AMP - Polda Aceh akhirnya menurunkan tim ke Aceh Utara, guna mengusut dan mempelajari kasus sengketa lahan warga, terkait proyek waduk Kreueng Keureto di Kabupaten Aceh Utara. Penurunan tim ini sebagai tindaklanjut dari hasil rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Aceh beberapa waktu, yang dipimpin Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah di Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh. Saat itu, salah satu usulan dan kesimpulan adalah, menerima masukan dari Kapolda Aceh Irjen Pol. Rio S Djambak, agar dibentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut.
Sumber MODUSACEH.CO di Polda Aceh mengakui hal ini. “Benar, tapi tim Polda Aceh hanya memantau dan memback up Polres Aceh Utara,” sebut sumber itu. Katanya, tim tersebut turun dari langsung dari Kapolda Aceh. “Pak Kapolda meminta kasus ini diselesaikan hingga tuntas,” tambah sumber tadi.
Menurutnya, berdasarkan laporan masyarakat, pemerintah daerah setempat serta pelaksana proyek, ada indikasi tak beres dari penguasaan dan pemilik lahan disana. Akibatnya, proyek itu sudah terhenti selama tiga bulan. “Namun, kami akan tetap mempelajarinya dengan seksama, sehingga ada satu kesimpulan yang dapat diambil. Jika persoalannya bisa kita selesaikan secara musyawarah dan mufakat itu akan kita tempuh. Tapi, jika mengarah pada unsur pidana, maka akan kami proses sesuai hukum yang berlaku,” tegas sumber tadi.
Sekedar mengulang. Kasus sengketa lahan antara puluhan warga di sana dengan Pemkab Aceh Utara dan perusahaan pelaksana proyek hingga kini belum tuntas. Akibatnya, proyek waduk itu terbengkalai hingga tiga bulan. Itu disebabnya, warga yang mengaku pemilik lahan, melarang perusahaan di sana untuk bekerja.
Buntunya, muncul beberapa kali aksi demontrasi dari warga. Misal, puluhan warga Kecamatan Paya Bakong dan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara. Selasa (4/10/2017), sekitar pukul 10.00 WIB, mereka mengelar aksi unjuk rasa ke Bank BNI Syariat, Kantor Bupati Aceh Utara dan Kantor DPRK Kabupaten Aceh Utara. Unjuk rasa itu berakhir pukul 12.30 WIB.
Kontributor MODUSACEH.CO di Aceh Utara dan Lhokseumawe melaporkan. Warga menuntut pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten untuk menyelesaikan ganti rugi terhadap penggarap lahan mereka, sesuai dengan kesepakatan bersama, antara pihak (pemerintah dan non pemerintah), untuk tidak mengeluarkan pernyataan dan surat yang tidak berdasar untuk menghambat pembayaran ganti rugi lahan yang menjadi milik masyarakat tersebut.(Modusaceh)
Sumber MODUSACEH.CO di Polda Aceh mengakui hal ini. “Benar, tapi tim Polda Aceh hanya memantau dan memback up Polres Aceh Utara,” sebut sumber itu. Katanya, tim tersebut turun dari langsung dari Kapolda Aceh. “Pak Kapolda meminta kasus ini diselesaikan hingga tuntas,” tambah sumber tadi.
Menurutnya, berdasarkan laporan masyarakat, pemerintah daerah setempat serta pelaksana proyek, ada indikasi tak beres dari penguasaan dan pemilik lahan disana. Akibatnya, proyek itu sudah terhenti selama tiga bulan. “Namun, kami akan tetap mempelajarinya dengan seksama, sehingga ada satu kesimpulan yang dapat diambil. Jika persoalannya bisa kita selesaikan secara musyawarah dan mufakat itu akan kita tempuh. Tapi, jika mengarah pada unsur pidana, maka akan kami proses sesuai hukum yang berlaku,” tegas sumber tadi.
Sekedar mengulang. Kasus sengketa lahan antara puluhan warga di sana dengan Pemkab Aceh Utara dan perusahaan pelaksana proyek hingga kini belum tuntas. Akibatnya, proyek waduk itu terbengkalai hingga tiga bulan. Itu disebabnya, warga yang mengaku pemilik lahan, melarang perusahaan di sana untuk bekerja.
Buntunya, muncul beberapa kali aksi demontrasi dari warga. Misal, puluhan warga Kecamatan Paya Bakong dan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara. Selasa (4/10/2017), sekitar pukul 10.00 WIB, mereka mengelar aksi unjuk rasa ke Bank BNI Syariat, Kantor Bupati Aceh Utara dan Kantor DPRK Kabupaten Aceh Utara. Unjuk rasa itu berakhir pukul 12.30 WIB.
Kontributor MODUSACEH.CO di Aceh Utara dan Lhokseumawe melaporkan. Warga menuntut pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten untuk menyelesaikan ganti rugi terhadap penggarap lahan mereka, sesuai dengan kesepakatan bersama, antara pihak (pemerintah dan non pemerintah), untuk tidak mengeluarkan pernyataan dan surat yang tidak berdasar untuk menghambat pembayaran ganti rugi lahan yang menjadi milik masyarakat tersebut.(Modusaceh)
loading...
Post a Comment