MAKAMNYA terawat bersih dan terpelihara baik. Keadaan sekitarnya terasa teduh dan nyaman, karena beberapa kayu rindang meneduhinya dari sengatan matahari. Letaknya berbauran dengan makam (kuburan) masyarakat setempat. Sehingga tidak terpikirkan oleh kita kalau di antara makam makam yang terdapat di tempat tsb. terbaring salah seorang pahlawan wanita Aceh, Tanah Rencong, yang sangat ditakuti serta dikagumi keberaniannya oleh tentara Belanda di zaman Perang Aceh, ratusan tahun yang lalu. Itulah makam almarhumah Pocut Meurah Intan, yang terletak di pemakaman Tegalan, desa Tegal Sari, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Dalam keadaan tubuh yang sudah berantakan akibat hantaman peluru serta hentakan keiewang (pedang) tentara kolonial Belanda, Marsose, namun dengan semangat juang yang masih tinggi, serta dendam kesumat yang menyala nyala' Pocut Merah Intan berhasil ditawan Belanda pada Perang Aceh yang berlagsung sekitar 50 tahun' itu. Kemudian beliau dibuang ke Blora (Pulau Jawa) pada tahun 1901, dan dalam pembunagan inilah beliau berpulang ke Rachmatullah di tahun 1937, jauh dari kampung halamannya, Aceh.
Makam inilah yang pada 18 April 1985 yang lalu, tiga hari menjelang peringatan pahlawan Wanita RA Kartini, diziarahi oleh masyarakat Aceh yang di Jakarta, Semarang, Yogyakarta yang berjumlah sekitar 250 orang, untuk melihat dengan mata kepala sendiri makam seorang Srikandi Aceh yang gagah berani, tapi terlupakan. Ziarah ini diprakarsai oleh Keluarga Besar Pelajar Pejoang Kemerdekaan eks-rumpun Tentara Pelajar Resimen II Aceh, Divisi Sumatera, yang Ketua Umumnya adalah H. Amran Zamzami SE. Ziarah ini diadakan setelah mendapat petunjuk dan saran dari Prof. Ali Hasjmy, ex Gubernur Aceh yang pertama, yang kini adalah Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa-Aceh.
Di samping juga setelah sebelumnya mendapat restu dari Menteri Sosial Ny. Nani Soedarsono SH, Menparpostel Ahmad Thaher selaku Ketua Umum Legiun Veteran Indonesia.'serta Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Aceh. Dari Jakarta, rombongan yang berjumlah sekitar 120 orang itu, yang terdiri dari berbagai suku yang pernah menetap di Aceh, termasuk 10 wartawan Ibukota dari berbagai penerbitan dan TVRI, berangkat dengan bus carteran pukul 17.00 dan tiba keesokan harinya pukul 05.00 subuh di kota Semarang.
Menempuh perjalanan ribuan kilometer p.p. dengan kendaraan bus, untuk ibu-ibu dan bapak-bapak anggota ex-Tentara Pelajar Aceh (PTP-II) yang rata-rata berusia di atas 50 tahun, bukanlah perjalanan yang ringan, kata salah seorang Ketua rombongan Drs. Djanan Zamzami, Rektor Universitas Pangeran Jayakarta, Jakarta. Badan yang sudah hilang kelenturannya di makan usia itu, dan dengan kemungkinan adanya penyakit reumatik serta penyakit penyakit lainnya, akan membuat sangat menderita menempuh perjalanan sejauh itu.
Tapi semua itu akan sirna karena disertai tekad membaja untuk melihat makam seorang Mujahidah perang Aceh yang terlupakan. Setibanya di kota Semarang, para penziarah beristirahat di Balai Latihan Guru yang terletak di daerah Candi yang sejuk. Memang sangat indah pemandangannya. Tapi kamar tidurnya tidaklah senyaman Hotel Mewah.
Bahkan untuk disebut hotel saja tidak memenuhi persyaratan. Paling tinggi hanya untuk sebutan Losmen. Lebih lebih untuk mandi serta keperluan lain pagi itu, para peserta harus antri seperti halnya di kamar mandi umum.
Hanya dua jam istirahat pagi itu di tempat ini. Sekitar pukul 07.30 pagi para peserta ziarah sudah harus menuju Gedung Wanita kota Semarang, yang diterima serta dijamu makanan kecil oleh Wakil Gubernur Jateng Drs. Soekarjan secara ramah tamah sekali dan penuh keakraban Seterusnya rombongan menuju Kota Blora setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam lebih, tibalah di Pendopo Kabupaten Blora, di mana Bupati Kolonel Polisi Drs. Soemarno beserta nyonya dan segenap staf serta tokoh tokoh masyarakat setempat telah menantikannya. Bupati dan Nyonya Soemarno telah bertindak selaku tuan rumah yang mengesankan bagi para penziarah yang berasal dari masyarakat Aceh Jakarta, Semarang dan Yogyakarta. Dan menghidanginya makan siang dengan hidangan sate serta soto Blora yang terkenal itu, Bupati Blora beserta rombongannya ikut pula bergabung dengan para penziarah menuju desa Tegalsari di mana perbaring Srikandi Aceh Pocut Merurah Intan.
Demikian juga Pemda Jateng, telah mengirimkan Kepala Direktorat Sspolnya Drs. Sahid Abbas untuk mewakili Gubernur guna menyertai para penziarah ini. Baru sekitar pukul 14.30 para penziarah tiba di pemakaman Tegalan, desa Tegalsari. Dan setelah berada beberapa jam berada di Taman Suhada Srikandi Tanah Rencong itu, rombongan kembali ke kota Semarang setelah lebih dahulu juga melakukan ziarah ke Makam Pahlawan Wanita RA Kartini di Rembang. Demikianlah padatnya acara yang telah ditempuh. Setibanya malam itu di kota Semarang sekitar jam 20.00, acara diteruskan dengan pertemuan dengan masyarakat Aceh (IMAS) yang berada di kota Semarang. Sangking semaraknya, acara inipun baru berakhir sekitar pukul 24.00 malam.
Sungguh melelahkan melakukan napak tilas perjuangan almarhumah Pocut Merah Intan, Srikandi dari Serambi Mekah ini. Namun dari wajah wajah peserta ziarah ini tidak terlihat adanya kelesuan serta kemelasan. Semuanya masih memancarkan wajah yang berseri-seri, karena keinginannya untuk dapat melihat dari dekat makam pahlawannya telah terpenuhi. "Memang kita tidak perlu mengeluh. Dan mengapa harus mengeluh." kata pimpinan rombongan Drs. Djanan Zamzami yang telah berusia 60 tahun, tapi masih tetap lincah dan ceria dalam perjalanan yang melelahkan itu. Pocut Meurah Intan sendiri yang dalam perjuangannya penuh dengan penderitaan itu, ternyata tidak pernah mengeluh. Bahkan dalam keadaan yang sekarat, daya juangnya masih tetap tinggi, semangatnya masih terus berapi api dalam usahanya untuk mengusir penjajah. Belanda dari negerinya yang tercinta ini.
Memang keadaaan phisiknya kala itu sangat lemah akibat darah yang banyak keluar dari tubuhnya karena hantaman peluru serta tebasan pedang musuh. Beliau mengerang kesakitan, tetapi tetap menolak bantuan dokter Belanda yang hiba melihatnya. Beliau tidak bersedia tubuhnya dijamah oleh tentara Belanda yang dijulukinya sebagai kaphee. Beliau berpendirian lebih baik mati dari pada di jamah Belanda, tutur Drs. Djanan Zamzami. Semangat juang serta suri tauladan seperti inilah wajar untuk diconto oleh putra-putri kita masa kini, kata Bupati Blora Kolonel Polisi Drs. Soemarno ketika memberikan sambutannya pada upacara penyambutan di Pendopo Blora.
Dikutip Dari Buku karya: H. AMRAN ZAMZANY S.E.(PERSATUAN EX TP RESIMEN II ACEH DIVISI SUMATERA. Ketua Umum)
Dikutip Dari Buku karya: H. AMRAN ZAMZANY S.E.(PERSATUAN EX TP RESIMEN II ACEH DIVISI SUMATERA. Ketua Umum)
loading...
Post a Comment