Sebuah lukisan yang dibuat tahun 1725 dengan judul menyebut "Lacatra" (Jayakarta) nama sebelum Batavia | Sumber: geheugenvannederland.nl |
| Oleh Uman Miftah S. |
�Perjanjian itu dibuat secara tertulis,� kata penulis kronik terkenal asal Portugis, Joao de Barros, �tiga orang menteri setempat turut ambil bagian dalam pembicaraan tersebut: �Mandari Tadam, tamungo Sague de Pate dan Bengar, syah bandar setempat.� Atas perintah raja, mereka mengantar Leme ke tempat akan dibangunnya benteng tersebut di sebelah kanan muara sungai, di kawasan yang dinamai Calapa.� lanjutnya sebagaimana dikutip oleh Claude Duillot dalam Banten, sejarah dan Peradaban abad X-XVII.
Ia melanjutkan penuturannya, ��orang Portugis diberi hak membangun sebuah benteng dan dijamin bahwa mereka boleh memuat lada sejumlah yang mereka kehendaki. Selain itu raja berjanji memberikan 1.000 kantong lada setiap tahunnya kepada Raja Portugis mulai hari dibangunnya benteng tersebut�.�
Awal abad keenam belas ketenangan Nusantara terusik. Perdagangan antar negara yang tenteram menjadi panas seketika. Portugis datang dengan berkedok memberikan bantuan kepada para raja. �Kedatangan Portugis di benua India secara tiba-tiba memang mengakhiri sistem pelayaran yang damai yang menandai kawasan ini,� kata K.N. Chaudhuri sebagaimana dikutip oleh Prof. Uka Tjandrasasmita dalam Arkeologi Islam Nusantara.
Berbagai catatan Portugis menyatakan bahwa mereka datang ke wilayah Nusantara hanyalah untuk berdagang. �Bahkan,� tulis Joao de Barros dengan sombong, �Portugis adalah pedagang murni. Tanpa pernah berniat melakukan agresi militer�.
Prof Ahmad Mansur Suryanegara dalam Menemukan Sejarah dengan tegas menolak gagasan tersebut. �Kenyataannya kedatangan bangsa Portugis ke Asia dengan kapal kosong. Kapal ini diisi dengan batu guna mencegah agar tidak terlalu oleng. Mereka tidak meniatkan dagang sebagai lazimnya orang berdagang, melainkan memperlengkapi kapal mereka dengan meriam. Itulah sebabnya lebih tepat kalau kedatangan Portugis saat itu bertujuan untuk merampok.�
Tentu pendapat Prof. Ahmad Mansur Suryanegara ini bukanlah tanpa dasar. Ia menyandangkan kesimpulannya pada tulisan Prof. Dr. J. M. Romein berjudul Aera Eropa: Peradaban Eropa Sebagai Penyimpangan dari Pola Umum yang telah diterjemahkan Noer Tugiman.
Sebelum datang ke Sunda Kelapa Portugis terlebih dahulu merampok Indonesia wilayah Timur. Pada tahun 1511 Malaka merupakan tempat perdagangan untuk kerajaan lokal maupun internasional. Banyak kerajaan dari wilayah diluar Nusantara yang telah mempunyai hubungan baik dengan mereka. Diantaranya Persia, India, Cina, Demak, dan daerah-daerah lain. Akan tetapi, sejak dikuasainya Malaka oleh Portugis mereka mulai menghindari wilayah itu. �Hal ini disebabkan politik Portugis yang hendak memaksakan sistem monopoli kepada pedagang-pedagang yang telah biasa dengan sistem perdagangan bebas,� kata Marwati Djoened Poesponegoro dalam buku Induk Sejarah Nasional Indonesia.
Bernard H. M. Vlekke dalam Nusantara mencatat pada 1513 seratus kapal dengan sepuluh ribu tentara Demak gagah berani melawannya. Namun apa daya, Portugis unggul, penguasa demak gugur.
Berhasil menguasai Malaka, Portugis mengutus Henrique Leme untuk melakukan perjanjian dengan Raja Sunda. Ini merupakan perjanjian pertama kerajaan Jawa dengan bangsa asing. Tentu sikap baik yang diambil raja Jawa bukanlah tanpa alasan. Buku induk Sejarah Nasional Indonesia pada halaman 36 mencatat setidaknya ada dua alasan mengapa raja sunda melakukan perjanjian dengan Portugis, �Pertama untuk hubungan dagang dan yang kedua untuk mendapat sahabat dalam menghadapi kekuatan Demak yang pada waktu itu sedang mengadakan ekspansi ke Jawa Barat,�. Argumen kedua kemungkinan hasil tipu muslihat Portugis kepada Raja Pajajaran yang memang berambisi mengeruk sumber daya wilayah Nusantara bagian Barat.
Perjanjian antara Pajajaran dengan Portugis pun dibuat. Meskipun sejarawan mencatat banyak wilayah bawahan Pajajaran yang menyesalkan keputusan sang raja. Mereka merasa tak pantas bangsa kita mengadakan persekutuan dengan bangsa asing yang bahasa dan kebudayaannya jauh berbeda.
Jika melacak catatan kerajaan Sunda (Pajajaran), Surawisesa, Putera dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), pernah pergi ke Malaka dan kemungkinan besar bertemu dengan Portugis dua kali pada tahun 1512 dan 1521. Catatan Portugis menyebutnya �Re de Zunda� (Raja Sunda). Pada kepergian pertama pada 1512 Surawisesa belum menjadi raja. Ia masih seorang Ratu di Sangiang yang wilayahnya meliputi Jatinegara hingga Sungai Marundra. Satu tahun kemudian Sri Baduga Maharaja meninggal, ia diangkat sebagai raja. Lalu melakukan Perjanjian dengan Portugis di daio (dayeuh). Kesimpulan ini didasarkan pada analisis Saleh Danasasmita dalam Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi.
Kehadiran bangsa asing Portugis rupanya menyulut api jihad para ulama. Kehadirannya tak hanya merugikan penduduk lokal secara ekonomi dan kemanusiaan tetapi juga agresi militer yang dilancarkan meresahkan keamanan. Maka, Sunan Gunung Jati memerintahkan menantunya, Fatahillah, untuk bertempur hadapi Portugis merebut Sunda Kelapa.
Dengan teknik perang khas orang Nusantara sebagaimana dicatat dalam buku Induk Sejarah Nasional, yakni dengan serangan tiba-tiba atau bergerilya. Pada 1527 (sebagian sejarawan mencatat antara 1526 atau 1527) Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari bumi Jawa. Penyerangan dilakukan malam hari dengan teknik penyergapan.
Sementara armada yang digunakan oleh pasukan Fatahillah kemungkinan besar merupakan jung model Tiongkok Dinasti Ming yang mampu memuat 400 orang prajurit atau 100 ton muatan. Sebagaimana diberitakan dalam Catatan Tahunan Malayu: Teks Parlindungan dan Terjemahan dalam buku Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI karya H. J. de Graaf. Prof Uka Tjandrasasmita menuliskan bahwa penyerangan berlangsung dari arah barat pada tanggal 22 Juni1527. Berdasar keterangan Dr. Sukanto terhadap hari peristiwa penyerang itu, DPRD dan Gubernur DKI Jakarta, Sudiro, mengesahkan sebagai hari jadinya Jakarta pada 1956.
Bersambung Merebut Sunda Kelapa (Bagian 2)
Bersambung Merebut Sunda Kelapa (Bagian 2)
loading...
Post a Comment