususnya mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sangat mahfum mengenai persoalan tersebut. Sebagai Ketua KPA/ DPA Partai Aceh, Mualem sempat beberapa kali mengalami uji coba ‘kudeta’ dari Pendopo. Mulai tak diberi peran, memangkas anggaran operasional hingga mengumpul para mantan kombatan GAM alumni Tripoli-Libya. Yang paling menohok adalah, saat pembahasan APBA 2016 lalu. Dihadapan utusan Kemendagri, Mualem menumpahkan semua kekesalannya, saat beberapa usulan program pembangunan yang dia usulkan, dipangkas para Kepala SKPA. Disebut-sebut, semua itu atas perintah Abu Doto. Akibat konflik ini,Wali Nanggroe Malek Mahmud terpaksa turun tangan sebagai juru damai. Begitupun, upaya 'kudeta' tersebut hingga saat ini belum berhasil dilakukan Abu Doto bersama para pungawanya. Maklum, sebagai mantan Panglima GAM dan Ketua KPA/DPA Partai Aceh, Mualem masih memiliki loyalis setia, dibandingkan Abu Doto.
Syahdan, seperti diwartakan Harian Serambi Indonesia (Kamis (16/6/2016). Abu Doto akhirnya resmi menyerahkan surat pengunduran diri dari Tuha Puet DPA Partai Aceh (PA). Surat tanggal 12 Juni 2016 itu, ditujukan kepada Ketua DPA PA. Alasannya saat itu, untuk memenuhi salah satu persyaratan bagi calon perseorangan (independen) dalam Pilkada Aceh 2017. Begitupun publik dan mantan kombatan GAM serta elit Partai Aceh tak begitu mudah percaya. Sempat beredar kabar saat itu, hengkangnya Abu Doto dari Tuha Puet PA, karena kecewa. Keinginannya untuk maju keduakali sebagai orang nomor satu Aceh melalui PA, tak mendapat respon dan kesepakatan jika tak elok disebut persetujuan. Maklum, mulai dari para Panglima Wilayah hingga Sagoe serta jajaran mantan kombatan GAM maupun elit PA, telah sepakat untuk mengusung Mualem sebagai calon Gubernur Aceh. Nah, salah satu cara adalah, dengan menghempas Mualem dari kursi Ketua DPA PA/KPA.
Dugaan ini semakin mendapat ‘poros’ tat kala membaca dan menyimak secara mendalam, dari surat yang dibuat Abu Doto. Dia mencantumkan syarat dalam pengunduran dirinya. Bila pengunduran diri tak dipersyaratkan lagi dalam ketentuan Pilkada 2017, maka surat pernyataan yang saya kirimkan tersebut dinyatakan tidak berlaku dan saya masih sebagai anggota Partai Aceh, tulis Abu Doto.
Aneh? Bisa jadi demikian. Sebab, selain surat tadi ditembuskan kepada Ketua Majelis Tuha Peut PA, Ketua KIP Aceh, Ketua Panwaslih Aceh serta Kakanwil Kemenkum HAM Aceh. Aturan pun tak membenarkan seorang calon kepala daerah dari partai politik, kemudian maju melalui jalur perseorangan (independen), masih menyandang status atau posisi di partai politik. Sebab, keputusan untuk mundur adalah ketentuan final dan mengikat. Memang, masih ada ruang dan celah, jika pimpinan partai masih menerimanya. Ini pula yang disebut kekeliruan, yang telah dilakukan Abu Doto. Karena ambisinya untuk maju, tapi tidak mendapat dukungan dari PA, kemudian dia mengundurkan diri. Kisah ini bak pepatah, kalau memang tak suka pada 'tikus' kenapa rumah yang dibakar?
Tapi, Abu Doto punya alasan lain. Keinginannya itu, karena dia mengaku masih sangat mencintai Partai Aceh. Abu Doto menyatakan, dirinya tidak mungkin melupakan Partai Aceh, karena ia termasuk salah seorang pendirinya. Yang miris, Abu Doto juga mengaku, dia maju ke arena Pilkada melalui jalur independen, karena partai yang ikut ia dirikan (PA) telah ternoda oleh pihak-pihak tertentu. Tak jelas, noda seperti apa yang dimaksudkan Abu Doto. Apakah benar ternoda atau Abu Doto tak mendapat dukungan?
Tapi Abu Doto sadar, surat pengunduran dirinya dari anggota Tuha Puet DPA PA itu dibuat, hanya untuk memenuhi persyaratan agar bisa maju sebagai calon Gubernur Aceh dari jalur perseorangan. Persyaratan dimaksud tercantum dalam Pasal 24 huruf (h) Qanun Pilkada Nomor 5 Tahun 2012 yang kini dalam proses revisi di DPRA. “Namun begitu, isi pasal 24 huruf (h) itu sudah tidak ada lagi,” ujarnya. Abu Doto berharap, proses revisi qanun Pilkada berjalan lancar dan tak ada kendala lagi, sehingga surat pengunduran diri itu tidak diperlukan bagi setiap anggota parpol yang mencalonkan diri sebagai bakal calon kepala daerah yang maju melalui jalur independen. Nah, entah itu pula sebabnya, Abu Doto masih ogah menyetujui Qanun Pilkada 2017 yang saat ini sudah bergulir di DPR Aceh. Alasannya ya itu tadi, karena ada pasal yang memerintahkan untuk mundur.
***
Semudah itukah? Simaklah pengakuan Ketua KPA/PA Wilayah Batee Iliek Darwis Djeunieb. “Dia sudah lupa dan berkhianat pada perjuangan. Dari luar negeri dia pulang, lalu kami berjuang untuk menjadikannya Gubernur Aceh. Setelah terpilih, dia lupa, malah mengunci pintu pendopo. Dia telah berkhianat juga pada perjuangan dan Partai Aceh,” tegas Darwis. Penegasan tersebut disampaikan Darwis Djeunieb dalam pidatonya saat bertemu mantan kombatan GAM, kader dan simpatisan Partai Aceh (PA) di Desa Naleung, Simpang Mamplam, Bireun, pekan lalu.
Itu sebabnya, Darwis mengaku tidak akan mendukung dr. Zaini Abdullah (Abu Doto) sebagai orang nomor satu Aceh pada Pilkada 2017. Hingga malam ini, video itu sudah diunggah belasan ribu kali tayang. Darwis juga mengkritik posisi dan kemimpinan dr. Zaini Abdullah (Abu Doto). “Contoh Zaini Abdullah, dia orang tua kita dari luar negeri. Belum setahun sudah mengkhianati Mualem. Pintu Meulioge (pendopo) juga ditutup dengan remote dan terkunci. Dulu, rakyat siang dan malam bekerja sehingga dia menjadi gubernur. Ketika terpilih sudah jauh dari rakyat. Lalu, memotong langkah Mualem, sehingga dia tidak memiliki apa-apa. Sedih saya pada Mualem! Jika ada rakyat yang datang dan minta uang, karena tidak ada uang, dia terpaksa keluar dari pintu belakang. Tapi Gubernur Doto Zaini tidak tahu soal itu,” papar Darwis.
Menurut Darwis, dengan mudah dan gampangnya kekuasaan yang didapat Doto Zaini. Semua itu, atas perjuangan dan kerja keras mantan kombatan GAM, kader dan simpatisan PA serta rakyat Aceh. Tapi, semua itu tak lagi jadi pertimbanganya, saat sudah duduk di kursi kekuasaan. “Pulang dari luar negeri, duduk jadi gubernur dan menempatkan saudaranya serta orang-orang yang pro pada dia. Orang yang tegak di garis perjuangan tidak ada lagi, semua diusir," kata Darwis.
Darwis juga menyorot tajam tentang bendera bulan bintang yang hingga kini belum juga berkibar. Menurutnya, semua itu karena Doto Zaini. “Kalau dia (Zaini Abdullah) ada berpikir untuk garis perjuangan, jika Anda ke DPR Aceh di Banda Aceh, saat itu masih ada Adli Djalok di sana. Ada dua tiang bendera. Satu untuk bendera merah putih, satu untuk bintang bulan. Tapi sebagai gubernur dia tidak membuat dua tiang di kantor gubernur dan tak memerintahkan bupati serta walikota di Aceh untuk membuat dua tiang bendera. Bagaimana anggota DPR Aceh berdebat di Jakarta, dan minta diselesaikan qanun juga belum selesai. Pemerintan Aceh tidak berpikir untuk itu, setelah mendapat kemenangan, tidak berpikir untuk perjuangan, asyik tidur. Hari ini perlu naik kembali, siapa yang pilih dia? Kecuali engkong (monyet) yang di turunkan dari gunung,” kata Darwis, terdengar sayup-sayup suara massa berkomentar dalam rekaman video tersebut. Karena itulah, Darwis mengaku kesal dan kecewa. “Kenapa saya katakan demikian, sakit hati terhadap orang yang berkhianat bagi perjuangan. Dulu kita susah payah dan menahan lapar di gunung, di kejar sana-sini. Dihantam peluru, kawan-kawan di depan jatuh dan syahit. Dia (Doto Zaini) tidak berpikir itu, karena dia bukan orang lapangan,” ulas Darwis.
Nah, lepas dari pernyataan dan pengakuan Darwis Djeunieb. Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, juga mengakui bahwa dia sudah putus komunikasi dengan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah. “Bahkan tak ada komunikasi lagi,” kata Muzakir Manaf saat menyampaikan sambutan di Haul Ke-1 Dayah Diniyah Darussalam di Meunasah Buloh, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Selasa (15/9/2015). Pria yang akrab disapa Mualem itu, menyatakan demikian ketika diwawancarai ulang oleh sejumlah wartawan tentang pernyataannya itu di sela-sela acara haul. Mualem tetap juga menyatakan hal serupa. “Inilah yang terjadi sekarang,” ucap Mualem singkat.
Ketika didesak lebih lanjut penyebab retaknya hubungan padahal mereka satu paket saat maju Pilkada Aceh 2012 silam. Mualem tak bersedia menjelaskan. Pernyataan Mualem tak lagi berkomunikasi dengan Zaini ketika itu, turut didengar tamu yang menghadiri haul. Diantaranya anggota DPRA, Abdullah Saleh SH, ulama karismatik Aceh, Abuya Haji Amran Waly; Sekda Aceh Barat Bukhari dan Wakil Ketua DPRK Ramli MS. Bisa jadi, pernyataan tersebut keluar, karena rasa kesal Mualem yang sudah memuncak terhadap perlakuan yang dia terima selama ini dari Abu Doto. Entahla.(Modusaceh.co)
loading...
Post a Comment