Oleh Taqiyuddin Muhammad*
Beginilah kiranya para pendahulu mencatat hari kelahiran putra-putri mereka pada salah satu halaman salinan kitab (manuskrip) yang mereka miliki. Saya teringat sesuatu yang pernah saya baca tentang Almarhum Syaikhu Masyayikhina Al-Muhaqqiq Al-Kabir Al-‘Allamah Abu Fihr Mahmud Muhammad Syakir (1327-1418 H/1909-1997 M) di mana suatu kali ia pernah menuturkan bahwa ayahnya telah mencatat hari kelahirannya pada halaman depan naskah salinan Al-Futuhat Al-Makkiyah.
Beginilah kiranya para pendahulu mencatat hari kelahiran putra-putri mereka pada salah satu halaman salinan kitab (manuskrip) yang mereka miliki. Saya teringat sesuatu yang pernah saya baca tentang Almarhum Syaikhu Masyayikhina Al-Muhaqqiq Al-Kabir Al-‘Allamah Abu Fihr Mahmud Muhammad Syakir (1327-1418 H/1909-1997 M) di mana suatu kali ia pernah menuturkan bahwa ayahnya telah mencatat hari kelahirannya pada halaman depan naskah salinan Al-Futuhat Al-Makkiyah.
Keluarga keturunan Almarhum Syaikh ‘Abdur Rahim Al-Asyi (terkenal
juga dengan sebutan Teungku Chik Awe Geutah) yang tinggal di Gampong Awe
Geutah, Peusangan, merupakan salah satu rumah ilmu pengetahuan yang
sudah terkenal sejak lama di wilayah yang sekarang berada dalam
Kabupaten Bireuen. Syaikh ‘Abdur Rahim sendiri pernah berguru kepada
seorang ulama besar lagi terkenal di Zabid (Yaman), yakni Asy-Syaikh
Al-Qudwah ‘Ali bin Zain Al-Mizjajiy Az-Zabidiy—Rahimahullah. Kecintaan
dan penghormatan mendalam Syaikh ‘Abdur Rahim kepada gurunya,
Al-Mizjajiy, inilah yang tampaknya telah mendorong ia menamakan
putranya, yang kemudian juga menjadi ulama besar Aceh, dengan nama
Muhammad Zain (Az-Zain), yakni nama ayah dari gurunya yang juga seorang
ulama besar dan murid dari Syaikh Mulla Ibrahim Al-Kurdiy Al-Kuraniy
(wafat 1101 H).
Orang yang dicatat tanggal kelahirannya dalam teks salinan berikut
ini adalah cucu dari Syaikh Al-Faqih Muhammad Zain dan cicit dari Syaikh
Al-‘Allamah ‘Abdur Rahim Al-Asyi.
Gambar lembaran yang memuat catatan kelahiran ini sudah saya rekam
sejak Juni 2007 dalam sebuah kunjungan singkat ke Awe Geutah, dan
ternyata masih tersimpan dalam berkas dokumen saya sampai sekarang—wa
lil-Llahil Hamd.
Ada dua teks catatan kelahiran pada lembaran tersebut yang
kedua-duanya ditujukan untuk mencatat peristiwa kelahiran seorang bayi
laki-laki yang diberi nama: Daud. Namun teks yang pertama (bagian atas)
memuat kekeliruan dan telah diperbaiki dengan redaksi yang berbeda serta
khath yang lebih bagus pada teks catatan yang kedua. Sebab itu, di
sini, saya hanya akan menuliskan bunyi teks yang kedua saja dan
mengabaikan teks yang pertama.
الحمد لله الذي فضل علينا الولد والصلاة والسلام على سيدنا محمد وآله
وصحبه أولي الأيد فلما كان (كذا) هجرته صلى الله عليه وسلم أربعة وسبعين
ومائتين بعد الألف “سنة 1274” وأربعا أول الشعبان (كذا) ولد المولود داود
ابن عبد المحسن بن محمد زين ابن عبد الرحيم أوي كته رضي الله عنهم ورضوا
عنه وأعد لهم جنات المأوى نزلا بما كانوا يعملون
Terjemahan:
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepada kami seorang anak laki-laki, dan shalawat beserta salam ke atas penghulu kami Muhammad serta keluarga dan para sahabat beliau pemilik dukungan. Maka tatkala hijrah beliau Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallam 274 setelah 1000, tahun 1274, [pada] empat [hari] permulaan Sya’ban, telah lahir bayi laki-laki Daud bin ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Zain bin ‘Abdur Rahim Awe Geutah, semoga Allah meridhai mereka, dan mereka telah ridha (yakin) kepada-Nya, serta semoga Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga tempat kediaman sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan.
4 Sya’ban 1274 sama dengan 20 Maret 1858, yakni pada zaman Almarhum
Paduka Sri Sultan ‘Alauddin Manshur Syah memerintah di Aceh. (Catatan:
bila diperhatikan bentuk tulisan nama “Muhammad” pada teks catatan ini,
maka itu merupakan bentuk yang sama dengan yang terdapat pada inskripsi
nisan Sultan Manshur Syah. Agaknya, ini merupakan sebuah pola penulisan
nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang khas pada masa-masa
tersebut)
Tokoh-tokoh yang tersebut dalam teks ini, sejauh yang diketahui, belum memperoleh sorotan yang baik mengenai hidup dan peran mereka dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan di Aceh pada masa lampau, sekalipun Syaikh ‘Abdur Rahim atau Teungku Chik Awe Geutah sudah cukup dikenal di kalangan masyarakat umum. Ini mudah-mudahan dapat menarik minat generasi peneliti dan pengkaji yang lebih muda di masa depan.
Dikutip dari situs Mapesa.
*Penulis adalah ahli epigraf di Aceh. Seorang ilmuwan Islam.
loading...
Post a Comment