AMP - Pengadaan buku di Disdik Aceh sarat kejanggalan. Proyek Rp8 miliar itu hanya untuk satu judul buku dari satu penerbit.
Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Aceh mendadak menghentikan proses lelang pengadaan buku miliaran rupiah di Dinas Pendidikan Aceh. Seakan sudah mengetahui kecurangan mereka terbongkar.
Dinas Pendidikan Aceh tahun ini mengadakan Buku Pendidikan Budi Pekerti Revolusi Mental yang didistribusikan ke sekolah tingkat SD/MI, SLTP dan SLTA di Aceh.
Jumlah anggaran yang digelontorkan Rp8 miliar lebih. Dalam proses pengadaan, lelang buku pelajaran itu dipecah menjadi empat paket dengan rincian satu paket dengan pagu Rp1,9 miliar, satu paket Rp2,18 miliar dan dua paket lainnya pagu Rp2,1 miliar.
Pengumuman prakualifikasi satu paket pertama dengan nilai pengadaan Rp1,9 miliar ditayangkan di LPSE Provinsi Aceh pada 27 Mei sampai 31 Mei. Paket tersebut sudah dimenangkan oleh CV Banyu Bening dengan penawaran terendah yaitu Rp1.578.252.000.
Sementara paket Rp2,18 miliar diumumkan pada 31 Mei sampai 3 Juni 2016 dan dua paket lainnya ditayangkan serentak beberapa hari setelah itu. Ketiga paket tersebut yang kemudian dibatalkan.
Dalam dokumen empat lelang tersebut, Pokja mencantumkan judul buku dengan penulis Sukardi dan penerbit Acarya Media Utama. Empat paket proyek senilai Rp8 miliar itu hanya untuk membelanjakan satu judul buku dari satu penerbit.
Pada paket pengadaan buku pertama, jika dilihat dari jadwal lelang, prosesnya baru sampai pada tahapan pembuktian kualifikasi. Sementara tiga paket lainnya sudah dibatalkan Pokja meski proses lelang masih berlangsung.
Informasi dihimpun Pikiran Merdeka dari sumber di Dinas Pendidikan Aceh, pembatalan tiga paket lelang oleh Pokja dikarenakan sudah terendus kecurangan penentuan spesifikasi buku hingga pemenang nanti. Para pejabat di Disdik Aceh kabarnya takut karena sejumlah rekanan sudah melaporkan indikasi kecurangan dan monopoli lelang itu ke Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU).
Indikasi adanya monopoli lelang dan sudah diarahkan pemenangnya didasarkan beberapa rekanan yang ikut dalam lelang itu tidak berhasil memperoleh dukungan barang dari penerbit Acarya Media Utama.
“Ini trik lama dipakai dinas (Disdik Aceh) dan Pokja untuk menjegal perusahaan lain ikut berkompetisi,” jelas rekanan itu.
Rekanan tersebut juga heran kenapa hanya satu judul dan satu penerbit pada proyek sebesar itu. Dia meyakini, ada ketidakberesan dalam proses dan mekanisme penetapan spesifikasi dan HPS oleh PPTK yang katanya melibatkan tim penilai buku dari unsur kejaksaan, kepolisian, akademisi, dan LSM.
“Saya sudah tanyakan kepada penerbit buku lain yang ada perwakilan di Aceh, mereka tidak pernah diundang untuk pembanding produk dalam penetapan spesifikasi dan HPS,” katanya.
Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Aceh mendadak menghentikan proses lelang pengadaan buku miliaran rupiah di Dinas Pendidikan Aceh. Seakan sudah mengetahui kecurangan mereka terbongkar.
Dinas Pendidikan Aceh tahun ini mengadakan Buku Pendidikan Budi Pekerti Revolusi Mental yang didistribusikan ke sekolah tingkat SD/MI, SLTP dan SLTA di Aceh.
Jumlah anggaran yang digelontorkan Rp8 miliar lebih. Dalam proses pengadaan, lelang buku pelajaran itu dipecah menjadi empat paket dengan rincian satu paket dengan pagu Rp1,9 miliar, satu paket Rp2,18 miliar dan dua paket lainnya pagu Rp2,1 miliar.
Pengumuman prakualifikasi satu paket pertama dengan nilai pengadaan Rp1,9 miliar ditayangkan di LPSE Provinsi Aceh pada 27 Mei sampai 31 Mei. Paket tersebut sudah dimenangkan oleh CV Banyu Bening dengan penawaran terendah yaitu Rp1.578.252.000.
Sementara paket Rp2,18 miliar diumumkan pada 31 Mei sampai 3 Juni 2016 dan dua paket lainnya ditayangkan serentak beberapa hari setelah itu. Ketiga paket tersebut yang kemudian dibatalkan.
Dalam dokumen empat lelang tersebut, Pokja mencantumkan judul buku dengan penulis Sukardi dan penerbit Acarya Media Utama. Empat paket proyek senilai Rp8 miliar itu hanya untuk membelanjakan satu judul buku dari satu penerbit.
Pada paket pengadaan buku pertama, jika dilihat dari jadwal lelang, prosesnya baru sampai pada tahapan pembuktian kualifikasi. Sementara tiga paket lainnya sudah dibatalkan Pokja meski proses lelang masih berlangsung.
Informasi dihimpun Pikiran Merdeka dari sumber di Dinas Pendidikan Aceh, pembatalan tiga paket lelang oleh Pokja dikarenakan sudah terendus kecurangan penentuan spesifikasi buku hingga pemenang nanti. Para pejabat di Disdik Aceh kabarnya takut karena sejumlah rekanan sudah melaporkan indikasi kecurangan dan monopoli lelang itu ke Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU).
Indikasi adanya monopoli lelang dan sudah diarahkan pemenangnya didasarkan beberapa rekanan yang ikut dalam lelang itu tidak berhasil memperoleh dukungan barang dari penerbit Acarya Media Utama.
“Ini trik lama dipakai dinas (Disdik Aceh) dan Pokja untuk menjegal perusahaan lain ikut berkompetisi,” jelas rekanan itu.
Rekanan tersebut juga heran kenapa hanya satu judul dan satu penerbit pada proyek sebesar itu. Dia meyakini, ada ketidakberesan dalam proses dan mekanisme penetapan spesifikasi dan HPS oleh PPTK yang katanya melibatkan tim penilai buku dari unsur kejaksaan, kepolisian, akademisi, dan LSM.
“Saya sudah tanyakan kepada penerbit buku lain yang ada perwakilan di Aceh, mereka tidak pernah diundang untuk pembanding produk dalam penetapan spesifikasi dan HPS,” katanya.
Sementara Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Aceh Nurchalis mengaku tidak tahu terkait ada pembatalan tiga paket proyek pengadaan buku di Dinas Pendidikan Aceh. Menurutnya, pembatalan tersebut merupakan ranah Pokja bukan ULP.
“Dalam proses lelang memang sudah biasa ada pembatalan dan kemudian dilanjutkan kembali. Tetapi ini ranah Pokja, ULP tidak tahu-menahu masalah tersebut. Jadi tanyakan ke Pokja saja,” jelas Nurchalis.
Kepala Biro Pembangunan Aceh itu menambahkan, Pokja tidak bisa mempublikasikan alasan pembatalan sebuah proyek. “Itu rahasia, tidak bisa publikasikan alasannya. Namun soal pembatalan itu saya cek dulu kebenarannya,” jelasnya.
Sementara Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Dikdas Disdik Aceh, Husaini juga mengaku tidak mengetahui jika tiga paket proyek pengadaan buku tersebut sudah dibatalkan lelang oleh Pokja. “Saya belum terima kabar soal tiga paket buku yang dibatalkan,” kata Husaini yang dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Husaini membantah ada monopoli produk dalam lelang tersebut. Menurutnya, pemilihan judul buku dan penerbitnya sudah melalui pemeriksaan tim penilai terdiri dari pihak Kejati Aceh, Polda Aceh, akademisi dari Unsyiah, LSM, wartawan, dan dewan guru.
Saat ditanyakan bagaimana proses penetapan spesifikasi buku dan pemilihan judul oleh PPTK, Husaini meminta Pikiran Merdeka menanyakan kepada atasannya. “Lebih baik datang langsung ke kantor dan tanyakan ke KPA saya (Kabid Dikdas) karena beliau yang lebih berhak menjawab,” kata Husaini saat dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu lalu.
Sumber Pikiran Merdeka di Dinas Pendidikan Aceh mengungkapkan, pengadaan buku Pendidikan Budi Pekerti senilai Rp8 miliar lebih itu jauh-jauh hari sudah didesain serapi mungkin oleh Kadisdik Aceh Hasanuddin Darjo. Pada awal 2016, kata sumber tersebut, Darjo pernah mengutus Sekretaris Disdik Aceh Nasrul yang saat itu menjabat Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas), PPTK Husaini, dan seorang rekanan untuk mendatangi kantor penerbit Acarya Media Utama yang beralamat di Jalan Rumah Sakit No.58 Ujung Berung, Bandung.
Kedatangan pejabat Disdik Aceh itu disambut langsung pemilik Acarya Media Utama bernama Ketut Astawa. Pertemuan tersebut bertujuan mengkondisikan proyek buku itu, termasuk komitmen sukses fee dan besaran diskon.
Acarya Media Utama, menurut sumber tadi, bukan perusahaan penerbit benefit sekaliber Penerbit Erlangga, Intan Pariwara, Tiga Serangkai, Aneka Ilmu atau penerbit buku lainnya yang sudah populer di sekolah–sekolah. Bahkan, buku yang diterbitkan Acrya sulit dijumpai di pasaran. Kantor perwakilan penerbitnya juga tidak ada di Aceh.
Penerbit Acarya Media Utama juga tidak memiliki mesin percetakan. Selama ini penerbit itu mencetak bukunya di percetakan penerbit lain, salah satunya percetakan milik CV Arya Duta di Bogor, Jawa Barat.
“Paket buku Pendidikan Budi Pekerti Rp8 miliar itu sebagiannya sudah dicetak di Arya Duta. Penerbit itu juga kabarnya sudah mau kollaps,” sebut sumber tersebut.
Lalu kenapa Disdik Aceh memilih penerbit itu? Sumber tadi menjelaskan, diskon pembelian buku oleh Acarya Media Utama yang diberikan penerbit sangat besar, di atas 50 persen.
“Tidak heran, keseluruhan pengadaan buku senilai Rp8 miliar itu hanya satu judul saja dan satu penerbit. Inikan janggal sekali. Biasanya, untuk proyek pengadaan sebesar itu ada ratusan judul buku dan belasan penerbit yang terlibat,” katanya.[pikiranmerdeka.co]
“Dalam proses lelang memang sudah biasa ada pembatalan dan kemudian dilanjutkan kembali. Tetapi ini ranah Pokja, ULP tidak tahu-menahu masalah tersebut. Jadi tanyakan ke Pokja saja,” jelas Nurchalis.
Kepala Biro Pembangunan Aceh itu menambahkan, Pokja tidak bisa mempublikasikan alasan pembatalan sebuah proyek. “Itu rahasia, tidak bisa publikasikan alasannya. Namun soal pembatalan itu saya cek dulu kebenarannya,” jelasnya.
Sementara Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Dikdas Disdik Aceh, Husaini juga mengaku tidak mengetahui jika tiga paket proyek pengadaan buku tersebut sudah dibatalkan lelang oleh Pokja. “Saya belum terima kabar soal tiga paket buku yang dibatalkan,” kata Husaini yang dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Husaini membantah ada monopoli produk dalam lelang tersebut. Menurutnya, pemilihan judul buku dan penerbitnya sudah melalui pemeriksaan tim penilai terdiri dari pihak Kejati Aceh, Polda Aceh, akademisi dari Unsyiah, LSM, wartawan, dan dewan guru.
Saat ditanyakan bagaimana proses penetapan spesifikasi buku dan pemilihan judul oleh PPTK, Husaini meminta Pikiran Merdeka menanyakan kepada atasannya. “Lebih baik datang langsung ke kantor dan tanyakan ke KPA saya (Kabid Dikdas) karena beliau yang lebih berhak menjawab,” kata Husaini saat dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu lalu.
Sumber Pikiran Merdeka di Dinas Pendidikan Aceh mengungkapkan, pengadaan buku Pendidikan Budi Pekerti senilai Rp8 miliar lebih itu jauh-jauh hari sudah didesain serapi mungkin oleh Kadisdik Aceh Hasanuddin Darjo. Pada awal 2016, kata sumber tersebut, Darjo pernah mengutus Sekretaris Disdik Aceh Nasrul yang saat itu menjabat Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas), PPTK Husaini, dan seorang rekanan untuk mendatangi kantor penerbit Acarya Media Utama yang beralamat di Jalan Rumah Sakit No.58 Ujung Berung, Bandung.
Kedatangan pejabat Disdik Aceh itu disambut langsung pemilik Acarya Media Utama bernama Ketut Astawa. Pertemuan tersebut bertujuan mengkondisikan proyek buku itu, termasuk komitmen sukses fee dan besaran diskon.
Acarya Media Utama, menurut sumber tadi, bukan perusahaan penerbit benefit sekaliber Penerbit Erlangga, Intan Pariwara, Tiga Serangkai, Aneka Ilmu atau penerbit buku lainnya yang sudah populer di sekolah–sekolah. Bahkan, buku yang diterbitkan Acrya sulit dijumpai di pasaran. Kantor perwakilan penerbitnya juga tidak ada di Aceh.
Penerbit Acarya Media Utama juga tidak memiliki mesin percetakan. Selama ini penerbit itu mencetak bukunya di percetakan penerbit lain, salah satunya percetakan milik CV Arya Duta di Bogor, Jawa Barat.
“Paket buku Pendidikan Budi Pekerti Rp8 miliar itu sebagiannya sudah dicetak di Arya Duta. Penerbit itu juga kabarnya sudah mau kollaps,” sebut sumber tersebut.
Lalu kenapa Disdik Aceh memilih penerbit itu? Sumber tadi menjelaskan, diskon pembelian buku oleh Acarya Media Utama yang diberikan penerbit sangat besar, di atas 50 persen.
“Tidak heran, keseluruhan pengadaan buku senilai Rp8 miliar itu hanya satu judul saja dan satu penerbit. Inikan janggal sekali. Biasanya, untuk proyek pengadaan sebesar itu ada ratusan judul buku dan belasan penerbit yang terlibat,” katanya.[pikiranmerdeka.co]
loading...
Post a Comment