BAKAL calon (balon) gubernur Aceh periode 2017-2022, Zakaria Saman telah membulatkan tekadnya untuk bertarung pada Pilkada 2017. Meski berstatus sebagai pendiri Partai Aceh (PA), pria yang akrab disapa Apa Karya ini menyatakan akan maju melaluijalur perseorangan atau independen.
Dia menyatakan ingin mengabdi dan mensejahterakan rakyat Aceh. Karena, pascapenandatanganan perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Pusat di Helsinki, belum ada tanda-tanda kesejahteraan bagi rakyat Aceh.
Padahal, selama sepuluh tahun yang lalu, Pemerintahan Aceh dikendalikan oleh mantan kombatan selama dua periode. Tapi, hingga sekarang masyarakat Aceh masih hidup dalam kungkungan kemiskinan. Kehidupan masyarakat masih jauh dari kesejahteraan, selain masih sempitnya lapangan pekerjaan.
Atas dasar keprihatinan itulah, mantan menteri pertahanan GAM ini maju sebagai kandidat gubernur Aceh. “Jika saya jadi gubernur Aceh, selama tidak menyalahi hukum Allah dan tidak menyalahi undang-undang negara, apa yang orang Aceh mau akan saya penuhi semampu saya,” kata Apa Karya.
Apa Karya menjelaskan, konsep pembangunan Aceh hanya membutuhkan hidupnya tiga sektor utama, yaitu sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan.
Menurutnya, ketiga sektor tersebut menjadi magnet utama dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, karena Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah. “Tapi terutama yang kita pikirkan bagaimana mensejahterakan masyarakat Aceh agar tidak lapar. Sebab, jika anak-anak pergi ke sekolah dengan perut lapar, maka mutu pendidikan Aceh tidak berkualitas. Kalau di negara lain, kebutuhan gizi anak-anak sekolah cukup, sehingga mereka pandai,” ujarnya.
Guna mencapai misi ini, pada Minggu (29/ 5) lalu, Zakaria Saman memilih Ir Teuku Alaidinsyah MEng, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh periode 2015-2020, sebagai calon wakil gubernur yang akan mendampinginya pada Pilkada 2017.
Dia menyatakan ingin mengabdi dan mensejahterakan rakyat Aceh. Karena, pascapenandatanganan perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Pusat di Helsinki, belum ada tanda-tanda kesejahteraan bagi rakyat Aceh.
Padahal, selama sepuluh tahun yang lalu, Pemerintahan Aceh dikendalikan oleh mantan kombatan selama dua periode. Tapi, hingga sekarang masyarakat Aceh masih hidup dalam kungkungan kemiskinan. Kehidupan masyarakat masih jauh dari kesejahteraan, selain masih sempitnya lapangan pekerjaan.
Atas dasar keprihatinan itulah, mantan menteri pertahanan GAM ini maju sebagai kandidat gubernur Aceh. “Jika saya jadi gubernur Aceh, selama tidak menyalahi hukum Allah dan tidak menyalahi undang-undang negara, apa yang orang Aceh mau akan saya penuhi semampu saya,” kata Apa Karya.
Apa Karya menjelaskan, konsep pembangunan Aceh hanya membutuhkan hidupnya tiga sektor utama, yaitu sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan.
Menurutnya, ketiga sektor tersebut menjadi magnet utama dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, karena Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah. “Tapi terutama yang kita pikirkan bagaimana mensejahterakan masyarakat Aceh agar tidak lapar. Sebab, jika anak-anak pergi ke sekolah dengan perut lapar, maka mutu pendidikan Aceh tidak berkualitas. Kalau di negara lain, kebutuhan gizi anak-anak sekolah cukup, sehingga mereka pandai,” ujarnya.
Guna mencapai misi ini, pada Minggu (29/ 5) lalu, Zakaria Saman memilih Ir Teuku Alaidinsyah MEng, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh periode 2015-2020, sebagai calon wakil gubernur yang akan mendampinginya pada Pilkada 2017.
Apa Karya merupakan kandidat gubernur Aceh pertama yang menetapkan wakil untuk maju pada Pilkada 2017. Ini menunjukkan bahwa mantan Menteri Pertahanan GAM ini menjadi orang yang paling siap untuk mengabdikan dirinya bagi rakyat Aceh. Apa Karya bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Karena Alaidinsyah, yang akan menjadi wakilnya, selama ini memang dikenal sebagai tokoh yang mendedikasikan dirinya sebagai pekerja kemanusiaan.
Siapa Apa Karya?
Dilahirkan di Keumala Dalam, Kabupaten Pidie, 1 Januari 1946, Zakaria Saman mulai terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka pimpinan Hasan Tiro sejak tahun Tahun 1976. Pada bulan Agustus 1981, melalui sebuah negara di Asia Tenggara serta dengan bantuan UNHCR, Zakaria Saman dan Zaini Abdullah berangkat ke Swedia hingga menjadi warga negara tersebut. Hasan Tiro kemudian menunjuknya menjadi menteri pertahanan GAM.
Namanya kala itu kerap disebut-sebut aparat keamanan, karena dituduh terlibat memasok senjata api ke Aceh. Dia mengaku masuk anggota “Grup 42”, yakni kombatan GAM yang mendapat pelatihan militer pertama sekali di Libya, tahun 1985.
Pada tahun 2000-an, nama Zakaria Saman sempat menghiasi media internasional. Dia disebut-sebut ikut memasok senjata dari Thailand ke Aceh. Zakaria mengaku kerap keluar-masuk Thailand, karena negeri Gajah Putih ini dekat dengan Aceh. Zakaria mengaku terakhir pulang ke Aceh pada tahun 2003.
Kala itu pertemuan “Kesepakatan untuk Penghentian Permusuhan” antara Pemerintah RI dengan GAM di Tokyo gagal mencapai kesepakatan. Kegagalan pertemuan yang difasilitasi The Henry Dunant Center dan negara-negara donor (Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, dan Bank Dunia) itu akhirnya berbuah darurat militer di Aceh. “Saya berada di hutan Aceh kembali setelah darurat militer diberlakukan selama 15 hari. Saat gempa dan tsunami, saya berada di gunung,” kata Zakaria.
Setelah perdamaian Aceh terwujud, Zakaria Saman bersama Malik Mahmud dan Zaini Abdullah mulai mendirikan pondasi tentang dasar-dasar perjuangan GAM melalui jalur politik. Setelah melalui jalan berliku, mereka berhasil mendirikan Partai Aceh, sebagai partai lokal yang erepresentasikan perjuangan para mantan kombatan GAM.
Di Partai Aceh, perannya juga tergolong besar. Bersama dengan Zaini Abdullah dan Malik Mahmud, Zakaria menduduki posisi Tuha Peuet, yang punya wewenang memutih-hitamkan partai. Tapi, kini, Apa Karya telah memutuskan keluar sementara dari Partai Aceh, karena para pengurusnya dianggap telah melenceng dari ideologi awal.(serambinews)
Siapa Apa Karya?
Dilahirkan di Keumala Dalam, Kabupaten Pidie, 1 Januari 1946, Zakaria Saman mulai terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka pimpinan Hasan Tiro sejak tahun Tahun 1976. Pada bulan Agustus 1981, melalui sebuah negara di Asia Tenggara serta dengan bantuan UNHCR, Zakaria Saman dan Zaini Abdullah berangkat ke Swedia hingga menjadi warga negara tersebut. Hasan Tiro kemudian menunjuknya menjadi menteri pertahanan GAM.
Namanya kala itu kerap disebut-sebut aparat keamanan, karena dituduh terlibat memasok senjata api ke Aceh. Dia mengaku masuk anggota “Grup 42”, yakni kombatan GAM yang mendapat pelatihan militer pertama sekali di Libya, tahun 1985.
Pada tahun 2000-an, nama Zakaria Saman sempat menghiasi media internasional. Dia disebut-sebut ikut memasok senjata dari Thailand ke Aceh. Zakaria mengaku kerap keluar-masuk Thailand, karena negeri Gajah Putih ini dekat dengan Aceh. Zakaria mengaku terakhir pulang ke Aceh pada tahun 2003.
Kala itu pertemuan “Kesepakatan untuk Penghentian Permusuhan” antara Pemerintah RI dengan GAM di Tokyo gagal mencapai kesepakatan. Kegagalan pertemuan yang difasilitasi The Henry Dunant Center dan negara-negara donor (Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, dan Bank Dunia) itu akhirnya berbuah darurat militer di Aceh. “Saya berada di hutan Aceh kembali setelah darurat militer diberlakukan selama 15 hari. Saat gempa dan tsunami, saya berada di gunung,” kata Zakaria.
Setelah perdamaian Aceh terwujud, Zakaria Saman bersama Malik Mahmud dan Zaini Abdullah mulai mendirikan pondasi tentang dasar-dasar perjuangan GAM melalui jalur politik. Setelah melalui jalan berliku, mereka berhasil mendirikan Partai Aceh, sebagai partai lokal yang erepresentasikan perjuangan para mantan kombatan GAM.
Di Partai Aceh, perannya juga tergolong besar. Bersama dengan Zaini Abdullah dan Malik Mahmud, Zakaria menduduki posisi Tuha Peuet, yang punya wewenang memutih-hitamkan partai. Tapi, kini, Apa Karya telah memutuskan keluar sementara dari Partai Aceh, karena para pengurusnya dianggap telah melenceng dari ideologi awal.(serambinews)
loading...
Post a Comment