Mahdi, Yunaida dan Fanny. Korban kekerasan AKP Marzuki, anggota Polda Aceh. Foto: istimewa |
AMP - Inspektur Satu Marzuki, seorang perwira polisi di Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Aceh, memukul Mahdi (60), hakim di pengadilan agama Jakarta Barat. Tiga anak Mahdi dan adik iparnya juga dihajar. Marzuki dan Mahdi tinggal bersebelahan di Dusun Lam Awe I, Kecamatan Lamtemen Barat, Banda Aceh.
Korban pertama Marzuki adalah Yudaina Ulya (23). Ahad lalu, sekitar pukul 14.45 WIB, dia duduk bersama seorang temannya di depan rumah. Tanpa sebab, Marzuki menghampiri Yudaina dan menghajarnya dari belakang. Keributan itu membuat adik Yunaida: Ruhil Fathana (16) dan kakaknya: Fanny Tasyifa (25), keluar dari rumah.
Melihat keduanya keluar dari rumah, Marzuki semakin marah. Marzuki meninggalkan Yunaida yang tersungkur dan menghajar Ruhil dan Fanny. Teman Yunaida yang mencoba melerai juga nyaris menjadi korban amukan Marzuki. Beruntung, remaja itu berhasil kabur.
“Setelah itu, anak kami bertanya kenapa dia dipukul, dan pelaku terlihat seperti sadar kalau dia telah salah sangka,” Kata Mahdi Usman kepada wartawan di Gedung PWI Aceh, Senin (20/6). Peristiwa ini tidak dilaporkan Mahdi kepada polisi karena saat itu, Mahdi berada di Jakarta.
Empat hari kemudian, saat tiba di Banda Aceh, giliran Mahdi dan adik iparnya: Mulyadi menjadi bulan-bulanan Marzuki. Kala itu, Mahdi dan Mulyadi ingin membahas pondasi rumah yang dianggap miring. Setelah menjelaskan hal itu, Mulyadi sepakat untuk memperbaiki posisi pondasi itu. Karena Mulyadi lah yang mengetahui proses pembangunan rumah mereka.
Ternyata percakapan itu didengar oleh istri Marzuki. Karena menyangka Mulyadi adalah orang yang membangun rumah mereka, istri Marzuki memanggil suaminya, “yah...yah...yah, cepat keluar yah, ini dia orang yang bikin (membangun) rumah kita,” kata Sabariah menirukan perkataan tetangganya.
Mulyadi membantah perkataan istri Marzuki. Pembicaraan itu, kata Mulyadi, adalah membahas rumah Mahdi, abangnya. Bukan rumah Marzuki. Namun Marzuki yang keluar dari rumah tak mau berpikir panjang. Dia langsung menghampiri Mulyadi dan melepaskan tinju ke arah wajah. Upayanya gagal karena Mulyadi menepis serangan itu.
Mahdi mencoba untuk menengahi. Namun upaya ini tidak digubris. Marzuki malah menjadikan Mahdi sasaran amuknya. Bahkan Marzuki tega mengambil batu dan hendak menghantamkannya ke Mahdi yang tengah tergeletak di tanah. Untung saja banyak tetangga yang protes sehingga Marzuki mengurungkan niatnya. “Kasus ini sudah kami laporkan ke Polda Aceh. Kami menunggu tindakan selanjutnya,” kata Sabariah.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh AKBP Goenawan mengatakan kasus yang melibatkan Marzuki adalah perkara pribadi dan tidak ada tautan dengan instansi tempat Marzuki bekerja. Kasus ini, kata Goenawan, ditangani dan disidik oleh bidang Propam Polda Aceh dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. “Jika AKP Marzuki bersalah, akan diproses sesuai dengan hukum berlaku.” (AJNN)
Korban pertama Marzuki adalah Yudaina Ulya (23). Ahad lalu, sekitar pukul 14.45 WIB, dia duduk bersama seorang temannya di depan rumah. Tanpa sebab, Marzuki menghampiri Yudaina dan menghajarnya dari belakang. Keributan itu membuat adik Yunaida: Ruhil Fathana (16) dan kakaknya: Fanny Tasyifa (25), keluar dari rumah.
Melihat keduanya keluar dari rumah, Marzuki semakin marah. Marzuki meninggalkan Yunaida yang tersungkur dan menghajar Ruhil dan Fanny. Teman Yunaida yang mencoba melerai juga nyaris menjadi korban amukan Marzuki. Beruntung, remaja itu berhasil kabur.
“Setelah itu, anak kami bertanya kenapa dia dipukul, dan pelaku terlihat seperti sadar kalau dia telah salah sangka,” Kata Mahdi Usman kepada wartawan di Gedung PWI Aceh, Senin (20/6). Peristiwa ini tidak dilaporkan Mahdi kepada polisi karena saat itu, Mahdi berada di Jakarta.
Empat hari kemudian, saat tiba di Banda Aceh, giliran Mahdi dan adik iparnya: Mulyadi menjadi bulan-bulanan Marzuki. Kala itu, Mahdi dan Mulyadi ingin membahas pondasi rumah yang dianggap miring. Setelah menjelaskan hal itu, Mulyadi sepakat untuk memperbaiki posisi pondasi itu. Karena Mulyadi lah yang mengetahui proses pembangunan rumah mereka.
Ternyata percakapan itu didengar oleh istri Marzuki. Karena menyangka Mulyadi adalah orang yang membangun rumah mereka, istri Marzuki memanggil suaminya, “yah...yah...yah, cepat keluar yah, ini dia orang yang bikin (membangun) rumah kita,” kata Sabariah menirukan perkataan tetangganya.
Mulyadi membantah perkataan istri Marzuki. Pembicaraan itu, kata Mulyadi, adalah membahas rumah Mahdi, abangnya. Bukan rumah Marzuki. Namun Marzuki yang keluar dari rumah tak mau berpikir panjang. Dia langsung menghampiri Mulyadi dan melepaskan tinju ke arah wajah. Upayanya gagal karena Mulyadi menepis serangan itu.
Mahdi mencoba untuk menengahi. Namun upaya ini tidak digubris. Marzuki malah menjadikan Mahdi sasaran amuknya. Bahkan Marzuki tega mengambil batu dan hendak menghantamkannya ke Mahdi yang tengah tergeletak di tanah. Untung saja banyak tetangga yang protes sehingga Marzuki mengurungkan niatnya. “Kasus ini sudah kami laporkan ke Polda Aceh. Kami menunggu tindakan selanjutnya,” kata Sabariah.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh AKBP Goenawan mengatakan kasus yang melibatkan Marzuki adalah perkara pribadi dan tidak ada tautan dengan instansi tempat Marzuki bekerja. Kasus ini, kata Goenawan, ditangani dan disidik oleh bidang Propam Polda Aceh dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. “Jika AKP Marzuki bersalah, akan diproses sesuai dengan hukum berlaku.” (AJNN)
loading...
Post a Comment