Halloween Costume ideas 2015
loading...

Pocut Meurah Intan, Sejarah Terkubur Oleh Derap Waktu

AMP - Tidak pernah ada cerita tentang Pocut Meurah Intan, bagaimana kelanjutannya. Nama itu seolah-olah terkubur oleh derap waktu. 
Dia dibuang ke Jawa - itu saja yang séring didengar orang. Dalam hikayat-hikayat perang di Aceh tidak pernah tertulis di mana singa betina dari Biheue itu mengakhiri hidupnya. Juga dalam Hikayat Prang Gompeuni tulisan Dokarim tak menyebutkan epilog Pocut Meurah Intan. Baca: Pocut Meurah Intan, Srikandi Tanah Rencong Yang Terbaring Di Tegalsari
Dalam buku Aceh yang ditulis oleh wartawan Belanda Zentgraaff hanya ditulis sedikit tentang perlawanan heroik di Kampung Biheue serta kunjungan Veltman dan Scheuer. Selebihnya tidak ada penjelasan bagaimana nasib srikandi tanah rencong itu. 
Sepotong sejarah tentang perlawanan srikandi Aceh telah hilang, entah ke mana. Padahal, semangatnya yang membaja, keberaniannya yang luar biasa, merupakan suri teladan bagi generasi berikutnya buat membangun negeri tumpah darah ini. Benarkah Pocut Meurah Intan menguap tanpa jejak dan tidak bisa ditapaki langkah-langkah akhirnya ? Dalam keremangan seperti itulah muncul seberkas cahaya penerang dari Blora yang mengabarkan bahwa sebuah makam wanita Aceh ditemukan di sana, persisnya di desa Tegalsari. 
Di sebuah pekuburan umum, sebuah nisan berhurup Arab menyebutkan bahwa yang terbaring di tanah Blora adalah Mbah Cut, dari Aceh, meninggal tanggal 20 September 1937. Setelah diselidiki ternyata benar, itulah pusara Pocut Meurah Intan. Bahkan, tidak hanya dia seorang yang berbaring di bumi Blora. Panglima perangnya yang gagah berani, Pang Mahmud, juga terbujur tidak jauh dari makam Mbah Cut. Juga ditemukan makam Tuanku Nurdin, salah seorang putra Pocut Meurah Intan. Ternyata tempat pembuangan Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud adalah di Blora. 
Sedang, Tuanku Muhammad, anak Meurah Intan yang lain, dibuang oleh Belanda ke Manado. Di Tegalsari hanya ditemukan peristirahatan tiga pahlawan Aceh, sedang makam Tuanku Budiman belum diketahui di mana gerangan ? Tuanku Nurdin dalam pembuangan sempat menyunting gadis Rembang. Nurdin meninggal di Rembang bulan Mei 1959 dan dikuburkan di sana. Belakangan makamnya dipindahkan ke Tegalsari. Sayang, perkawinan itu tidak menghasilkan keturunan, namun, ia banyak mengambil anak angkat.Sedangkan, Pang Mahmud yang juga menikah dengan wanita Jawa Tengah menurunkan sembilan orang anak, yang seorang meninggal. Keluarga (keturunan) Pang Mahmud itu sampai sekarang masih hidup dan tinggal di Blora. Mereka itu antara lain Idris, Turmizi, Yusuf dan Sitti Khadijah.

ZIARAH KE BLORA. 
Berita ditemukannya makam Pocut Meurah Intan menggelitik masyarakat Aceh dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh untuk napak tilas. Pada tanggal 18 April 1985 masyarakat Aceh dari Jakarta, Semarang dan Yogya berziarah ke makam Tegalsari. Prakarsa itu diambil oleh Persatuan Ex Tentara Pelajar Resimen II Aceh, Divisi Sumatra yang diketuai oleh H. Amran Zamzami S.E. 
Sebelum ziarah dilakukan panitia menghadap Mensos Ny. Nani Sudarsono. Beliau mengatakan bahwa nama Pocut Meurah Intan memang pernah didengarnya. Sebagai pahlawan wanita berhak mendapat pengakuan sebagai pahlawan nasional jika masyarakat mengusulkan dan pemerintah daerah setempat berkenan memperjuangkannya. 
Dalam kesempatan tatap muka tanggal 3 April 1985, didampingi Ketua Badan Pembina Pahlawan Pusat, Bapak Fachrurrozi, Menteri mengatakan bahwa kita perlu melestarikan nilainilai kepahlawanan yang diwariskan kepada generasi muda. Yang masih hidup berkewajiban menghargai nilai-nilai kepahlawanan itu, tidak hanya dimiliki oleh para perintis kemerdekaan, tatapi juga generasi muda. Oleh karena itu pahlawan bukanlah hanya monopoli pendahulu kita, tetapi bukan berarti kita mengingkari jasa-jasa para pendahulu. Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Meurah Intan, kemudian Kartini, yang masing-masing membawa misi sesuai dengan tuntunan zamannya. 
Tanpa mengetahui nilai-nilai kepahlawanan dahulu, kita tidak mungkin menjadi bangsa yang besar. Generasi muda harus menghayati dan mengamalkan perjuangan para pahlawan bangsa untuk membangun masa depan. 
Demikian Nyonya Nani Sudarsono, yang pernah mendapat julukan Putro Meuraksa dari masyarakat Aceh dalam salah satu kunjungannya ke daerah itu. Prof. H.A. Hasjmy, Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh mengatakan bahwa bawa para pahlawan Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan harus mampu memberi inspirasi pada generasi sekarang dalam membangun bangsa ini. Dikatakan bahwa sejak dahulu. 
Aceh memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan, salah satu penyebabnya karena geografisnya yang merupakan pintu gerbang dalam lalu lintas internasional. Itu sebabnya sejak abad 15 Aceh telah mempunyai jalinan hubungan dengan pihak luar negeri. 
Menyitir salah satu pendapat Prof. Hasjmy, mengatakan bahwa Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya, hal itu merupakan kebanggaan tersendiri. Kepala Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta yang ikut dalam rombongan menyatakan bahwa upaya ziarah ini merupakan promosi daerah Aceh yang harus didukung. Sedang Drs. Sukarjan yang bertindak mewakili Gubernur Jawa Tengah, dalam sambutannya di Gedung Wanita Semarang, 18 April yang lalu, mengatakan bahwa kunjungan itu mengingatkan kembali jasa-jasa pahlawan bangsa. Usaha ini memerlukan keberanian dan dedikasi yang benar. Bupati Blora, H. Sumarno S.H., sebagai tuan rumah menyatakan bahwa dengan diketemukan makam pahlawan wanita Aceh di Blora berarti terjadi poros Aceh - Blora yang diwakili oleh Pocut Meurah Intan dan RA Kartini, para pendekar wanita yang berjuang menurut pola zamannya. 
Kesemua itu memperkaya khazanah perjuangan kita dan menambah panjang untaian pahlawan. "Meskipun Pocut Meurah Intan hanya disemayamkan di pemakaman rakyat di tengah sawah dengan ditandai batu nisan yang sederhana, tetapi percayalah, kami tetap mendudukannya sebagai salah satu srikandi bumi pertiwi. Sebab, bukan wujud nisan yang menandai bobot perjuangan seseorang pahlawan, namun kualitasnya terletak kepada pengabdiannya yang tulus tanpa pamrih pada nusa dan bangsa ini. Percayalah kami akan memperlakukannya seperti baggaimana layaknya bangsa yang berbudaya memperlakukan pahlawannya," ucap Bupati Blora di Pendopo kabupaten diiringi gending Jawa Tengah. Nyonya Sumarno dan Nyonya Surachman (istri Ketua DPRD Blora) sama sependapat, dengan diketemukan makam pahlawan ini mempererat persatuan dan kesatuan kita sebagai suatu bangsa.

Di samping itu dengan hal ini mereka mengharap mudah-mudahan mampu mengilhami para wanita untuk berbakti lebih banyak lagi pada nusa, bangsa dan negara, mengingat bahwa daerah Blora ternyata ditaburi oleh para pahlawan wanita. "Wanita-wanita Blora harus mampu mengambil hikmah dan suri teladan dari kenyataan ini," tambah Nyonya Sumarno, istri bupati Blora. Awan pun mengapung di atas pusara Tegalsari, menawarkan suasana sakral dan kebesaran jiwa pahlawan. Tubuh mereka terkubur di sini, tetapi semangat para pahlawan itu hidup abadi dalam sanubari putra-putri Pertiwi, menjadi inspirasi untuk membangun masa depan. Selamat jalan pahlawan. Selamat jalan Pocut Meurah Intan Baca Selanjutnya
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget