AMP - Kerajaan Negeri Trumon didirikan pada 1780 Masehi oleh Teungku Jakfar, murid Teungku Di Anjong. Tahun 1812, Aceh Darussalam mengakui Trumon sebagai negeri lindungannya.
Pada Oktober 2013 penulis mengunjungi Trumon. Selama beberapa hari menginap di rumah Teuku Raja Aceh dan ayahnya Raja Ubit, raja Trumon saat itu, di Keudee Trumon, Aceh Selatan.
Pada awal 2015, bersama peneliti independen asal Istanbul, Turki, Dr Mehmet Ozay, selama lima hari, penulis melintasi lagi pantai Barat Selatan Aceh.
Perjalanan ini merupakan tinjauan lembaga antarabangsa Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT) untuk memetakan wilayah kebudayaan di Aceh. Sepulang dari Singkil, kami disambut oleh Teuku Raja Aceh, dan menginap selama semalam di rumahnya.
Sebuah benteng masih berdiri kukuh di tepi pantai gampong Keudee Trumon, Aceh Selatan. Di sana masih ada artefak berupa masjid, makam bernisan khas Aceh Darussalam milik raja Trumon, mata uang tembaga dan bendera Trumon, serta surat Belanda.
Teuku Raja Aceh dan ayahnya menceritakan sejarah Negeri Trumon. Memang, selain mereka, ada beberapa orang yang menyebutkan sejarah negeri ini. Di antaranya terdapat di laman yusmarwandi.blogspot.com.
Riwayat Kerajaan Negeri Trumon
Raja Trumon merupakan turunan Ja Thahir yang berhijrah dari Baghdad menuju Asia Tenggara. Ia menetap di Batee, Pedir, Aceh. Kata “Ja” berasal dari kata “Khoja” sebuah sebutan penghormatan dalam masyarakat Turki.
Apabila dilihat dari asalnya, Baghdad, yang merupakan tempat hunian bangsa Persia, Ja Thahir merupakan turunan Persia. Namun julukan “Ja”, menunjukkan ia sebagai turunan Turki. Hal ini perlu diteliti ulang.
Ja Thahir punya beberapa orang anak, di antaranya Ja Abdullah, di Batee, Pidie. Ja Abdullah punya anak bernama Ja Johan, di Tanoh Abee Seulimum. Ja Johan punya anak bernama Teungku Jakfar yang belajar pada Teungku di Anjong di Peulanggahan, Banda Aceh.
Teungku Di Anjong merupakan seorang ulama Aceh turunan Turki. Ia mendiami gampong Peulanggahan, Banda Aceh. Di gampong ini pula makamnya berada. Di sisi makam itu terdapat sebuah mesjid yang dibangunnya semasa hidup.
Setelah meyakini Jakfar siap dijadikan juru dakwah yang handal, Teungku Di Anjong mengutusnya ke pantai Barat Selatan Aceh. Dalam perjalanan, Jakfar menetap di Ujong Seurangga, Susoh. Di sana ia mengajarkan penduduk dan dipanggil Labai Jakfar.
Kemudian ia menuju Singkil dan menetap di sana. Ia menguatkan masyarakat di pemukiman Paya Bakong, Teluk Abon, Rantau Gedang, Paya Bombong, dan Teluk Rumbia. Di daerah ini ia dijuluki Teuku Raja Singkil atau Teungku Singkil.
Setelah beberapa pemukiman menguat dalam bidang pertanian, dagang, agama, dan perang, Jakfar membuka kebun lada di dataran sebelah utara Singkil. Daerah ini kemudian disebut Trumon dengan kebun ladanya yang subur dan luas. Jakfar pun kaya raya sebagai pengusaha lada.
Trumon pun kian maju. Pada tahun 1780 Masehi, Jakfar mengumumkan bahwa Kerajaan Negeri Trumon telah berdiri. Ia sendiri sebagai rajanya. Rumahnya sebagai istana, Keudee Trumon sebagai ibu kota.
Kerajaan Trumon membeli armada kapal pengangkut lada ke luar negeri. Dari hari ke hari, kerajaan ini pun kian dikenal. Mengetahui hal ini, Belanda mulai mendekati Trumon sebagai usaha memecah wilayah Aceh Darussalam dan menguasai negeri di sekeliling pusatnya.
Pada tahun 1812 Jakfar wafat, digantikan oleh anaknya yang ke enam, Teuku Raja Bujang. Pada masanya Kesultanan Aceh Darussalam mengakui Trumon sebagai negeri lindungannya. Namun pada 17 Maret tahun 1824 Trumon membuat perjanjian dengan Belanda.
Pada 4 Desember 1824 sebuah kapal perang Aceh di bawah pimpinan Pang Dimarah yang dibiayai Trumon, menyerang benteng Belanda, Port Tapanuli, di Pulau Poncan.
Pang Dimarah membawa 12 pasukan khusus Aceh dan berhasil merebut Benteng Port Tapanuli yang dipersenjatai meriam berkaliber besar.
Pada tahun 1827, Raja Bujang memimpin armada Trumon menjelajahi pantai Barat Sumatera. Ia singgah di Bengkulu dan membantu Tuanku Iman Bonjol dalam perang Paderi di Minangkabau.
Pada tahun 1835 Raja Bujang meninggal dunia. Ia digantikan anaknya, Teuku Raja Fansurna Alamsyah alias Raja Batak yang berusia 13 tahun. Ibu Raja Batak adalah perempuan Inggeris, anak nakhoda Kelurahan Sawahan.
Disebabkan Raja Batak masih di bawah usia, maka pemerintahan Trumon dijalankan oleh Teuku Raja Mak Areh, anak ke sepuluh dari Teungku Singkil. Mak Areh memimpin Trumon sampai 1843.
Pada usia 19 tahun, Raja Batak mulai menjalankan pemerintahan Trumon. Ia membawa Trumon mencapai puncak kejayaan. Benteng-benteng besar dibangun. Di antaranya, Kuta Batee, dilengkapi 32 pucuk meriam buatan Eropa. Trumon membuat mata uang sendiri dari tembaga.
Sejarawan memperkirakan, tindakan Raja Batak ini merupakan hasutan Belanda dan sekutunya Inggeris untuk memisahkan negeri ini dari koalisi Aceh Darussalam.
Pada tahun 1884 Raja Batak meninggal dunia, digantikan anak ke emamnya, Teuku Raja Iskandar. Keadaan Banda Aceh sebagai pusat Aceh Darussalam telah diserang Belanda pada 26 Maret 1873, mempercepat runtuhnya Trumon.
Pada 6 November 1893 Raja Iskandar dibunuh oleh wali-walinya, diyakini karena merebut kekuasaan. Diperkirakan, Belanda yang telah menguasai Trumon berada di balik kudeta tersebut.
Pada 7 November 1893, Belanda mengangkat Teuku Raja Djakfar alias Teuku Haji Rayek sebagai pengganti Iskandar. Haji Rayek dijadikan raja boneka sampai meninggal dunia pada 1903.
Haji Rayek digantikan Teuku Muda Nanggroe sebagai Mangku Bumi. Pada masanya Trumon bangkrut total. Muda Nanggroe meninggal pada 1907. Teuku Raja Nasruddin menggantikannya sampai 1912.
Walaupun Belanda telah menguasai Kerajaan Trumon sepenuhnya, namun rakyat negeri masih melawan penjajah tersebut. Perang pun pecah di Gunung Kapoo, Krueng Luas, dan tempat lainnya.
Secara rahasia, kerajaan Trumon membantu perlawanan rakyat. Namun pedang kerajaan Trumon yang seharusnya berada di istana ditemukan di tangan panglima muslimin yang syahid pada pertempuran di Krueng Luas.
Belanda menuduh Nasruddin membantu kaum muslimin. Pada tahun 1912, ia ditangkap dan diasingkan ke Banda Aceh. Ia dilarang pulang ke Trumon selama lima tahun.
Nasruddin dilarang berpergian ke luar negeri, namun ia aktif dalam Partai Serikat Islam. Sebagai pengganti, Belanda mengangkat Teuku Raja Lek sebagai raja Trumon sampai 1927, sebagai wakil penjajah. Alam kuning, bendera Trumon, diganti dengan segitiga warna bendera Belanda.
Secara rahasia, Teuku Raja Lek, Panglima Kaum, dan Imum Tuha membantu rakyat untuk menyerang marsose Belanda di Trumon. Salah seorang pahlawan Aceh di Trumon adalah Cut Ali. Ia seorang turunan raja Trumon yang menjabat panglima Sagoe. Perjuangan Cut Ali berakhir setelah dibantai secara biadab oleh Belanda. Ia gugur sebagai syuhada pada 25 Mei 1927.[]
Pada Oktober 2013 penulis mengunjungi Trumon. Selama beberapa hari menginap di rumah Teuku Raja Aceh dan ayahnya Raja Ubit, raja Trumon saat itu, di Keudee Trumon, Aceh Selatan.
Pada awal 2015, bersama peneliti independen asal Istanbul, Turki, Dr Mehmet Ozay, selama lima hari, penulis melintasi lagi pantai Barat Selatan Aceh.
Perjalanan ini merupakan tinjauan lembaga antarabangsa Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT) untuk memetakan wilayah kebudayaan di Aceh. Sepulang dari Singkil, kami disambut oleh Teuku Raja Aceh, dan menginap selama semalam di rumahnya.
Sebuah benteng masih berdiri kukuh di tepi pantai gampong Keudee Trumon, Aceh Selatan. Di sana masih ada artefak berupa masjid, makam bernisan khas Aceh Darussalam milik raja Trumon, mata uang tembaga dan bendera Trumon, serta surat Belanda.
Teuku Raja Aceh dan ayahnya menceritakan sejarah Negeri Trumon. Memang, selain mereka, ada beberapa orang yang menyebutkan sejarah negeri ini. Di antaranya terdapat di laman yusmarwandi.blogspot.com.
Riwayat Kerajaan Negeri Trumon
Raja Trumon merupakan turunan Ja Thahir yang berhijrah dari Baghdad menuju Asia Tenggara. Ia menetap di Batee, Pedir, Aceh. Kata “Ja” berasal dari kata “Khoja” sebuah sebutan penghormatan dalam masyarakat Turki.
Apabila dilihat dari asalnya, Baghdad, yang merupakan tempat hunian bangsa Persia, Ja Thahir merupakan turunan Persia. Namun julukan “Ja”, menunjukkan ia sebagai turunan Turki. Hal ini perlu diteliti ulang.
Ja Thahir punya beberapa orang anak, di antaranya Ja Abdullah, di Batee, Pidie. Ja Abdullah punya anak bernama Ja Johan, di Tanoh Abee Seulimum. Ja Johan punya anak bernama Teungku Jakfar yang belajar pada Teungku di Anjong di Peulanggahan, Banda Aceh.
Teungku Di Anjong merupakan seorang ulama Aceh turunan Turki. Ia mendiami gampong Peulanggahan, Banda Aceh. Di gampong ini pula makamnya berada. Di sisi makam itu terdapat sebuah mesjid yang dibangunnya semasa hidup.
Setelah meyakini Jakfar siap dijadikan juru dakwah yang handal, Teungku Di Anjong mengutusnya ke pantai Barat Selatan Aceh. Dalam perjalanan, Jakfar menetap di Ujong Seurangga, Susoh. Di sana ia mengajarkan penduduk dan dipanggil Labai Jakfar.
Kemudian ia menuju Singkil dan menetap di sana. Ia menguatkan masyarakat di pemukiman Paya Bakong, Teluk Abon, Rantau Gedang, Paya Bombong, dan Teluk Rumbia. Di daerah ini ia dijuluki Teuku Raja Singkil atau Teungku Singkil.
Setelah beberapa pemukiman menguat dalam bidang pertanian, dagang, agama, dan perang, Jakfar membuka kebun lada di dataran sebelah utara Singkil. Daerah ini kemudian disebut Trumon dengan kebun ladanya yang subur dan luas. Jakfar pun kaya raya sebagai pengusaha lada.
Trumon pun kian maju. Pada tahun 1780 Masehi, Jakfar mengumumkan bahwa Kerajaan Negeri Trumon telah berdiri. Ia sendiri sebagai rajanya. Rumahnya sebagai istana, Keudee Trumon sebagai ibu kota.
Kerajaan Trumon membeli armada kapal pengangkut lada ke luar negeri. Dari hari ke hari, kerajaan ini pun kian dikenal. Mengetahui hal ini, Belanda mulai mendekati Trumon sebagai usaha memecah wilayah Aceh Darussalam dan menguasai negeri di sekeliling pusatnya.
Pada tahun 1812 Jakfar wafat, digantikan oleh anaknya yang ke enam, Teuku Raja Bujang. Pada masanya Kesultanan Aceh Darussalam mengakui Trumon sebagai negeri lindungannya. Namun pada 17 Maret tahun 1824 Trumon membuat perjanjian dengan Belanda.
Pada 4 Desember 1824 sebuah kapal perang Aceh di bawah pimpinan Pang Dimarah yang dibiayai Trumon, menyerang benteng Belanda, Port Tapanuli, di Pulau Poncan.
Pang Dimarah membawa 12 pasukan khusus Aceh dan berhasil merebut Benteng Port Tapanuli yang dipersenjatai meriam berkaliber besar.
Pada tahun 1827, Raja Bujang memimpin armada Trumon menjelajahi pantai Barat Sumatera. Ia singgah di Bengkulu dan membantu Tuanku Iman Bonjol dalam perang Paderi di Minangkabau.
Pada tahun 1835 Raja Bujang meninggal dunia. Ia digantikan anaknya, Teuku Raja Fansurna Alamsyah alias Raja Batak yang berusia 13 tahun. Ibu Raja Batak adalah perempuan Inggeris, anak nakhoda Kelurahan Sawahan.
Disebabkan Raja Batak masih di bawah usia, maka pemerintahan Trumon dijalankan oleh Teuku Raja Mak Areh, anak ke sepuluh dari Teungku Singkil. Mak Areh memimpin Trumon sampai 1843.
Pada usia 19 tahun, Raja Batak mulai menjalankan pemerintahan Trumon. Ia membawa Trumon mencapai puncak kejayaan. Benteng-benteng besar dibangun. Di antaranya, Kuta Batee, dilengkapi 32 pucuk meriam buatan Eropa. Trumon membuat mata uang sendiri dari tembaga.
Sejarawan memperkirakan, tindakan Raja Batak ini merupakan hasutan Belanda dan sekutunya Inggeris untuk memisahkan negeri ini dari koalisi Aceh Darussalam.
Pada tahun 1884 Raja Batak meninggal dunia, digantikan anak ke emamnya, Teuku Raja Iskandar. Keadaan Banda Aceh sebagai pusat Aceh Darussalam telah diserang Belanda pada 26 Maret 1873, mempercepat runtuhnya Trumon.
Pada 6 November 1893 Raja Iskandar dibunuh oleh wali-walinya, diyakini karena merebut kekuasaan. Diperkirakan, Belanda yang telah menguasai Trumon berada di balik kudeta tersebut.
Pada 7 November 1893, Belanda mengangkat Teuku Raja Djakfar alias Teuku Haji Rayek sebagai pengganti Iskandar. Haji Rayek dijadikan raja boneka sampai meninggal dunia pada 1903.
Haji Rayek digantikan Teuku Muda Nanggroe sebagai Mangku Bumi. Pada masanya Trumon bangkrut total. Muda Nanggroe meninggal pada 1907. Teuku Raja Nasruddin menggantikannya sampai 1912.
Walaupun Belanda telah menguasai Kerajaan Trumon sepenuhnya, namun rakyat negeri masih melawan penjajah tersebut. Perang pun pecah di Gunung Kapoo, Krueng Luas, dan tempat lainnya.
Secara rahasia, kerajaan Trumon membantu perlawanan rakyat. Namun pedang kerajaan Trumon yang seharusnya berada di istana ditemukan di tangan panglima muslimin yang syahid pada pertempuran di Krueng Luas.
Belanda menuduh Nasruddin membantu kaum muslimin. Pada tahun 1912, ia ditangkap dan diasingkan ke Banda Aceh. Ia dilarang pulang ke Trumon selama lima tahun.
Nasruddin dilarang berpergian ke luar negeri, namun ia aktif dalam Partai Serikat Islam. Sebagai pengganti, Belanda mengangkat Teuku Raja Lek sebagai raja Trumon sampai 1927, sebagai wakil penjajah. Alam kuning, bendera Trumon, diganti dengan segitiga warna bendera Belanda.
Secara rahasia, Teuku Raja Lek, Panglima Kaum, dan Imum Tuha membantu rakyat untuk menyerang marsose Belanda di Trumon. Salah seorang pahlawan Aceh di Trumon adalah Cut Ali. Ia seorang turunan raja Trumon yang menjabat panglima Sagoe. Perjuangan Cut Ali berakhir setelah dibantai secara biadab oleh Belanda. Ia gugur sebagai syuhada pada 25 Mei 1927.[]
Sumber:pikiranmerdeka.co
loading...
Post a Comment