PADA tahun 1841 di Desa Huta Pungkut, Kotanupan Tapanuli Selatan. Lahirlah sosok ulama dan ahli tasawuf bernama Syekh Sulaiman al-Khalidi. Ayahnya bernama Japagar. Sejak kecil beliau telah diajari ilmu silat oleh ayahnya. Ketika ayahnya meninggal dunia, beliau mempunyai minatnya yang tinggi untuk mempelajari agama. Akhirnya pada tahun 1863 Sulaiman berangkat ke Sumatera Timur berguru kepada Syekh Abdul Wahab.[1]
Seperti biasanya para ulama terdahulu disamping menunaikan ibadah haji, juga menuntut ilmu di Mekkah. Metode inipun dijalani oleh Syekh Sulaiman. Pada tahun 1868 beliau pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan menetap di sana selama empat tahun dan di sana pula beliau berguru kepada ulama besar Tarekat Naqsyabandiyah, yaitu pada Syekh Sulaiman Zuhdi. Setelah mendalami ilmu agama yang memadai, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmunya dan menjadi guru Tarekat Naqsyabandiyah. Dalam mengembangkan tarekat tersebut beliau membangun sebuah mesjid dan rumah besar yang dipergunakan sebagai tempat berkhalwat murid-muridnya.[2]
Berguru dan menuntut ilmu itu tiada batas dan mengenal strata. Hanya maut sebagai limit terakhirnya. Mungkin karena merasa haus dan lezatnya menuntut ilmu. Akhirnya pada tahun 1880 Masehi beliau kembali lagi ke Tanah Suci dengan membawa serta keluarganya serta berguru kembali kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Kemudian beliau kembali ke kampung halamannya ke Huta Pungkut. Namanya bertambah harum, yang dikenal dengan ulama yang teguh pendirian dan banyak pengikutnya. Pengikut atau murid-muridnya itulah yang ikut mengembangkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah. Beliau sangat berjasa dalam pengembangan tarekat ini, dan beliau wafat pada tanggal 12 Oktober 1971 (3 Muharram 1336) dalam usia 75 tahun. Kuburan beliau dimakamkan di kampung halamannya.[3]
Keberhasilan dan perjuangan Syekh Sulaiman menjadi pioner dan panutan umat baik pada masanya atau masa kini. Keberhasilan beliau dalam mengembangkan ilmu agama dan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Kita doakan semoga jasa-jasa beliau bisa menjadi amalan untuk Syekh sendiri dan bisa diteruskan oleh generasi selanjutnya dalam mengembangkan syiar dan syariat agama.
[1] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam… h. 870.
[2] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam ….h. 871.
[3]Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam… h. 872. []
*Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Staf Pengajar di Dayah MUDI Mesjid Raya, Samalanga dan Sekretaris LP2M IAI Al-Aziziyah Samalanga.
Editor: THAYEB LOH ANGEN
Seperti biasanya para ulama terdahulu disamping menunaikan ibadah haji, juga menuntut ilmu di Mekkah. Metode inipun dijalani oleh Syekh Sulaiman. Pada tahun 1868 beliau pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan menetap di sana selama empat tahun dan di sana pula beliau berguru kepada ulama besar Tarekat Naqsyabandiyah, yaitu pada Syekh Sulaiman Zuhdi. Setelah mendalami ilmu agama yang memadai, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmunya dan menjadi guru Tarekat Naqsyabandiyah. Dalam mengembangkan tarekat tersebut beliau membangun sebuah mesjid dan rumah besar yang dipergunakan sebagai tempat berkhalwat murid-muridnya.[2]
Berguru dan menuntut ilmu itu tiada batas dan mengenal strata. Hanya maut sebagai limit terakhirnya. Mungkin karena merasa haus dan lezatnya menuntut ilmu. Akhirnya pada tahun 1880 Masehi beliau kembali lagi ke Tanah Suci dengan membawa serta keluarganya serta berguru kembali kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Kemudian beliau kembali ke kampung halamannya ke Huta Pungkut. Namanya bertambah harum, yang dikenal dengan ulama yang teguh pendirian dan banyak pengikutnya. Pengikut atau murid-muridnya itulah yang ikut mengembangkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah. Beliau sangat berjasa dalam pengembangan tarekat ini, dan beliau wafat pada tanggal 12 Oktober 1971 (3 Muharram 1336) dalam usia 75 tahun. Kuburan beliau dimakamkan di kampung halamannya.[3]
Keberhasilan dan perjuangan Syekh Sulaiman menjadi pioner dan panutan umat baik pada masanya atau masa kini. Keberhasilan beliau dalam mengembangkan ilmu agama dan Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Kita doakan semoga jasa-jasa beliau bisa menjadi amalan untuk Syekh sendiri dan bisa diteruskan oleh generasi selanjutnya dalam mengembangkan syiar dan syariat agama.
[1] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam… h. 870.
[2] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam ….h. 871.
[3]Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam… h. 872. []
*Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Staf Pengajar di Dayah MUDI Mesjid Raya, Samalanga dan Sekretaris LP2M IAI Al-Aziziyah Samalanga.
Editor: THAYEB LOH ANGEN
Portasatu.com
loading...
Post a Comment