PEMILIHAN Kepala Daerah 2017 adalah ajang seleksi. Bagi masyarakat Aceh, salah satu kriteria yang harus dipilih adalah kandidat yang mampu menjamin keberlangsungan “paru-paru” dunia; Hutan Leuser.
Mengapa Leuser? Hutan ini menyimpang kekayaan alam. Di permukaan, terdapat kayu-kayu berkualitas yang membuat liur para pengusaha kayu menetes. Sebagai gantinya, pohon-pohon itu akan berganti dengan tanaman sawit. Berbagai cara dilakukan. Salah satunya adalah dengan menawarkan kepada penguasa sejumlah uang untuk mendapatkan hak pengelolaan di kawasan ekosistem Leuser.
Bagi para pengusaha dan penguasa korup--beserta kroni-kroninya--hutan hanyalah hitungan angka-angka yang akan memperberat pundi-pundi kekayaan mereka. Jangan minta mereka untuk menjaga. Itu sama saja dengan meminta serigala menjaga domba-domba.
Urusan bencana dan kehilangan keanekaragaman hayati bukan masalah melainkan "berkah" bagi mereka. Leuser hanyalah modal untuk mendapatkan keuntungan dengan cara instan, bukan sebagai penopang kehidupan dan mendorong kesejahteraan bagi masyarakat.
Di Aceh Tamiang, misalnya. Pada 2012, sebuah surat izin untuk melakukan pembersihan lahan dikeluarkan oleh seorang pejabat. Tidak tanggung-tanggung, jumlah kawasan Leuser yang diizinkan untuk dirambah mencapai 1.470 hektare. Meski sangat jelas dalam aturan bahwa kawasan ini merupakan lahan steril yang tidak boleh dialihfungsikan, ini tak mengurangi keinginan pejabat tersebut untuk memberikan konsesi lahan kepada cukong perkebunan.
Dan kini, muncul pula penolakan terhadap Leuser di Aceh Selatan. Seorang politikus dari partai lokal meminta Aceh Selatan dihilangkan dari peta Kawasan Ekosistem Leuser. Alasannya: permintaan masyarakat. Namun tidak jelas masyarakat mana yang merasa perlu menghilangkan Leuser dari peta daerah mereka.
Melihat potensi bencana banjir dan longsor di Aceh dalam kurun waktu lima tahun terakhir, permintaan itu seperti lelucon. Karena sejak lama masyarakat di Aceh Selatan hidup bersanding dengan Leuser. Dan mereka baik-baik saja. Masyarakat bahkan mendapatkan keuntungan langsung dari keberadaan Leuser.
Pemerintah Aceh sendiri telah berupaya untuk mempertahankan luas tutupan hutan yang terus digerus, baik secara langsung oleh korporat atau para cukong. Salah satunya dengan menghentikan pemberian izin kepada perusahaan pertambangan untuk beroperasi di Aceh.
Masyarakat juga tak boleh memaksakan kehendak dan menukar kekayaan dan keuntungan yang disediakan Leuser kepada mereka, gratis. Memberikan izin untuk pembukaan lahan di kawasan itu sama dengan mempersulit hidup, karena dampak pembukaan lahan akan menimbulkan kerugian besar akibat bencana alat dan konflik antara manusia dan satwa.
Ada banyak waktu yang dapat digunakan untuk kembali memeriksa latar belakangan kandidat sebelum menentukan dukungan dan pilihan. Masyarakat harus melihat rekam jejak kebijakan yang diusung para kandidat saat diberikan mandat untuk mengelola Leuser.
Karena itu, memilih kandidat yang bersih dari kejahatan lingkungan ini, baik legal maupun ilegal, adalah sebuah keharusan. Pilkada adalah cara untuk menyeleksi pemimpin yang tepat di seluruh tingkatan, di kabupaten/kota atau provinsi. Dan pastikan kandidat itu bukan penjahat lingkungan.(AJNN)
Mengapa Leuser? Hutan ini menyimpang kekayaan alam. Di permukaan, terdapat kayu-kayu berkualitas yang membuat liur para pengusaha kayu menetes. Sebagai gantinya, pohon-pohon itu akan berganti dengan tanaman sawit. Berbagai cara dilakukan. Salah satunya adalah dengan menawarkan kepada penguasa sejumlah uang untuk mendapatkan hak pengelolaan di kawasan ekosistem Leuser.
Bagi para pengusaha dan penguasa korup--beserta kroni-kroninya--hutan hanyalah hitungan angka-angka yang akan memperberat pundi-pundi kekayaan mereka. Jangan minta mereka untuk menjaga. Itu sama saja dengan meminta serigala menjaga domba-domba.
Urusan bencana dan kehilangan keanekaragaman hayati bukan masalah melainkan "berkah" bagi mereka. Leuser hanyalah modal untuk mendapatkan keuntungan dengan cara instan, bukan sebagai penopang kehidupan dan mendorong kesejahteraan bagi masyarakat.
Di Aceh Tamiang, misalnya. Pada 2012, sebuah surat izin untuk melakukan pembersihan lahan dikeluarkan oleh seorang pejabat. Tidak tanggung-tanggung, jumlah kawasan Leuser yang diizinkan untuk dirambah mencapai 1.470 hektare. Meski sangat jelas dalam aturan bahwa kawasan ini merupakan lahan steril yang tidak boleh dialihfungsikan, ini tak mengurangi keinginan pejabat tersebut untuk memberikan konsesi lahan kepada cukong perkebunan.
Dan kini, muncul pula penolakan terhadap Leuser di Aceh Selatan. Seorang politikus dari partai lokal meminta Aceh Selatan dihilangkan dari peta Kawasan Ekosistem Leuser. Alasannya: permintaan masyarakat. Namun tidak jelas masyarakat mana yang merasa perlu menghilangkan Leuser dari peta daerah mereka.
Melihat potensi bencana banjir dan longsor di Aceh dalam kurun waktu lima tahun terakhir, permintaan itu seperti lelucon. Karena sejak lama masyarakat di Aceh Selatan hidup bersanding dengan Leuser. Dan mereka baik-baik saja. Masyarakat bahkan mendapatkan keuntungan langsung dari keberadaan Leuser.
Pemerintah Aceh sendiri telah berupaya untuk mempertahankan luas tutupan hutan yang terus digerus, baik secara langsung oleh korporat atau para cukong. Salah satunya dengan menghentikan pemberian izin kepada perusahaan pertambangan untuk beroperasi di Aceh.
Masyarakat juga tak boleh memaksakan kehendak dan menukar kekayaan dan keuntungan yang disediakan Leuser kepada mereka, gratis. Memberikan izin untuk pembukaan lahan di kawasan itu sama dengan mempersulit hidup, karena dampak pembukaan lahan akan menimbulkan kerugian besar akibat bencana alat dan konflik antara manusia dan satwa.
Ada banyak waktu yang dapat digunakan untuk kembali memeriksa latar belakangan kandidat sebelum menentukan dukungan dan pilihan. Masyarakat harus melihat rekam jejak kebijakan yang diusung para kandidat saat diberikan mandat untuk mengelola Leuser.
Karena itu, memilih kandidat yang bersih dari kejahatan lingkungan ini, baik legal maupun ilegal, adalah sebuah keharusan. Pilkada adalah cara untuk menyeleksi pemimpin yang tepat di seluruh tingkatan, di kabupaten/kota atau provinsi. Dan pastikan kandidat itu bukan penjahat lingkungan.(AJNN)
loading...
Post a Comment