Para Anggota Sarekat Islam pada pertemuan di Blitar tahun 1914 | Sumber: Collection KITLV |
Minggu pagi pada 18 Juni 1916 rakyat datang berduyun-duyun ke Alun-alun Bandung. Mereka ingin menyaksikan pidato Tjokroaminoto yang akan diselenggarakan pagi itu. �Pada saat yang ditentukan, datanglah anggota-anggota Pengurus Central Sarekat Islam dengan pakain rok, yaitu celana hitam, jas buka hitam, bagian belakang panjang sampai lutut, dengan dasi putih.� cerita Mohammad Roem dalam tulisannya di Bunga Rampai dari Sejarah jilid 1.
Kegiatan yang ada di Alun-alun Kota Bandung merupakan rangkaian acara yang bernama Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam. Kongres yang dimulai pada 17 Juni dan berakhir 24 Juni 1916 seperti layaknya pesta rakyat yang sangat meriah. Diseluruh bagian alun-alun terdapat banyak tarup berderet yang menyajikan berabagai aneka makanan dan macam-macam barang kerajinan. Pada siang harinya diadakan perlombaan olah raga. Lalu malamnya diadakan pertunjukan bioskop atau wayang. Sorot lampu yang menyinari di malam harinya terangnya seperti siang hari. �Malah malam lebih menarik dengan lampion-lampion yang warna-warni,� kata Roem.
Soal kongres, sebenarnya ini bukan pertama kalinya bagi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1914, sudah pernah berlangsung kongres di Surabaya. Hanya saja, saat itu SI masih bersifat lokal. Sejak diizinkan berdiri secara badan hukum oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1912, SI tidak diizinkan memiliki pengurus terpusat meski sudah banyak cabang di berbagai kota seluruh Hindia Belanda. Baru setelah tahun 1914, izin itu keluar dengan dibentuknya Central Sarekat Islam (CSI).
Berlangsungnya kongres pertama di tahun 1916 ini sudah meliputi SI di seluruh Hindia Belanda. Maka dinamakan "Kongreas Nasional" yang dihadiri 80 utusan dari lokal SI wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali dan Sulawesi. Kata �Nasional� ini merupakan pertama kalinya digunakan oleh Bangsa Indonesia dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.
Nasihin dalam buku Sarekat Islam Mencari Ideologi 1924-1945 menyebutkan bahwa penggunaan istilah �Nasional� merupakan tanda SI muncul sebagai sebuah perkumpulan bumiputera yang besar dan tersebar di seluruh Nusantara. �Kebesaran SI adalah wujud dari kebesaran identitas Islam yang ada di dalamya.� tulisnya.
Selama kongres ada 3 macam rapat. Pertama, rapat pendahuluan pada hari Sabtu, 17 Juni 1916 secara tertutup yang hanya dihadiri anggota pimpinan pusat CSI. Kedua, rapat terbuka berlangsung hari Minggu, 18 Juni dan hari Senin, 19 Juni dengan mendengar pidato-pidato para pimpinan CSI kepada rakyat. Lalu ketiga, terdapat enam kali rapat yang dilakukan di Gedung Societeit Concordia (sekarang bernama Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika Bandung), yang dihadiri para utusan dan undangan.
Dari rangkaian acara tersebut yang terpenting dari hasil kongres ini adalah pertama kalinya bangsa terjajah di Hindia Belanda menyatakan tuntutan �Pemerintahan Sendiri�. Tuntutan ini diucapkan secara terbuka oleh Tjokroaminoto sendiri dalam pidatonya di Alun-alun Kota Bandung pada Minggu pagi 18 Juni itu.
Menurut penjelasan Roem, saat berlangsungnya kongres, Undang-undang Hindia Belanda (Het Regeeringsreglement voor Nederlandsch-Indie atau disingkat RR) pasal 111 masih melarang kegiatan berpolitik. Pada 1903, pasal 111 sedikit diperlemah sejak dibentuknya Dewan Kota yang boleh diisi pribumi. Orang Indonesia sudah boleh berpolitik hanya sebatas dewan kota. Bicara politik secara tanah air masih dilarang. �Meskipun begitu, pidato Tjokroaminoto adalah pidato politik yang tidak dapat disangsikan.� kata Roem.
Dapat dikatakan pidato Tjokroaminoto ini cukup berani. Namun, dalam pidatonya itu ia tak langsung secara radikal menentang ataupun melawan Pemerintah Hindia Belanda. Dalam salah satu ucapan pidatonya, ia berkata, �Kita mencintai Pemerintah yang melindungi kita.� Ucapannya ini adalah sebuah bahasa diplomasi karena sadar bahwa belum saatnya bertindak secara radikal dan revolusioner terhadap penjajah.
CSI melalui pidato Tjokroaminoto lebih memilih jalan evolusi dengan perjuangan bertahap sesuai konstitusi dan aturan tanpa harus ada pertumpahan darah. Karena itu, tuntutan �pemerintahan sendiri� dengan usul adanya Dewan Rakyat bagi kalangan pribumi untuk pemerintahan Hindia Belanda merupakan upaya bertahap mewujudkan upaya cita-cita kemerdekaan. Upaya itu berhasil ketika pada 1918 Pemerintah Hindia Belanda mengesahkan berdirinya Volksraad (Dewan Rakyat) sebagai saluran aspirasi rakyat. Mulai saat itu, Bangsa Indonesia memasuki fase perjuangan secara politik.
Penggal Pidato Tjokroaminoto
Pidato di bawah ini sebenarnya berbahasa melayu. Namun, dijadikan arsip oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk dilaporkan ke pemerintah Nederland ke bahasa Belanda. Pidato tersebut dipublikasi melalui dokumen yang berjudul De Volksraad en de staatkundige ontwikkeling van Nederlands-Indie, disusun oleh Dr. S.L. van der Wal terbitan J.B. Wolters, Groningen, tahun 1964. Berikut penggalan pidato Tjokroaminoto yang diterjemahkan oleh Mohammad Roem:
�Kita cinta bangsa sendiri dan dengan kekuatan ajaran agama kita, agama Islam, kita berusaha untuk mempersatukan seluruh bangsa kita, atau sebagian besar dari bangsa kita; Kita cinta tanah air, dimana kita dilahirkan; dan kita cinta pemerintah yang melindungi kita. Karena itu, kita tidak takut untuk minta perhatian atas segala sesuatu, yang kita anggap baik, dan menuntut apa saja, yang dapat memperbaiki bangsa kita, tanah air kita dan pemerintah kita.
Untuk mencapai tujuan kita, dan untuk memudahkan cara kerja kita agar rencana raksasa itu dapat dilaksanakan maka perlulah dan kita harap dengan sangat agar diadakan peraturan yang memberi kita penduduk bumiputera hak untuk ikut serta dalam mengadakan bermacam-macam peraturan yang sekarang sedang kita pikirkan. Tidak boleh terjadi lagi, bahwa dibuat perundang-undangan untuk kita bahwa kita diperintah tanpa kita, dan tanpa ikut serta dari kita.
Meskipun jiwa kita penuh dengan harapan dan keinginan yang besar, kita tidak pernah bermimpi tentang datangnya ratu adil, atau kejadian yang bukan-bukan, yang kernyataannya memang tidak akan terjadi. Tapi kita terus mengharapkan dengan ikhlas dan jujur akan datangnya status berdiri sendiri bagi Hindia Belanda, paling sedikit Dewan Jajahan, agar kita dapat ikut berbicara dalam urusan pemerintahan. Tuan-tuan jangan takut bahwa kita dalam rapat ini berani mengucapkan �Pemerintahan Sendiri�. Dengan sendirinya kita tidak takut untuk memakai perkataan itu, karena ada undang-undang (wet) yang harus dibaca oleh tiap-tiap penduduk yang juga mempergunakan perkataan �pemerintahan sendiri� yaitu Undang-undang 23 Juli 1903 tentang Desentralisasi dari Pemerintah Hinda Belanda, yang memuat keputusan Sri Ratu Wilhelmina di mana Sri Ratu memandang perlu agar untuk keresidenan atau bagian-bagian daerah membuka kemungkinan untuk mencapai pemerintahan sendiri.
Berhubung dengan sabda ratu di atas yang menyebabkan kita berani berbicara tentang pemerintahan sendiri, dan karena itu juga kita dapat memikirkan lebih lanjut bagaimana keinginan Ratu itu dapat selekas mungkin dan dengan sempurna dilaksanakan. Dalam permulaan Sri Ratu hanya mengharapkan tercapainya pemerintahan sendiri dari daerah-daerah atau sebagian dari daerah, akan tetapi kita yakin, bahwa dalam harapan Sri Ratu itu tersimpul maksud agar pada saatnya juga untuk seluruh Hindia Belanda mencapai status pemerintahan sendiri.
Tidak dapat diragu-ragukan bahwa ratu kita adalah bijaksana. Semakin lama semakin bertambah kesadaran orang, baik pun di Nederland maupun di Hindia bahwa pemerintahan sendiri adalah perlu. Lebih lama lebih dirasakan bahwa tidak patut lagi Hindia diperintah oleh Netherland, seperti tuan tanah mengurus persil-persilnya. Tidak patut lagi untuk memandang Hindia sebagai sapi perasan, yang hanya mendapat makan karena susunya. Tidak pantas lagi untuk memandang negeri ini sebagai tempat untuk didatangi dengan maksud mencari untung, dan sekarang juga sudah tidak patut lagi, bahwa penduduknya, terutama putera-buminya, tidak punya hak untuk ikut bicara dalam urusan pemerintahan yang mengatur nasibnya.
Segala puji kepada Allah Tuhan Maha Adil. Tuhan mendengar keinginan hamba-Nya. Ratu kita dan pemerintah bijaksana. Perubahan besar pasal 111 RR., yang melarang mengadakan rapat-rapat politik sudah dicabut, dan meskipun belum sama sekali dikubur, tapi tidak dijalankan lagi. Meskipun mengadakan kongres jatuh di bawa pasa 111 tersebut, kita berbesar hati bahwa pemerintah dan pemerintah daerah di Bandung memberi izin mengadakan rapat-rapat ini .......
Kita menyadari dan mengerti benar bahwa mengadakan pemerintahan sendiri adalah suatu hal yang sangat sulit, dan bagi kita hal itu laksana suatu impian. Akan tetapi bukan impian dalam waktu tidur, tapi harapan yang tertentu yang dapat dilaksanakan jika kita berusaha dengan segala kekuatan yang ada pada kita dan dengan memakai segala daya upaya melalui jalan yang benar dan menurut hukum.
Kita sama sekali tidak berteriak, �Persetan Pemerintah�. Kita malah berseru, �Dengan pemerintah, bersama dengan pemerintah dan untuk membantu pemerintah menuju ke arah yang benar�. Tujuan kita ialah bersatunya Hindia dan Netherland untuk menjadi warga-negara �Negara Hindia�, yang mempunyai pemerintahan sendiri.
Pada bagian penutup Tjokroaminoto berkata:
Kongres yang terhormat, bangsaku dan kawan-kawan separtai yang saya cintai. Maka perlu sekali kita bekerja keras. Meskipun pemerintah yang maju mampu dan tentu bersedia mendidik anak buahnya dan membangkitkan energi anak buahnya, agar mereka semakin maju dalam kehidupannya, hak-hak dan kebebasan politik baru diberikan kepada satu rakyat kalau rakyat itu meminta sendiri dengan memaksa; jarang sekali terjadi bahwa hak dan kebebasan semacam itu diberikan sebagai hadiah oleh suatu pemerintah. Di bawah pemerintah yang tiranik dan dholim hak-hak dan kebebasan itu dicapai dengan revolusi. Sedang dari suatu pemerintah yang bijaksana dengan evolusi, gerakan yang patut. Kita berharap bahwa gerakan evolusi ini senantiasa akan berlangsung di bawah Sang Tiga Warna. Tapi bagaimanpun juga rakyat harus bekerja untuk menentukan nasibnya sendiri.
loading...
Post a Comment