Seorang aktivis dari Aliansi Mahasiswa Papua melakukan protes dengan mengarak replika bendera Bintang Kejora di Yogyakarta, beberapa waktu lalu. (Getty Images) |
AMP - Sejumlah menteri yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, Menteri Bidang Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Ristek dan Teknologi (Menristek) Muhammad Nasir mengadakan pertemuan di Gedung Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kempolhukam) di Jakarta, Jumat (15/7).
Pertemuan yang juga dihadiri oleh Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil itu digelar khusus membahas masalah buruknya kualitas pendidikan di Papua.
Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, persoalan pendidikan dan kesejahteraan merupakan faktor pemicu munculnya gerakan separatis di provinsi itu. "Semua indikator, termasuk kesejahteraan bisa berpengaruh. Karena ketika Anda sejahtera dan bahagia Anda tidak akan menuntut apa apa. Sebaliknya, bisa jadi alasan jika hal tersebut tidak terpenuhi," ujar Anies di Gedung Kempolhukam Jakarta, Jumat (15/7).
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah mengidentifikasi tiga masalah utama pendidikan di Papua, yakni masalah akses, mutu, dan tata kelola. Anies mengungkapkan pertemuan tiga menteri itu bertujuan mengatasi persoalan tersebut.
Terkait akses, masalah yang dihadapi adalah seputar persebaran penduduk di daerah terisolir beserta tantangan geografisnya.
Mengenai mutu pendidikan, pertemuan tersebut menyoroti persoalan penyebaran dan kualitas guru serta sarana dan prasarana. Sementara masalah tata kelola berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang belum efektif.
Dari pemetaan masalah itu, ketiga menteri dan pihak Bappenas sepakat membuat beberapa program dan kebijakan, di antaranya meneruskan program sekolah berasrama, menyiapkan serta memperbaiki ruang kelas baru, dan memperbaharui Neraca Pendidikan Daerah (NPD).
NPD adalah salah satu acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan dan meningkatkan kinerjanya di bidang pendidikan.
NPD antara lain berisi mengenai pemaparan anggaran pendidikan, kondisi sarana dan prasarana pendidikan, presentase penduduk tuna aksara, jumlah guru bersertifikasi, dan akreditasi sekolah.
"Kita ada NPD, dari situ bisa dilihat apa saja yang harus dibereskan. (Kami) minta setiap kabupaten melihat neraca tersebut," ujar Anies.
Anies mengungkapkan, dalam NPD daerah Papua, hanya Rp100 miliar dari total dana APBD sebesar Rp11,94 triliun yang dialokasikan untuk pendidikan.
Dengan jumlah itu, artinya setiap siswa di Papua hanya menerima dana pendidikan sebesar Rp165 ribu per tahun. Jumlah itu sangat timpang jika dibandingkan dengan siswa di DKI Jakarta yang menerima dana pendidikan sebesar Rp6,4 juta per siswa per tahun.
Persoalan serius lainnya adalah mengenai sarana prasarana pendidikan. Di Papua, sebanyak 2.388 ruang kelas Sekolah Dasar, 383 ruang kelas Sekolah Menengah Pertama dan 101 ruang kelas Sekolah Menengah Atas, mengalami kerusakan berat.
Papua juga menjadi provinsi yang paling banyak memiliki penduduk tuna aksara (belum bisa baca tulis), yakni 28,61 persen dari total populasi.
Terkait persoalan kesejahteraan, Anies menjelaskan, esok dirinya akan mengundang 52 perusahaan pemilik program CSR (Coorporate Social Responsibility) yang sering membantu Papua di bidang pendidikan maupun sarana dan prasarana. pertemuan itu bertujuan untuk menyinergikan kegiatan CSR perusahaan-perusahaan yang sebelumnya, menurut Anies, berjalan sendiri-sendiri.
"Selama ini berjalan sendiri. Kami (Kemdikbud) akan beri komando dan arahan," ujar Anies. (CNN)
Pertemuan yang juga dihadiri oleh Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil itu digelar khusus membahas masalah buruknya kualitas pendidikan di Papua.
Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, persoalan pendidikan dan kesejahteraan merupakan faktor pemicu munculnya gerakan separatis di provinsi itu. "Semua indikator, termasuk kesejahteraan bisa berpengaruh. Karena ketika Anda sejahtera dan bahagia Anda tidak akan menuntut apa apa. Sebaliknya, bisa jadi alasan jika hal tersebut tidak terpenuhi," ujar Anies di Gedung Kempolhukam Jakarta, Jumat (15/7).
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah mengidentifikasi tiga masalah utama pendidikan di Papua, yakni masalah akses, mutu, dan tata kelola. Anies mengungkapkan pertemuan tiga menteri itu bertujuan mengatasi persoalan tersebut.
Terkait akses, masalah yang dihadapi adalah seputar persebaran penduduk di daerah terisolir beserta tantangan geografisnya.
Mengenai mutu pendidikan, pertemuan tersebut menyoroti persoalan penyebaran dan kualitas guru serta sarana dan prasarana. Sementara masalah tata kelola berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang belum efektif.
Dari pemetaan masalah itu, ketiga menteri dan pihak Bappenas sepakat membuat beberapa program dan kebijakan, di antaranya meneruskan program sekolah berasrama, menyiapkan serta memperbaiki ruang kelas baru, dan memperbaharui Neraca Pendidikan Daerah (NPD).
NPD adalah salah satu acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan dan meningkatkan kinerjanya di bidang pendidikan.
NPD antara lain berisi mengenai pemaparan anggaran pendidikan, kondisi sarana dan prasarana pendidikan, presentase penduduk tuna aksara, jumlah guru bersertifikasi, dan akreditasi sekolah.
"Kita ada NPD, dari situ bisa dilihat apa saja yang harus dibereskan. (Kami) minta setiap kabupaten melihat neraca tersebut," ujar Anies.
Anies mengungkapkan, dalam NPD daerah Papua, hanya Rp100 miliar dari total dana APBD sebesar Rp11,94 triliun yang dialokasikan untuk pendidikan.
Dengan jumlah itu, artinya setiap siswa di Papua hanya menerima dana pendidikan sebesar Rp165 ribu per tahun. Jumlah itu sangat timpang jika dibandingkan dengan siswa di DKI Jakarta yang menerima dana pendidikan sebesar Rp6,4 juta per siswa per tahun.
Persoalan serius lainnya adalah mengenai sarana prasarana pendidikan. Di Papua, sebanyak 2.388 ruang kelas Sekolah Dasar, 383 ruang kelas Sekolah Menengah Pertama dan 101 ruang kelas Sekolah Menengah Atas, mengalami kerusakan berat.
Papua juga menjadi provinsi yang paling banyak memiliki penduduk tuna aksara (belum bisa baca tulis), yakni 28,61 persen dari total populasi.
Terkait persoalan kesejahteraan, Anies menjelaskan, esok dirinya akan mengundang 52 perusahaan pemilik program CSR (Coorporate Social Responsibility) yang sering membantu Papua di bidang pendidikan maupun sarana dan prasarana. pertemuan itu bertujuan untuk menyinergikan kegiatan CSR perusahaan-perusahaan yang sebelumnya, menurut Anies, berjalan sendiri-sendiri.
"Selama ini berjalan sendiri. Kami (Kemdikbud) akan beri komando dan arahan," ujar Anies. (CNN)
loading...
Post a Comment