AMP - Sekelompok massa Buddha Myanmar merusak sebuah masjid di provinsi Bago, timur ibukota Yangon, sehingga memaksa warga Muslim berlindung semalam di kantor polisi.
Menurut pejabat setempat pada hari Jum’at, serbuan terjadi setelah muncul perselisihan antar tetangga, namun kemudian berubah menjadi sentimen permusuhan terhadap agama.
Kekerasan meletus pada Kamis (13/6) sore, sekitar 200 massa Buddha mengamuk di daerah Muslim di desa Thuye Tha Mein, karena dipicu perdebatan antar tetangga atas pembangunan sebuah sekolah Islam.
“Ini dimulai ketika seorang laki-laki Muslim dan perempuan Buddha saling berdebat, (sehingga) kemudian orang-orang datang untuk memukulinya (laki-laki Muslim)”, jelas Hla Tint, pejabat desa, kepada AFP.
“Beberapa bagian masjid dihancurkan. Mereka juga merusak pagar di area pemakaman Muslim”, tambahnya.
Sekitar 70 warga Muslim, termasuk anak-anak, kemudian mencari perlindungan di kantor polisi pada Kamis malam. Tint menyatakan tidak ada warga yang cedera serius dan kedamaian telah dipulihkan.
Polisi dan pengurus masjid mengkonfirmasi adanya kerusakan, sementara warga Muslim yang berjumlah 150 orang kini hidup dalam ketakutan.
“Kami harus bersembunyi karena beberapa orang mengancam akan membunuh Muslim. Tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya”, ujar Tin Shwe OO, seorang warga yang keluarganya berlindung di kantor polisi.
“Saya tidak berani tinggal di rumah. Demi menjaga keselamatan keluarga saya, (untuk sementara) saya ingin tinggal di tempat lain selama sekitar seminggu atau lebih”, lanjutnya.
Konflik SARA telah berkecamuk di Myanmar sejak lama. Namun berbagai kekerasan mematikan baru muncul setelah junta militer negeri Buddha itu mulai membuka proses demokratisasi, sejak 2011.
Kekerasan terburuk melanda Myanmar di bagian tengah dan barat, terutama di negara bagian Rakhine, dimana minoritas Muslim Rohingya berada. Mereka tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar.
Puluhan ribu warga Rohingya harus tinggal di kamp-kamp pengungsian memprihatinkan setelah kerusuhan SARA pada 2012.
Kelompok nasionalis Buddha sangat menentang pengakuan Rohingya sebagai etnis minoritas resmi, mereka menganggapnya sebagai “Bengali”, atau istilah untuk imigran ilegal dari Bangladesh.
Masalah Rohingya menjadi salah satu persoalan yang harus diatasi pemimpin demokrasi Myanmar yang juga pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi. Namun ia justru kerap dikritik karena tak berbuat banyak dalam mengatasi masalah Rohingya.
Bahkan ia juga menolak penyebutan ‘etnis Rohingya’, dan mengajak agar menggunakan sebutan “masyarakat Islam di Rakhine”.
Pada Senin, PBB menyerukan agar Suu Kyi menjadikan penyelesaian diskriminasi Rohingya sebagai prioritas utama pemerintah Myanmar.
Menurut PBB, kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak etnis Rohingya, seperti eksekusi dan penyiksaan, dapat dikategorikan sebagai kejahatan atas kemanusiaan.
Partai Suu Kyi didominasi oleh etnis Buddha Bamar dan tidak ada satupun kandidat Muslim darinya yang lolos ke parlemen dalam pemilu.
Myanmar juga disorot atas keberadaan beberapa kelompok garis keras Buddha. Seperti kelompok Ma Ba Tha yang dituding kerap menyerukan kekerasan dan kebencian.
Sumber: risalah.tv
Menurut pejabat setempat pada hari Jum’at, serbuan terjadi setelah muncul perselisihan antar tetangga, namun kemudian berubah menjadi sentimen permusuhan terhadap agama.
Kekerasan meletus pada Kamis (13/6) sore, sekitar 200 massa Buddha mengamuk di daerah Muslim di desa Thuye Tha Mein, karena dipicu perdebatan antar tetangga atas pembangunan sebuah sekolah Islam.
“Ini dimulai ketika seorang laki-laki Muslim dan perempuan Buddha saling berdebat, (sehingga) kemudian orang-orang datang untuk memukulinya (laki-laki Muslim)”, jelas Hla Tint, pejabat desa, kepada AFP.
“Beberapa bagian masjid dihancurkan. Mereka juga merusak pagar di area pemakaman Muslim”, tambahnya.
Sekitar 70 warga Muslim, termasuk anak-anak, kemudian mencari perlindungan di kantor polisi pada Kamis malam. Tint menyatakan tidak ada warga yang cedera serius dan kedamaian telah dipulihkan.
Polisi dan pengurus masjid mengkonfirmasi adanya kerusakan, sementara warga Muslim yang berjumlah 150 orang kini hidup dalam ketakutan.
“Kami harus bersembunyi karena beberapa orang mengancam akan membunuh Muslim. Tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya”, ujar Tin Shwe OO, seorang warga yang keluarganya berlindung di kantor polisi.
“Saya tidak berani tinggal di rumah. Demi menjaga keselamatan keluarga saya, (untuk sementara) saya ingin tinggal di tempat lain selama sekitar seminggu atau lebih”, lanjutnya.
Konflik SARA telah berkecamuk di Myanmar sejak lama. Namun berbagai kekerasan mematikan baru muncul setelah junta militer negeri Buddha itu mulai membuka proses demokratisasi, sejak 2011.
Kekerasan terburuk melanda Myanmar di bagian tengah dan barat, terutama di negara bagian Rakhine, dimana minoritas Muslim Rohingya berada. Mereka tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar.
Puluhan ribu warga Rohingya harus tinggal di kamp-kamp pengungsian memprihatinkan setelah kerusuhan SARA pada 2012.
Kelompok nasionalis Buddha sangat menentang pengakuan Rohingya sebagai etnis minoritas resmi, mereka menganggapnya sebagai “Bengali”, atau istilah untuk imigran ilegal dari Bangladesh.
Masalah Rohingya menjadi salah satu persoalan yang harus diatasi pemimpin demokrasi Myanmar yang juga pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi. Namun ia justru kerap dikritik karena tak berbuat banyak dalam mengatasi masalah Rohingya.
Bahkan ia juga menolak penyebutan ‘etnis Rohingya’, dan mengajak agar menggunakan sebutan “masyarakat Islam di Rakhine”.
Pada Senin, PBB menyerukan agar Suu Kyi menjadikan penyelesaian diskriminasi Rohingya sebagai prioritas utama pemerintah Myanmar.
Menurut PBB, kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak etnis Rohingya, seperti eksekusi dan penyiksaan, dapat dikategorikan sebagai kejahatan atas kemanusiaan.
Partai Suu Kyi didominasi oleh etnis Buddha Bamar dan tidak ada satupun kandidat Muslim darinya yang lolos ke parlemen dalam pemilu.
Myanmar juga disorot atas keberadaan beberapa kelompok garis keras Buddha. Seperti kelompok Ma Ba Tha yang dituding kerap menyerukan kekerasan dan kebencian.
Sumber: risalah.tv
loading...
Post a Comment