Halloween Costume ideas 2015
loading...

Rakyat Butuh ‘Mata Kawe’

Oleh Imam Mufakkir

TAHAPAN pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) Aceh sudah dimulai, diawali dengan penerimaan persyaratan dukungan bagi calon dari jalur independen pada 3 Agustus 2016 lalu hingga pengesahan dan plantikan calon terpilih pada Maret 2017 mendatang. Bisa dikatakan bahwasanya masyarakat Aceh cukup bersemangat dalam menyambut pesta demokrasi yang berlangsung lima tahun sekali ini. Semangat ini dimanifestasikan dalam bentuk mengemukakan pendapat dalam berbagai kesempatan, baik itu di warung kopi, menulis opini di media massa hingga membuat status bahkan berkomentar di media sosial.

Tahapan pemilihan kepala daerah yang sangat dinantikan oleh rakyat Aceh adalah kegiatan yang akan dilaksanakan pada 26 Oktober 2016 sampai dengan 11 Februari 2017 mendatang. Yang mana tahapan ini merupakan rangkaian kegiatan kampanye visi dan misi serta program dari masing-masing pasangan calon sampai dengan debat terbuka antarpasangan calon tersebut.

Masyarakat Aceh perantauan di Jakarta (Imapa Jakarta) dalam diskusinya menyatakan harapan agar pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung di pilkada mendatang dapat menawarkan program yang pro-rakyat sehingga mampu mengangkat taraf ekonomi masyarakat Aceh yang mayoritas berprofesi sebagai petani, nelayan dan pedagang kecil.

 Kontrak politik
Satu aspek yang paling menentukan kemenangan pasangan calon adalah program yang ditawarkan kepada rakyat Aceh. Program yang ditawarkan ini kemudian dianggap sebagai “kontrak politik” antara pasangan calon dengan rakyat. Untuk program yang ditawar pun bermacam-macam, mulai dari pemberian uang tunai setiap bulannya sampai dengan pelayanan kesehatan yang layak bagi rakyat.

Para pasangan calon kepala daerah seyogyanya menawarkan visi bersifat futuristik yang memiliki grand design pembangunan Aceh sampai dua puluh lima tahun ke depan, sehingga ketika menyusun program akan lebih terarah dan jelas akan dibawa kemana Aceh kita tercinta ini.

Program yang menjanjikan uang tunai ataupun bantuan modal merupakan program yang selain tidak efektif dalam memajukan perekonomian rakyat juga akan membentuk mental “manja” bagi rakyat, ketika uang tunai tersebut habis atau bantuan modal yang diberikan tidak mampu menghasilkan keuntungan maka dapur rakyat tidak mengepul lagi sehingga rakyat kembali melarat. Rakyat butuh program yang mampu memberi “mata kawe” untuk memancing “ikan”, sehingga ketika ikan yang didapatkan hari ini habis, maka rakyat masih bisa memancing ikan yang lainnya pada keesokan harinya.

Membangun infrastruktur yang bisa mengorbit hasil bumi dan laut Aceh menjadi produk yang mampu bersaing dipasar internasional, meluncurkan program pendidikan untuk meningkatkan SDM Aceh, sampai dengan menerbitkan payung hukum yang mampu memproteksi rakyat dari bahaya kartel ketika bersaing dipasar adalah program yang akan menciptakan “mata kawe” bagi rakyat Aceh.

Rakyat butuh infrastruktur seperti kereta api barang yang dapat membantu rakyat memasarkan hasil buah dan sayurnya keluar provinsi, apabila harga pasaran di Aceh tidak memihak pada petani karena kelebihan produksi. Rakyat butuh infrastruktur seperti pabrik pengalengan ikan yang dapat menaikkan nilai jual hasil laut para nelayan. Rakyat butuh pengembangan fasilitas pasar tradisional agar konsumen mau membeli dagangan dari pedagang kecil. Rakyat butuh program pendidikan yang dapat menyekolahkan peserta didik di sekolah yang layak tanpa harus khawatir kekurangan guru.

 Akses modal
Dalam mengembangkan usahanya, rakyat membutuhkan akses modal pada perbankan namun kebutuhan ini sering terbentur dengan keengganan pihak perbankan untuk memberikan pinjaman kepada pengusaha kecil yang hanya menghasilkan profit kecil dan memberatkan perkerjaan perbankan dalam urusan persyaratan administrasi, pihak perbankan cenderung memberi pinjaman kepada pengusaha besar karena akan mendapatkan keuntungan yang besar dalam sekali pengurusan administrasi.

Seperti dalam tulisan Fahmi M Nasir (Serambi, 23/2/2016), bahwa dalam membangun perekonomian, pemerintah Aceh sebaiknya mencontoh program pemerintah Malaysia yang meluncurkan Bank khusus petani. Ketika rakyat telah memiliki “mata kawe”, maka rakyat butuh “umpan” untuk dikaitkan pada “mata kawe”, kehadiran perbankan yang berpihak pada petani dan nelayan dengan berbagai kemudahan adalah “umpan” yang sempurna untuk dikaitkan pada “mata kawe” yang sudah diciptakan pemerintah.

Akses modal yang diberikan perbankan merupakan bantuan modal yang tidak membentuk mental “manja” bagi rakyat karena rakyat memiliki tanggungjawab untuk mengembalikan modal yang dipinjam, hal ini telah dibuktikan oleh pemerintah Malaysia yang mampu mengorbit rakyatnya menjadi pengusaha hasil bumi dan laut yang berdaya saing.

Di Pilkada 2017 mendatang, mudah-mudahan rakyat Aceh menemukan pasangan calon yang dinilai mampu memberikan “mata kawe”, sehingga rakyat Aceh menjadi rakyat yang mandiri secara ekonomi sehingga “kemerdekaan” dalam kehidupan yang telah didambakan sejak Indonesia merdeka 71 tahun yang lalu dan pascadamai aceh 11 tahun silam dapat terwujud. Semoga!

Imam Mufakkir, pengurus pusat Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (Imapa) Jakarta. Email: imam.mufakkir12@gmail.com

Sumber: serambinews
loading...
Labels:

Post a Comment

loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget