AMP - Kasus penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok bersenjata Filipina kembali terjadi.
Kali ini, tujuh anak buah kapal TB Charles 001 yang disandera kelompok tersebut. Peristiwa itu merupakan peristiwa ketiga yang terjadi selama kurun waktu tiga bulan terakhir.
Indonesia, Malaysia dan Filipina sebenarnya tengah menyusun pola pengamanan militer bersama di wilayah perairan yang berbatasan dengan ketiga negara tetangga itu.
Namun, hingga kini proses perumusan itu belum rampung. Kesepakatan yang diambil, kata Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, baru sebatas nota kesepahaman.
“Baru MoU saja. Tetapi Kementerian Pertahanan kemarin sudah ke Filipina untuk menindaklanjuti ini, sekarang sedang diproses SOP antarpanglima,” kata Panglima usai menghadiri kegiatan buka puasa bersama di Istana Wakil Presiden, Jumat (24/6/2016).
Menurut Gatot, pada dasarnya Indonesia telah siap menjalankan operasi patroli bersama di wilayah perairan tersebut. Komunikasi intensif pun telah dilakukan. Namun, hal berbeda justru tengah dialami Filipina.
Negara di utara Asia Tenggara itu tengah mengalami masa peralihan kepemimpinan dari Presiden Benigno Aquino ke Presiden Rodrigo Duterte.
“Tanggal 30 (Juni) nanti kan pergantian pemerintahan. Ini yang membuat kita tidak bisa cepat,” ujarnya.
Gatot mengatakan, operasi pengamanan militer gabungan di wilayah tersebut mendesak dilakukan. Sebab, kawasan itu merupakan jalur ekonomi yang kerap digunakan kapal Indonesia untuk mengangkut batu bara ke Filipina.
Menurut dia, hamper 96 persen kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Filipina diimpor dari Indonesia.
“Sekarang sudah ada moratorium dari Menhub untuk kapal-kapal tidak bergerak dulu ke sana. Jadi ini yang dipertanyakan, kenapa dia bias ada izin pelayaran ke sana gitu,” ujarnya.(kompas)
Kali ini, tujuh anak buah kapal TB Charles 001 yang disandera kelompok tersebut. Peristiwa itu merupakan peristiwa ketiga yang terjadi selama kurun waktu tiga bulan terakhir.
Indonesia, Malaysia dan Filipina sebenarnya tengah menyusun pola pengamanan militer bersama di wilayah perairan yang berbatasan dengan ketiga negara tetangga itu.
Namun, hingga kini proses perumusan itu belum rampung. Kesepakatan yang diambil, kata Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, baru sebatas nota kesepahaman.
“Baru MoU saja. Tetapi Kementerian Pertahanan kemarin sudah ke Filipina untuk menindaklanjuti ini, sekarang sedang diproses SOP antarpanglima,” kata Panglima usai menghadiri kegiatan buka puasa bersama di Istana Wakil Presiden, Jumat (24/6/2016).
Menurut Gatot, pada dasarnya Indonesia telah siap menjalankan operasi patroli bersama di wilayah perairan tersebut. Komunikasi intensif pun telah dilakukan. Namun, hal berbeda justru tengah dialami Filipina.
Negara di utara Asia Tenggara itu tengah mengalami masa peralihan kepemimpinan dari Presiden Benigno Aquino ke Presiden Rodrigo Duterte.
“Tanggal 30 (Juni) nanti kan pergantian pemerintahan. Ini yang membuat kita tidak bisa cepat,” ujarnya.
Gatot mengatakan, operasi pengamanan militer gabungan di wilayah tersebut mendesak dilakukan. Sebab, kawasan itu merupakan jalur ekonomi yang kerap digunakan kapal Indonesia untuk mengangkut batu bara ke Filipina.
Menurut dia, hamper 96 persen kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Filipina diimpor dari Indonesia.
“Sekarang sudah ada moratorium dari Menhub untuk kapal-kapal tidak bergerak dulu ke sana. Jadi ini yang dipertanyakan, kenapa dia bias ada izin pelayaran ke sana gitu,” ujarnya.(kompas)
loading...
Post a Comment