AMP - Sebelum mengugat cerai talak, Ramli sempat mengajak istri sah pertamanya Nurjannah atau akrab disapa Dek Nong, melaksanakan ibadah umrah ke tanah suci Mekah dan Madinah. Namun, sebelum berangkat, kabarnya Ramli sempat menyinggung keinginannya untuk menceraikan Dek Nong. Setelah mempersunting sebut saja Ayu, gadis perawan sebagai istri keduanya. Ramli juga mengajaknya untuk berumrah. Diduga, juga membeli rumah serta mobil baru buat sang istri kedua. Sekilas, Ramli memang terkesan sebagai pejabat regilus, rendah hati dan jujur.
Entah untuk menghibur atau itulah perjalanan ibadah terakhir Ramli alias Pak Sekwan bersama istri Dek Nong. Selanjutnya, semua urusan berakhir di Pengadilan Mahkamah Syar’iah Kota Lhokseumawe. Ramli mengajukan permohonan gugat cerai terhadap Dek Nong, enam bulan setelah umrah atau 2 September 2016.
Syahdan, keduanya pergi ibadah umrah sekira bulan Februari 2016. Menurut pengakuan Dek Nong kepada saya, sebelum kedua berangkat, Pak Sekwan yang tajir ini sempat mengeluar kata-kata bahwa dia ingin menceraikan Dek Nong. “Nanti, setelah umrah kita bercerai ya,” begitu kira-kira ucapan Ramli, seperti disampaikan Dek Nong kepada saya. Mendengar perkataan itu, Dek Nong menangis. Itu dia sampaikan kepada saya saat menjadi kuasa insidentilnya untuk beracara di Pengadilan Mahkamah Syar’iyah Kota Lhokseumawe, medio September-November 2016.
Begitupun, lagi-lagi saya tak bisa mengali lebih dalam berbagai persoalan yang ada. Sebab, kondisi psikologis Dek Nong saat itu memang benar-benar tidak stabil. Bayangkan, untuk bisa mewakilinya di pengadilan, saya membutuhkan surat kuasa khusus dari Dek Nong. Namun, kuasa itu pun tak mudah saya dapatkan bahkan nyaris gagal. Ketika itu, Dek Nong kurang yakin dan tak percaya jika Ramli sudah mengajukan gugatan cerai terhadap dirinya. “Siapa bilang abang (Ramli) mau menceraikan saya,” katanya, saat kondisi tidak stabil.
Saat dia sedikit sadar, saya ajukan surat kuasa khusus tadi kepadanya. Namun enggan dia tanda tangani. Namun, entah apa pula sebabnya, surat itu akhirnya dia tanda tangani juga. Tetapi, tak mampu menyakinkan majelis hakim, karena tidak ditanda tangani di depan panitera. Akibatnya, hari pertama saya menghadap majelis hakim sebagai kuasa insidentil menjadi gagal, karena majelis menolaknya.
Tak patah arang, akhirnya atas saran majelis hakim, saya memohon agar panitera bersama-sama mendatangi Dek Nong dan melihat kondisi dia yang sebenarnya. Hasilnya, hampir saja panitera balik kanan setelah melihat sikap Dek Nong yang nyaris tak mau membubuhkan tanda tangan pada surat kuasa untuk saya. Begitupun, Allah SWT ternyata tidak tidur. Walau berat, di depan Panitera Kepala Mahkamah Syariyah Kota Lhokseumawe, hati Dek Nong akhirnya terbuka dan bersedia membubuhkan tanda tangannya di atas materai Rp 6.000. “Alhamdulillah,” ucap saya, sambil bersyukur. Bagaimana kisah selanjutnya? (baca; Tabloid MODUS ACEH edisi 05, mulai Senin (15/4/2017).
Entah untuk menghibur atau itulah perjalanan ibadah terakhir Ramli alias Pak Sekwan bersama istri Dek Nong. Selanjutnya, semua urusan berakhir di Pengadilan Mahkamah Syar’iah Kota Lhokseumawe. Ramli mengajukan permohonan gugat cerai terhadap Dek Nong, enam bulan setelah umrah atau 2 September 2016.
Syahdan, keduanya pergi ibadah umrah sekira bulan Februari 2016. Menurut pengakuan Dek Nong kepada saya, sebelum kedua berangkat, Pak Sekwan yang tajir ini sempat mengeluar kata-kata bahwa dia ingin menceraikan Dek Nong. “Nanti, setelah umrah kita bercerai ya,” begitu kira-kira ucapan Ramli, seperti disampaikan Dek Nong kepada saya. Mendengar perkataan itu, Dek Nong menangis. Itu dia sampaikan kepada saya saat menjadi kuasa insidentilnya untuk beracara di Pengadilan Mahkamah Syar’iyah Kota Lhokseumawe, medio September-November 2016.
Begitupun, lagi-lagi saya tak bisa mengali lebih dalam berbagai persoalan yang ada. Sebab, kondisi psikologis Dek Nong saat itu memang benar-benar tidak stabil. Bayangkan, untuk bisa mewakilinya di pengadilan, saya membutuhkan surat kuasa khusus dari Dek Nong. Namun, kuasa itu pun tak mudah saya dapatkan bahkan nyaris gagal. Ketika itu, Dek Nong kurang yakin dan tak percaya jika Ramli sudah mengajukan gugatan cerai terhadap dirinya. “Siapa bilang abang (Ramli) mau menceraikan saya,” katanya, saat kondisi tidak stabil.
Saat dia sedikit sadar, saya ajukan surat kuasa khusus tadi kepadanya. Namun enggan dia tanda tangani. Namun, entah apa pula sebabnya, surat itu akhirnya dia tanda tangani juga. Tetapi, tak mampu menyakinkan majelis hakim, karena tidak ditanda tangani di depan panitera. Akibatnya, hari pertama saya menghadap majelis hakim sebagai kuasa insidentil menjadi gagal, karena majelis menolaknya.
Tak patah arang, akhirnya atas saran majelis hakim, saya memohon agar panitera bersama-sama mendatangi Dek Nong dan melihat kondisi dia yang sebenarnya. Hasilnya, hampir saja panitera balik kanan setelah melihat sikap Dek Nong yang nyaris tak mau membubuhkan tanda tangan pada surat kuasa untuk saya. Begitupun, Allah SWT ternyata tidak tidur. Walau berat, di depan Panitera Kepala Mahkamah Syariyah Kota Lhokseumawe, hati Dek Nong akhirnya terbuka dan bersedia membubuhkan tanda tangannya di atas materai Rp 6.000. “Alhamdulillah,” ucap saya, sambil bersyukur. Bagaimana kisah selanjutnya? (baca; Tabloid MODUS ACEH edisi 05, mulai Senin (15/4/2017).
Modusaceh.co
loading...
Post a Comment