Halloween Costume ideas 2015
loading...

Pocut Meurah Intan, Pahlawan Aceh Yang Terbuang.

AMP - Setelah suaminya Tuanku Abdul Majid, menyerah kepada Belanda, Pocut Meurah Intan bersama tiga oang puteranya dan Panglimanya yang setia, Pang/Waki Mut (Panglima Mahmud) melanjutkan Perang Gerilya Raksasa di daerah Laweueng, Batee dan sekitarnya. 

Betapa hebat marah dan benei Pahlawan Pocut Meurah Intan kepada suaminya yang telah menyerah, tidak sanggup pena siapapun melukiskannya. Marah dan benei betul Ayahnya Hulubalang Negeri Biheu yang lebih dahulu meninggal dunia, mengamanatkan kepada puterinya, Pocut Meurah Intan (yang juga dikenal dengan sebutan Pocut Biheu), agar dalam keadaan bagaimanapun jangan sekali-kali tunduk kepada "Kompeuni Belanda". 

Amanah ayahnya inilah yang dipegang teguh Pocut Meurah Intan, sehingga sekahpun tubuhnya telah lumat diterkam peluru musuh, namun beliau tetap melanjutkan perlawanan terhadap "Kompeuni Belanda" juga setelah suaminya, Tuanku Abdul Majid menyerah. Semangat perlawanan tidak pernah padam, juga setelah beliau diobati dan kemudian ditawan oleh Perwira Belanda Veltman, seperti yang diceritakan seorang orang tua, namanya Teungku Muhammad Amin Meunasah Selatan (Laweung), yang dalam tahun 1985 beliau telah berusia lebih 100 tahun. 

Setelah Pocut Meurah Intan sembuh dari luka-lukanya yang parah, pada waktu mana beliau telah menjadi "orang tawanan", maka sebagai orang tawanan beliau bermukim di Banda Aceh (waktu itu Kutaraja) dan ditempatkan dalam sebuah rumah di Kampung Keudah. Tidak berapa lama kemudian, para puteranya (Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin) yang sedang melanjutkan perang gerilya ditawan pula dan dibawa ke Banda Aceh sebagai orang tawanan. Demikian pula seorang Panglima yang amat setia kepadanya, namanya Pang Mahmud (panggilan hari-hari Waki Mut) juga ikut tertawan. 

Pocut Meurah Intan bersama para puteranya dan Pang Mahmud, dalam ruhasia merencanakan akan melakukan perlawanan kembali, yaitu beliau akan kembali ke medan perang untuk memimpin lagi Perang Gerilya. Sejumlah utusan dikirim ke daerah Laweung/Bhieu untuk menemui rakyat di sana dalam mempersiapkan gerakan perlawanan kembali, dan pada saatnya yang tepat beliau bersama para puteranya dan Pang Mahmud akan kembali memimpin perjuangan. 

Beberapa perahu telah dipersiapkan di Kuala Gigieng dan Krung Raya, dengan perahuperahu mana pada "malam D" yang telah direncanakan Pocut Meurah Intan dan para panglimanya akan meninggalkan tempat tawanan menuju ke Medan Gerilya di sekitar Laweung/Bhiheu. Sebelum "Malam D" datang spion Belanda telah mencium rencana rahasia Pocut Meurah Intan, dan akibatmya ditangkaplah Pocut Meurah Intan, demikian pula ketiga puteranya dan Pang Mahmud (Waki Mut) serta sejumlah para pengikutnya yang lain. 

Sekalipun Pocut Meurah Intan telah ditangkap sebelum sempat melaksanakan rencananya, namun rakyat di daerah Laweung/Biheu melaksanakan terus rencana dari Pahlawan Wanita yang laksana singa. Untuk menghindari/mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan Belanda, maka akhirnya Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad, Pang Mahmud/Waki Mut diinternir ke luar Aceh. 

Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud dibuang ke Jawa, tepatnya ke Blora di Jawa Tengah, sementara Tuanku Muhammad dibuang ke Manado (Sulawesi Utara). Yang terdapat dalam Makam Tegal Sari dan Makam Butoh di Blora, hanya Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Waki Mut (Pang Mahmud), sedangkan makam Tuanku Budiman tidak terdapat di sana, dan tidak diketahui di mana "Pahlawan Terbuang" itu terkubur. 

Dikutip Dari Buku karya: H. AMRAN ZAMZANY S.E.(PERSATUAN EX TP RESIMEN II ACEH DIVISI SUMATERA. Ketua Umum)  
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget