AMP - Tidak pernah ada cerita tentang Pocut Meurah Intan, bagaimana kelanjutannya. Nama itu seolah-olah terkubur oleh derap waktu.
Dia dibuang ke Jawa - itu
saja yang séring didengar orang. Dalam hikayat-hikayat perang di Aceh
tidak pernah tertulis di mana singa betina dari Biheue itu mengakhiri
hidupnya. Juga dalam Hikayat Prang Gompeuni tulisan Dokarim tak
menyebutkan epilog Pocut Meurah Intan. Baca: Pocut Meurah Intan, Srikandi Tanah Rencong Yang Terbaring Di Tegalsari
Dalam buku Aceh yang
ditulis oleh wartawan Belanda Zentgraaff hanya ditulis sedikit tentang
perlawanan heroik di Kampung Biheue serta kunjungan Veltman dan Scheuer.
Selebihnya tidak ada penjelasan bagaimana nasib srikandi tanah rencong
itu.
Sepotong sejarah tentang
perlawanan srikandi Aceh telah hilang, entah ke mana. Padahal,
semangatnya yang membaja, keberaniannya yang luar biasa, merupakan suri
teladan bagi generasi berikutnya buat membangun negeri tumpah darah ini.
Benarkah Pocut Meurah Intan menguap tanpa jejak dan tidak bisa ditapaki
langkah-langkah akhirnya ? Dalam keremangan seperti itulah muncul
seberkas cahaya penerang dari Blora yang mengabarkan bahwa sebuah makam
wanita Aceh ditemukan di sana, persisnya di desa Tegalsari.
Di sebuah pekuburan umum,
sebuah nisan berhurup Arab menyebutkan bahwa yang terbaring di tanah
Blora adalah Mbah Cut, dari Aceh, meninggal tanggal 20 September 1937.
Setelah diselidiki ternyata benar, itulah pusara Pocut Meurah Intan.
Bahkan, tidak hanya dia seorang yang berbaring di bumi Blora. Panglima
perangnya yang gagah berani, Pang Mahmud, juga terbujur tidak jauh dari
makam Mbah Cut. Juga ditemukan makam Tuanku Nurdin, salah seorang putra
Pocut Meurah Intan. Ternyata tempat pembuangan Pocut Meurah Intan,
Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud adalah di Blora.
Sedang, Tuanku Muhammad,
anak Meurah Intan yang lain, dibuang oleh Belanda ke Manado. Di
Tegalsari hanya ditemukan peristirahatan tiga pahlawan Aceh, sedang
makam Tuanku Budiman belum diketahui di mana gerangan ? Tuanku Nurdin
dalam pembuangan sempat menyunting gadis Rembang. Nurdin meninggal di
Rembang bulan Mei 1959 dan dikuburkan di sana. Belakangan makamnya
dipindahkan ke Tegalsari. Sayang, perkawinan itu tidak menghasilkan
keturunan, namun, ia banyak mengambil anak angkat.Sedangkan, Pang Mahmud
yang juga menikah dengan wanita Jawa Tengah menurunkan sembilan orang
anak, yang seorang meninggal. Keluarga (keturunan) Pang Mahmud itu
sampai sekarang masih hidup dan tinggal di Blora. Mereka itu antara lain
Idris, Turmizi, Yusuf dan Sitti Khadijah.
ZIARAH KE BLORA.
ZIARAH KE BLORA.
Berita ditemukannya makam
Pocut Meurah Intan menggelitik masyarakat Aceh dan Pemerintah Daerah
Istimewa Aceh untuk napak tilas. Pada tanggal 18 April 1985 masyarakat
Aceh dari Jakarta, Semarang dan Yogya berziarah ke makam Tegalsari.
Prakarsa itu diambil oleh Persatuan Ex Tentara Pelajar Resimen II Aceh,
Divisi Sumatra yang diketuai oleh H. Amran Zamzami S.E.
Sebelum ziarah dilakukan
panitia menghadap Mensos Ny. Nani Sudarsono. Beliau mengatakan bahwa
nama Pocut Meurah Intan memang pernah didengarnya. Sebagai pahlawan
wanita berhak mendapat pengakuan sebagai pahlawan nasional jika
masyarakat mengusulkan dan pemerintah daerah setempat berkenan
memperjuangkannya.
Dalam kesempatan tatap
muka tanggal 3 April 1985, didampingi Ketua Badan Pembina Pahlawan
Pusat, Bapak Fachrurrozi, Menteri mengatakan bahwa kita perlu
melestarikan nilainilai kepahlawanan yang diwariskan kepada generasi
muda. Yang masih hidup berkewajiban menghargai nilai-nilai kepahlawanan
itu, tidak hanya dimiliki oleh para perintis kemerdekaan, tatapi juga
generasi muda. Oleh karena itu pahlawan bukanlah hanya monopoli
pendahulu kita, tetapi bukan berarti kita mengingkari jasa-jasa para
pendahulu. Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Meurah Intan, kemudian
Kartini, yang masing-masing membawa misi sesuai dengan tuntunan
zamannya.
Tanpa mengetahui
nilai-nilai kepahlawanan dahulu, kita tidak mungkin menjadi bangsa yang
besar. Generasi muda harus menghayati dan mengamalkan perjuangan para
pahlawan bangsa untuk membangun masa depan.
Demikian Nyonya Nani
Sudarsono, yang pernah mendapat julukan Putro Meuraksa dari masyarakat
Aceh dalam salah satu kunjungannya ke daerah itu. Prof. H.A. Hasjmy,
Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh mengatakan bahwa bawa para
pahlawan Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan harus mampu memberi
inspirasi pada generasi sekarang dalam membangun bangsa ini. Dikatakan
bahwa sejak dahulu.
Aceh memiliki daya
adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan, salah satu penyebabnya
karena geografisnya yang merupakan pintu gerbang dalam lalu lintas
internasional. Itu sebabnya sejak abad 15 Aceh telah mempunyai jalinan
hubungan dengan pihak luar negeri.
Menyitir salah satu
pendapat Prof. Hasjmy, mengatakan bahwa Aceh tidak pernah menyerahkan
kedaulatannya, hal itu merupakan kebanggaan tersendiri. Kepala
Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta yang ikut dalam rombongan menyatakan
bahwa upaya ziarah ini merupakan promosi daerah Aceh yang harus
didukung. Sedang Drs. Sukarjan yang bertindak mewakili Gubernur Jawa
Tengah, dalam sambutannya di Gedung Wanita Semarang, 18 April yang lalu,
mengatakan bahwa kunjungan itu mengingatkan kembali jasa-jasa pahlawan
bangsa. Usaha ini memerlukan keberanian dan dedikasi yang benar. Bupati
Blora, H. Sumarno S.H., sebagai tuan rumah menyatakan bahwa dengan
diketemukan makam pahlawan wanita Aceh di Blora berarti terjadi poros
Aceh - Blora yang diwakili oleh Pocut Meurah Intan dan RA Kartini, para
pendekar wanita yang berjuang menurut pola zamannya.
Kesemua itu memperkaya
khazanah perjuangan kita dan menambah panjang untaian pahlawan.
"Meskipun Pocut Meurah Intan hanya disemayamkan di pemakaman rakyat di
tengah sawah dengan ditandai batu nisan yang sederhana, tetapi
percayalah, kami tetap mendudukannya sebagai salah satu srikandi bumi
pertiwi. Sebab, bukan wujud nisan yang menandai bobot perjuangan
seseorang pahlawan, namun kualitasnya terletak kepada pengabdiannya yang
tulus tanpa pamrih pada nusa dan bangsa ini. Percayalah kami akan
memperlakukannya seperti baggaimana layaknya bangsa yang berbudaya
memperlakukan pahlawannya," ucap Bupati Blora di Pendopo kabupaten
diiringi gending Jawa Tengah. Nyonya Sumarno dan Nyonya Surachman (istri
Ketua DPRD Blora) sama sependapat, dengan diketemukan makam pahlawan
ini mempererat persatuan dan kesatuan kita sebagai suatu bangsa.
Di samping itu dengan hal ini mereka mengharap mudah-mudahan mampu mengilhami para wanita untuk berbakti lebih banyak lagi pada nusa, bangsa dan negara, mengingat bahwa daerah Blora ternyata ditaburi oleh para pahlawan wanita. "Wanita-wanita Blora harus mampu mengambil hikmah dan suri teladan dari kenyataan ini," tambah Nyonya Sumarno, istri bupati Blora. Awan pun mengapung di atas pusara Tegalsari, menawarkan suasana sakral dan kebesaran jiwa pahlawan. Tubuh mereka terkubur di sini, tetapi semangat para pahlawan itu hidup abadi dalam sanubari putra-putri Pertiwi, menjadi inspirasi untuk membangun masa depan. Selamat jalan pahlawan. Selamat jalan Pocut Meurah Intan Baca Selanjutnya
Di samping itu dengan hal ini mereka mengharap mudah-mudahan mampu mengilhami para wanita untuk berbakti lebih banyak lagi pada nusa, bangsa dan negara, mengingat bahwa daerah Blora ternyata ditaburi oleh para pahlawan wanita. "Wanita-wanita Blora harus mampu mengambil hikmah dan suri teladan dari kenyataan ini," tambah Nyonya Sumarno, istri bupati Blora. Awan pun mengapung di atas pusara Tegalsari, menawarkan suasana sakral dan kebesaran jiwa pahlawan. Tubuh mereka terkubur di sini, tetapi semangat para pahlawan itu hidup abadi dalam sanubari putra-putri Pertiwi, menjadi inspirasi untuk membangun masa depan. Selamat jalan pahlawan. Selamat jalan Pocut Meurah Intan Baca Selanjutnya
loading...
Post a Comment