Nek Rukiah, di Gampong Ie Tarek II, Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara. @Datuk Haris Molana |
AMP - Kata Nek Rukiah, sewaktu konflik dirinya sempat merawat petinggi mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kala itu, Muzakir Manaf (Wakil Gubernur Aceh) dan Saifuddin Yunus alias Pon Pang (Mantan Ketua DPRK Lhokseumawe).
Tubuhnya terlihat ringkih. Kulitnya sudah mulai keriput di makan usia. Jari tangannya hanya bisa untuk mengelus sakit yang ada di pipi kanannya.
Matanya sedang terpejam kala portalsatu.com menyambangi kediaman milik anaknya di Gampong Ie Tarek II, Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara.
Kala mendengar ada tamu yang ingin mengunjungi dirinya, matanya baru terbuka, namun bukan untuk melihat sebab matanya sudah tidak sempurna lagi untuk melihat.
Dia adalah Rukiah, wanita renta yang lahirnya sejak 88 tahun yang lalu hidup serba kekurangan di pinggiran kota bekas “Petro Dollar” itu. Beberapa tahun terakhir, sehari- harinya hanya dihabiskan untuk menahan penyakit yang dideritanya. Sakitnya kecil, namun sudah mengikis sebagian pipinya itu. Terlihat pipi kanannya seperti terluka, putih dan berair dengan dioleskan sedikit racikan obat tradisional dibuat oleh anak perempuannya itu.
Kala portalsatu.com menyambangi rumahnya tersebut, tampak nek Rukiah sedang tertidur.
So nyan ? kata Nek Rukiah kepada wartawan portalsatu dan seorang wartawan televisi nasional kala menghampirinya di rumah itu, Jumat, 27 Mei 2016 pagitadi.
Ureueng jak saweue droneh. Jawab sesosok perempuan yang tiba-tiba datang menghampiri kami yang tak lain anak perempuannya itu.
Nek Rukiah pun tampak bergerak ingin duduk. Tapi, niatnya itu tak kunjung bisa, sebab dia sakit dan tak sanggup untuk bangun.
Menurut Nek Rukiah, penyakitnya itu awalnya kecil seperti jerawat namun tidak mau sembuh-sembuh hingga sampai sekarang seperti luka dan mengikis pipi kanannya itu.
“Wate troh ilhap, sep me krot- krot ban saboh ulee. Hana lon tuoh peugah le meunyoe meu krot-krot. Sang-sang ban saboh ule saket,” kata Nek Rukiah kepada portalsatu.com.
Di sisi pembicaraannya, Nek Rukiah juga bercerita kepada saya. Kata Nek Rukiah, sewaktu konflik dirinya sempat merawat petinggi mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kala itu, Muzakir Manaf (Wakil Gubernur Aceh) dan Saifuddin Yunus alias Pon Pang (Mantan Ketua DPRK Lhokseumawe).
Mereka berdua diketahui sebagai petinggi GAM dulu. Mualem sapaan akrab Muzakir Manaf saat itu terkena peluru tentara di kakinya sedangkan Pon Pang bahunya bersarang peluru Tentara Nasional Indonesia.
“Watee nyan, Teungku Muzakir ngen si Pon keuneng timbak lon kalon. Menyoe hana salah daerah PT. Agung. Awak nyan jijak meusom lah bak rumoh long. Jeut lon peugah, tapi bek rame tat. Bak lon kalon ka rame trok, kakeuh hana masalah laju menyoe menan,” sebut Nek Rukiah
Nek Rukiah menyebutkan “Pah lon kalon bak gaki ngen rhueng awak nyan luka. Lon coba rawat dan peusom awak nyan bek ditepu le Tentara Indonesia,” tambahnya.
Rukiah mengatakan kala itu ada sekitar hampir dua bulan mereka berada di rumahnya. Mereka keluar masuk rumahnya hingga sembuh. Pada suatu saat, Tentara Indonesia mencium gerak-gerik orang yang berada di dalam rumahnya.
“Uronyan lon agak meu firasat bacut. Long tren dari rumoh lon peugleh puntong rukok ngen tapak sipatu ureueng nyoe bah bek jitepu. Bungkoh-bungkoh awak nyan lon jak peusom lam uteuen,” cerita Nek Rukiah.
“Long ka saket, penyaket bak mieng rot uneuen that me krot-krot. Meujak u rumoh saket ka teuntee na kartu kesehatan teuma anek-anek nyoo yang hiro long pih ka teuntee peurle peng euntek di sideh. Nyan yang hana pat lon mita jinoe,” ujarnya
Menurutnya, 4 cucunya juga ikut dibedil oleh Tentara Indonesia. Mereka tewas juga saat konflik berlangsung. Ke empat mereka adalah cucunya dari 2 anak perempuannya.
“Peut droe cuco agam long meninggai wate konflik. Dua dari aneuk inong long yang tuha, dua teuk dari anek inong long diyup kak jih,” Nek Rukiah menyebutkan dengan nada lemas didampingi dua anak perempuannya itu.
“Long hana harap sapue bak ureng nyoe, meunye jitem silaturrahmi lon sangat bangga. Menyoe memang geubantu long ka tuha lage nyoe jeut. Menyoe hana pih hana masalah,” harap Nek Rukiah.
M. Tayeb, putra Nek Rukiah kepada portalsatu.com membenarkan apa yang diceritakan oleh ibu kandungnya tersebut.
Menurut cerita M. Tayeb, pada saat Teungku Muzakir dan Pon Pang terluka kena tembakan aparat, dirinya beserta istri ada di rumah tersebut. Kata Tayeb, Teungku Muzakir dan Pon Pang kala itu diberikan tempat singgah di rumah ibunya tersebut termasuk bisa keluar masuk rumah.
Kata Tayeb, dirinya bukan tidak mau membawa ibu nya ke Rumah Sakit. “Jino jak u rumoh saket memang hana bayeue le. Cuma biaya uroe-uroe nyan yang hana. Lawet nyoe me bak mantri sagai. Nyan yang na kemudahan,” tambah Tayeb.
Tayeb mengakui, ibunya ada diberikan bantuan rumah dhuafa. Tapi saat ini ditempati cucu ibunya tersebut. “Mak geuwo keno bak rumoh aneuk geuh, han geutem duek bak rumoh nyan,” sebut Tayeb.
Sementara itu, Teungku Fauzan Hamzah, anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) wilayah Pase sekaligus putra asli Simpang Keramat ditemui portalsatu.com, Jumat sore membenarkan bahwa Nek Rukiah pernah menerima Muzakir Manaf dan Pon Pang waktu konflik lalu.
“Benar, Mualem dan Pon Pang sempat tinggal di rumahnya kala konflik namun apa yang diceritakan oleh media sosial kemarin tidak benar. Kita sudah membantu Nek Rukiah tahun 2015,” kata Tengku Fauzan
Fauzan menyebutkan rumah bantuan tersebut Mualem sendiri yang memerintahkan jajaran KPA wilayah Simpang Keuramat untuk mengurusi rumah dhuafa kepada Nek Rukiah.
Kata Tengku Fauzan, kepada siapapun yang mau membantu masyarakat miskin silahkan saja. Apapun lembaga yang misinya sosial tidak masalah, namun jangan dipolitisir dengan pihak-pihak lain dalam hal membantu masyarakat.
“Saya melihat apa yang dituliskan di media sosial beberapa hari ini menyudutkan Mualem. Seolah-olah Mualem tidak membantu nenek tersebut. Kami KPA wilayah Simpang Keramat kecewa dengan ulah oknum lembaga sosial itu,” tegas Fauzan.
Untuk diketahui, usai salat Jumat tadi, nenek Rukiah dilarikan ke Rumah Sakit PMI Lhokseumawe oleh geuchik setempat. Nenek Rukiah sangat terasa sakit dengan penyakitnya dan tidak sanggup menahan lagi.
“Benar, oleh keluarga telah membawa nenek ke rumah sakit di Lhokseumawe untuk mendapatkan perawatan maksimal yang dibantu oleh lembaga sosial di Aceh Utara,” kata Geuchik Ie Tarek II, Khairil Anwar kepada portaslatu.com.[] Sumber: portalsatu.com
Tubuhnya terlihat ringkih. Kulitnya sudah mulai keriput di makan usia. Jari tangannya hanya bisa untuk mengelus sakit yang ada di pipi kanannya.
Matanya sedang terpejam kala portalsatu.com menyambangi kediaman milik anaknya di Gampong Ie Tarek II, Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara.
Kala mendengar ada tamu yang ingin mengunjungi dirinya, matanya baru terbuka, namun bukan untuk melihat sebab matanya sudah tidak sempurna lagi untuk melihat.
Dia adalah Rukiah, wanita renta yang lahirnya sejak 88 tahun yang lalu hidup serba kekurangan di pinggiran kota bekas “Petro Dollar” itu. Beberapa tahun terakhir, sehari- harinya hanya dihabiskan untuk menahan penyakit yang dideritanya. Sakitnya kecil, namun sudah mengikis sebagian pipinya itu. Terlihat pipi kanannya seperti terluka, putih dan berair dengan dioleskan sedikit racikan obat tradisional dibuat oleh anak perempuannya itu.
Kala portalsatu.com menyambangi rumahnya tersebut, tampak nek Rukiah sedang tertidur.
So nyan ? kata Nek Rukiah kepada wartawan portalsatu dan seorang wartawan televisi nasional kala menghampirinya di rumah itu, Jumat, 27 Mei 2016 pagitadi.
Ureueng jak saweue droneh. Jawab sesosok perempuan yang tiba-tiba datang menghampiri kami yang tak lain anak perempuannya itu.
Nek Rukiah pun tampak bergerak ingin duduk. Tapi, niatnya itu tak kunjung bisa, sebab dia sakit dan tak sanggup untuk bangun.
Menurut Nek Rukiah, penyakitnya itu awalnya kecil seperti jerawat namun tidak mau sembuh-sembuh hingga sampai sekarang seperti luka dan mengikis pipi kanannya itu.
“Wate troh ilhap, sep me krot- krot ban saboh ulee. Hana lon tuoh peugah le meunyoe meu krot-krot. Sang-sang ban saboh ule saket,” kata Nek Rukiah kepada portalsatu.com.
Di sisi pembicaraannya, Nek Rukiah juga bercerita kepada saya. Kata Nek Rukiah, sewaktu konflik dirinya sempat merawat petinggi mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kala itu, Muzakir Manaf (Wakil Gubernur Aceh) dan Saifuddin Yunus alias Pon Pang (Mantan Ketua DPRK Lhokseumawe).
Mereka berdua diketahui sebagai petinggi GAM dulu. Mualem sapaan akrab Muzakir Manaf saat itu terkena peluru tentara di kakinya sedangkan Pon Pang bahunya bersarang peluru Tentara Nasional Indonesia.
“Watee nyan, Teungku Muzakir ngen si Pon keuneng timbak lon kalon. Menyoe hana salah daerah PT. Agung. Awak nyan jijak meusom lah bak rumoh long. Jeut lon peugah, tapi bek rame tat. Bak lon kalon ka rame trok, kakeuh hana masalah laju menyoe menan,” sebut Nek Rukiah
Nek Rukiah menyebutkan “Pah lon kalon bak gaki ngen rhueng awak nyan luka. Lon coba rawat dan peusom awak nyan bek ditepu le Tentara Indonesia,” tambahnya.
Rukiah mengatakan kala itu ada sekitar hampir dua bulan mereka berada di rumahnya. Mereka keluar masuk rumahnya hingga sembuh. Pada suatu saat, Tentara Indonesia mencium gerak-gerik orang yang berada di dalam rumahnya.
“Uronyan lon agak meu firasat bacut. Long tren dari rumoh lon peugleh puntong rukok ngen tapak sipatu ureueng nyoe bah bek jitepu. Bungkoh-bungkoh awak nyan lon jak peusom lam uteuen,” cerita Nek Rukiah.
“Long ka saket, penyaket bak mieng rot uneuen that me krot-krot. Meujak u rumoh saket ka teuntee na kartu kesehatan teuma anek-anek nyoo yang hiro long pih ka teuntee peurle peng euntek di sideh. Nyan yang hana pat lon mita jinoe,” ujarnya
Menurutnya, 4 cucunya juga ikut dibedil oleh Tentara Indonesia. Mereka tewas juga saat konflik berlangsung. Ke empat mereka adalah cucunya dari 2 anak perempuannya.
“Peut droe cuco agam long meninggai wate konflik. Dua dari aneuk inong long yang tuha, dua teuk dari anek inong long diyup kak jih,” Nek Rukiah menyebutkan dengan nada lemas didampingi dua anak perempuannya itu.
“Long hana harap sapue bak ureng nyoe, meunye jitem silaturrahmi lon sangat bangga. Menyoe memang geubantu long ka tuha lage nyoe jeut. Menyoe hana pih hana masalah,” harap Nek Rukiah.
M. Tayeb, putra Nek Rukiah kepada portalsatu.com membenarkan apa yang diceritakan oleh ibu kandungnya tersebut.
Menurut cerita M. Tayeb, pada saat Teungku Muzakir dan Pon Pang terluka kena tembakan aparat, dirinya beserta istri ada di rumah tersebut. Kata Tayeb, Teungku Muzakir dan Pon Pang kala itu diberikan tempat singgah di rumah ibunya tersebut termasuk bisa keluar masuk rumah.
Kata Tayeb, dirinya bukan tidak mau membawa ibu nya ke Rumah Sakit. “Jino jak u rumoh saket memang hana bayeue le. Cuma biaya uroe-uroe nyan yang hana. Lawet nyoe me bak mantri sagai. Nyan yang na kemudahan,” tambah Tayeb.
Tayeb mengakui, ibunya ada diberikan bantuan rumah dhuafa. Tapi saat ini ditempati cucu ibunya tersebut. “Mak geuwo keno bak rumoh aneuk geuh, han geutem duek bak rumoh nyan,” sebut Tayeb.
Sementara itu, Teungku Fauzan Hamzah, anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) wilayah Pase sekaligus putra asli Simpang Keramat ditemui portalsatu.com, Jumat sore membenarkan bahwa Nek Rukiah pernah menerima Muzakir Manaf dan Pon Pang waktu konflik lalu.
“Benar, Mualem dan Pon Pang sempat tinggal di rumahnya kala konflik namun apa yang diceritakan oleh media sosial kemarin tidak benar. Kita sudah membantu Nek Rukiah tahun 2015,” kata Tengku Fauzan
Fauzan menyebutkan rumah bantuan tersebut Mualem sendiri yang memerintahkan jajaran KPA wilayah Simpang Keuramat untuk mengurusi rumah dhuafa kepada Nek Rukiah.
Kata Tengku Fauzan, kepada siapapun yang mau membantu masyarakat miskin silahkan saja. Apapun lembaga yang misinya sosial tidak masalah, namun jangan dipolitisir dengan pihak-pihak lain dalam hal membantu masyarakat.
“Saya melihat apa yang dituliskan di media sosial beberapa hari ini menyudutkan Mualem. Seolah-olah Mualem tidak membantu nenek tersebut. Kami KPA wilayah Simpang Keramat kecewa dengan ulah oknum lembaga sosial itu,” tegas Fauzan.
Untuk diketahui, usai salat Jumat tadi, nenek Rukiah dilarikan ke Rumah Sakit PMI Lhokseumawe oleh geuchik setempat. Nenek Rukiah sangat terasa sakit dengan penyakitnya dan tidak sanggup menahan lagi.
“Benar, oleh keluarga telah membawa nenek ke rumah sakit di Lhokseumawe untuk mendapatkan perawatan maksimal yang dibantu oleh lembaga sosial di Aceh Utara,” kata Geuchik Ie Tarek II, Khairil Anwar kepada portaslatu.com.[] Sumber: portalsatu.com
loading...
Post a Comment