AMP - Armada laut China lagi-lagi bikin ulah di Perairan Natuna. Tak hanya mengintervensi upaya penangkapan kapal nelayan yang dilakukan aparat Indonesia, tapi juga sudah melanggar batas wilayah.
Tak hanya itu, pemerintah China menuding aparat Indonesia telah melukai nelayan mereka, di mana seorang pencuri ikan disebut tertembak. Namun, pernyataan itu dibantah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Dengan kejadian itu, sudah kali ketiga armada China berbuat ulah di Perairan Natuna, tepatnya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berjarak 200 meter dari landas kontinental. Kejadian pertama berlangsung Maret lalu, ketika itu kapal coast guard China sengaja menabrak kapal nelayan yang baru saja ditangkap dan memaksa agar Indonesia melepasnya.
Kemudian akhir bulan lalu, ketika itu Beijing memprotes tindakan TNI AL yang menyita kapal China di dekat Kepulauan Natuna. Indonesia beranggapan penyitaan itu dilakukan karena kapal tersebut telah melakukan pencurian ikan hingga melintasi perbatasan negara.
Saat insiden pertama, Indonesia tidak tinggal diam. Tujuh kapal perang Indonesia langsung diterjunkan ke lokasi, bahkan sejumlah pesawat tempur dikerahkan lebih dekat ke Pulau Natuna agar lebih dekat dengan Laut China Selatan.
Tidak mau kejadian serupa terulang kembali, Indonesia sebenarnya telah menerjunkan tujuh Kapal Republik Indonesia (KRI) untuk memberi deterrence effect, terutama pada China. Bahkan, Indonesia juga mengeluarkan kebijakan menenggelamkan setiap kapal asing yang mencuri ikan.
Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV/Tanjung Pinang, Letkol Josdy Damopolii menegaskan, TNI AL tak mau tinggal diam menghadapi insiden tersebut. Mereka langsung mengerahkan armada lautnya menuju Laut Natuna dan menghadapi langsung kapal perang China.
"Berapa jumlah kekuatan kita, di mana posisi pengamanan, tidak boleh dibeberkan. Tetapi yang pasti pengamanan di perairan perbatasan kita kuat," tegas Josdy di Pangkal Pinang, Selasa (22/3).
Lebih jauh Josdy memaparkan, seluruh kebijakan terkait permasalahan muncul akibat intervensi kapal penjaga pantai terhadap petugas TNI AL dan KKP di perairan Natuna diputuskan Kementerian Luar Negeri dan KKP.
"Kami sudah mendapat arahan dari pusat," katanya singkat seperti dilansir Antara.
Di atas kertas, kekuatan Indonesia memang cukup jauh dibandingkan China, di mana kekuatan militernya berada di peringkat kedua. TNI AL memiliki 74 ribu personel aktif. Situs Global Firepower mencatat kekuatan laut Indonesia mencapai 221 kapal perang. Sayangnya, Indonesia belum memiliki kapal induk mengingat biaya operasionalnya yang sangat mahal.
Jumlah tersebut terdiri atas 2 kapal selam, 6 kapal frigat, 10 korvet, 16 korvet antikapal selam serta 21 kapal misil. Sementara, terdapat 51 kapal patroli, 12 kapal penyapu ranjau serta 4 kapal transport amfibi.
Sedangkan China bak raksasa dengan kehadiran kapal induk kelas Kuznetsov yang diberi nama Liaoning. Liaoning dapat mengangkut sejumlah pesawat terbang, khususnya buatan negeri sendiri, antara lain 24 unit pesawat tempur Shenyang J-15, 6 unit helikopter Changhe Z-18, 4 unit helikopter Ka-31, dan 2 unit helikopter Harbin Z-9.
China juga memiliki kapal tempur jenis frigat yang jumlahnya mencapai 47 unit, kapal destroyer 26 unit, dan kapal jenis korvet 25 unit. Sedangkan kapal selam yang dimiliki China berjumlah 69 unit. Setengah dari kapal selam tersebut ditugasi untuk mengawasi laut selatan, termasuk Laut China Selatan.
Selain itu, mereka juga masih mengoperasikan 4 kapal transport amfibi, 32 kapal pengangkut tank, 31 kapal pengangkut medium, 109 kapal misil, 94 pemburu kapal selam, 17 kapal patroli, 29 kapal penghancur ranjau serta 11 kapal perbantuan.
Angka tersebut belum termasuk 255 personel yang berada di bawah perintah Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (AL PLA), serta lebih kurang 710 pesawat untuk mendukung operasi di laut.
Soal kekuatan Indonesia sudah kalah jauh, tapi jika sampai mengganggu kedaulatan, China sebaiknya jangan main-main.(MDK)
Tak hanya itu, pemerintah China menuding aparat Indonesia telah melukai nelayan mereka, di mana seorang pencuri ikan disebut tertembak. Namun, pernyataan itu dibantah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Dengan kejadian itu, sudah kali ketiga armada China berbuat ulah di Perairan Natuna, tepatnya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berjarak 200 meter dari landas kontinental. Kejadian pertama berlangsung Maret lalu, ketika itu kapal coast guard China sengaja menabrak kapal nelayan yang baru saja ditangkap dan memaksa agar Indonesia melepasnya.
Kemudian akhir bulan lalu, ketika itu Beijing memprotes tindakan TNI AL yang menyita kapal China di dekat Kepulauan Natuna. Indonesia beranggapan penyitaan itu dilakukan karena kapal tersebut telah melakukan pencurian ikan hingga melintasi perbatasan negara.
Saat insiden pertama, Indonesia tidak tinggal diam. Tujuh kapal perang Indonesia langsung diterjunkan ke lokasi, bahkan sejumlah pesawat tempur dikerahkan lebih dekat ke Pulau Natuna agar lebih dekat dengan Laut China Selatan.
Tidak mau kejadian serupa terulang kembali, Indonesia sebenarnya telah menerjunkan tujuh Kapal Republik Indonesia (KRI) untuk memberi deterrence effect, terutama pada China. Bahkan, Indonesia juga mengeluarkan kebijakan menenggelamkan setiap kapal asing yang mencuri ikan.
Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV/Tanjung Pinang, Letkol Josdy Damopolii menegaskan, TNI AL tak mau tinggal diam menghadapi insiden tersebut. Mereka langsung mengerahkan armada lautnya menuju Laut Natuna dan menghadapi langsung kapal perang China.
"Berapa jumlah kekuatan kita, di mana posisi pengamanan, tidak boleh dibeberkan. Tetapi yang pasti pengamanan di perairan perbatasan kita kuat," tegas Josdy di Pangkal Pinang, Selasa (22/3).
Lebih jauh Josdy memaparkan, seluruh kebijakan terkait permasalahan muncul akibat intervensi kapal penjaga pantai terhadap petugas TNI AL dan KKP di perairan Natuna diputuskan Kementerian Luar Negeri dan KKP.
"Kami sudah mendapat arahan dari pusat," katanya singkat seperti dilansir Antara.
Di atas kertas, kekuatan Indonesia memang cukup jauh dibandingkan China, di mana kekuatan militernya berada di peringkat kedua. TNI AL memiliki 74 ribu personel aktif. Situs Global Firepower mencatat kekuatan laut Indonesia mencapai 221 kapal perang. Sayangnya, Indonesia belum memiliki kapal induk mengingat biaya operasionalnya yang sangat mahal.
Jumlah tersebut terdiri atas 2 kapal selam, 6 kapal frigat, 10 korvet, 16 korvet antikapal selam serta 21 kapal misil. Sementara, terdapat 51 kapal patroli, 12 kapal penyapu ranjau serta 4 kapal transport amfibi.
Sedangkan China bak raksasa dengan kehadiran kapal induk kelas Kuznetsov yang diberi nama Liaoning. Liaoning dapat mengangkut sejumlah pesawat terbang, khususnya buatan negeri sendiri, antara lain 24 unit pesawat tempur Shenyang J-15, 6 unit helikopter Changhe Z-18, 4 unit helikopter Ka-31, dan 2 unit helikopter Harbin Z-9.
China juga memiliki kapal tempur jenis frigat yang jumlahnya mencapai 47 unit, kapal destroyer 26 unit, dan kapal jenis korvet 25 unit. Sedangkan kapal selam yang dimiliki China berjumlah 69 unit. Setengah dari kapal selam tersebut ditugasi untuk mengawasi laut selatan, termasuk Laut China Selatan.
Selain itu, mereka juga masih mengoperasikan 4 kapal transport amfibi, 32 kapal pengangkut tank, 31 kapal pengangkut medium, 109 kapal misil, 94 pemburu kapal selam, 17 kapal patroli, 29 kapal penghancur ranjau serta 11 kapal perbantuan.
Angka tersebut belum termasuk 255 personel yang berada di bawah perintah Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (AL PLA), serta lebih kurang 710 pesawat untuk mendukung operasi di laut.
Soal kekuatan Indonesia sudah kalah jauh, tapi jika sampai mengganggu kedaulatan, China sebaiknya jangan main-main.(MDK)
loading...
Post a Comment