AMP - Panggung Politik Aceh semakin hangat menjelang Pilkada 2017, Empat tokoh Aceh yang lama sudah digadang-gadangkan sebagai kandidat semakin kuat ambisinya untuk bertarung menuju aceh 1, yaitu Muzakir Manaf, Irwandi Yusuf, Tarmizi A Karim, dan juga Zakaria Saman. Kini sang Gebunur Aceh Zaini Abdullah juga menyatakan dirinya ingin kembali bersaing dibursa calon Aceh Satu.
Bermacam sorotan tertuju pada orang nomor 1 di provinsi ujung barat indonesia, bahkan para kandindat calon gebernur akat bicara Zakaria Saman selaku Rekan Zaini di Tuha Peut PA, dia tertawa saat mengetahui doto akan mencalonkan diri lagi, menurut Apa karya bagi dia tidak masalah, tapi sangat disayangkan, kalau beliau kalah dalam pemilu nanti, karena orang tua kita, seperti yang dibertikan Serambi edisi Jumat, 8/1/15. Baginya Secara umun pencalonan zaini merupakan hal yang lumrah sebagai seorang pemimpin yang ingin melanjutkan program yang belum diselasaikan dalam 5 tahun belakangan, bagi Mualem selaku wakilnya di pemerintah Aceh saat ini juga tdak masalah tapi dalam mencari simpati rakyat tidak menjelek jelekan kandidat lain.
Fenomena ini kembali mengingatkan kita pada Pilkada tahun 2012, saat itu Irwandi Yusuf yang Gubernur Aceh kembali mencalonkan diri lewat jalur independen, yang pernah ditentang oleh beberapa kalangan sehingga terjadi kisruh menjelang Pilkada, Irwandi pun mendapat julukan “Irwanto” pada saat itu. Kini Abu Doto kemungkinan besar akan mencalonkn diri lewat jalur yang sama seperti halnya Irwandi.
Jika kita melihat sekilas peta politik aceh 4 tahun silam hampir sama hanya saja pada pemilu kali ini kandidatnya didominasi oleh tokoh-tokoh yang dulu bernaung di atap yang sama sehingga pandangan kita tertuju pada elit partai berlambang ACEH tersebut.
Didominasi para tokoh GAM
Persaingan politik pada tahun 2017 di dominasi oleh tokoh-tokoh GAM yang dulunya bersama kini bertranfrormasi untuk mendapat simpati rakyat menuju Aceh satu, 4 dari 5 kandidiat Cagub 2017 merupakan petinggi GAM dan juga petinggi Partai Aceh.
Perpecahan mulai terjadi pada tahun 2012 saat Irwandi maju sebagai Cagub lewat jalur independen, dan terus berlanjut pada pemilu 2014 dengan tambahan 1 partai lokal PNA yang didirikan oleh irwandi, kini 2017 semakin dekat panasnya atmosfir Pilkada sudah mulai dirasakan, para kandidat pun sudah mulai memainkan srateginya untuk menang, jika pada tahun 2012 hanya bersaing 2 kandidat dari tokoh GAM, pada pilkada ini akan bertambah 2 kandidat yang notabennya adaah pejuang GAM, yang bernaung dibawah KPA.
Pada pelkada 2017 satu orang kandidat yang bukan dari tokoh GAM yaitu Tarmizi A Karim, sedang keempat lainnya Zakaria Saman, Muzakir Manaf, Zaini Abdullah, Irwandi Yusuf merupakan tokoh GAM, sehingga sangat indentik persaingan kali ini persaingan serumah.
Jika pada tahun 2012 Irwandi bisa mendulang 29.18 % suara maka bukan tidak mungkin pada pilkada tahun 2017 Zaini bisa juga mendapat suara yang sama seperti Irwandi pada pilkada 4 tahun silam tapi jika dikalkulasikan Irwandi mendapatkan suara sebanyak itu dikarenakan 2 kandidat dari mantan GAM tapi hari ini Zaini harus bersaing dengan 4 rekanya dari basis yang sama.
Tapi dibalik itu semua pencalonan zaini merupakan salah satu langkah yang sangat merugikan Partai Aceh, disini rakyat bisa menilai betapa tidak stabilnya partai yang berlambang ACEH tersebut, dikarenakan Zaini dan Mualem merupakan dua tokoh yang dulunya mencalonkan diri dari partai yang sama, jika dulu Irwandi dan Nazar mencalonkan diri saat memenangkan Pilkada 2007 bukan dari partai melainkan dari jalur independen, wajar saja jika mereka pancah kongsi.
Efek dari pencalonan zaini dan mualem ini membuat maindset masyarakat Aceh semakin tidak percaya terhadap partai lokal pertama di Aceh tersebut.
Akankah terjadi Black Campaign
Kehadiran tokoh yang pernah bersama ini membuat masyarakat semakin sulit menebak siapa sosok pemimpin yang pantas untuk memimpin Aceh kedepanya, bukan tidak mungkin masyarakat beralih ke sosok Tarmizi yang tidak pernah terlibat dalam Partai lokal, di balik itu juga akan timbul kekhawatiran para masyarakat aceh akan pengaruh kampanye hitam para tim sukses. untuk mendulang kemenengan sangat mudah jika langkah black compain dijalankan, meskipun ini merupakan langkah yang negatif, yang merusak sportifitas persaingan politik, bisa diprediksi akan kembali ada blank campain antar kandidat, melihat penagalaman pada Pilkada 2012, masyarakat masih termakan dengan isu perjuangan perdamaian, sehingga yang dari calon lain akan mudah mendapat simpati rakyat, dengan demikian sangat mudah untuk terprovokasi oleh oknum yang memulai kampanye hitam.
Bahasa black Campaign di Aceh sangat indentik dengan “menye ken ie Leuhop Menye Kendroe Mandum Gop” , ini merupakan kata yang paling mujarab dikalangan masyarakat awam, akhirnya dengan mudah sang penyebar fitnah akan mendapatkan suara.
Dari sisi lain, lembel pengkhianat yang pernah masyhur di Aceh baik disaat Pilkada maupun pada Pileg, ini merupakan salah satu langkah kompanye hitam untuk mendapat suara rakyat siapa yang kan menjadi penghianat sesaat pada 2017 layak kita saksikan.
Jika hal itu terus berlanjut di Aceh, para kandidat lebih baik tidak mencalonkan diri, karena pada akhirnya rakyat akan akan menjadi, rakyat hanya menjadi bahan permainan para elit saat Pilkada.
Jika ingin berkompetisi di Aceh para kandidat harus mengedepankan norma-norma dan kerarifan lokal, dengan banyaknya calon kandidat nantinya demokrasi di Aceh akan menjadi baik. Kita semua berharap supaya Aceh akan lebih kompeten pada masa yang akan datang dengan pemimpin yang baru. tidak ada lagi pertumpahan darah menjelang Pilkada. Amin!!
Penulis Merupakan Mahasiswa STAIN Malikussaleh Lhokseumawe juga pengurs PAKAR Aceh Utara.
Bermacam sorotan tertuju pada orang nomor 1 di provinsi ujung barat indonesia, bahkan para kandindat calon gebernur akat bicara Zakaria Saman selaku Rekan Zaini di Tuha Peut PA, dia tertawa saat mengetahui doto akan mencalonkan diri lagi, menurut Apa karya bagi dia tidak masalah, tapi sangat disayangkan, kalau beliau kalah dalam pemilu nanti, karena orang tua kita, seperti yang dibertikan Serambi edisi Jumat, 8/1/15. Baginya Secara umun pencalonan zaini merupakan hal yang lumrah sebagai seorang pemimpin yang ingin melanjutkan program yang belum diselasaikan dalam 5 tahun belakangan, bagi Mualem selaku wakilnya di pemerintah Aceh saat ini juga tdak masalah tapi dalam mencari simpati rakyat tidak menjelek jelekan kandidat lain.
Fenomena ini kembali mengingatkan kita pada Pilkada tahun 2012, saat itu Irwandi Yusuf yang Gubernur Aceh kembali mencalonkan diri lewat jalur independen, yang pernah ditentang oleh beberapa kalangan sehingga terjadi kisruh menjelang Pilkada, Irwandi pun mendapat julukan “Irwanto” pada saat itu. Kini Abu Doto kemungkinan besar akan mencalonkn diri lewat jalur yang sama seperti halnya Irwandi.
Jika kita melihat sekilas peta politik aceh 4 tahun silam hampir sama hanya saja pada pemilu kali ini kandidatnya didominasi oleh tokoh-tokoh yang dulu bernaung di atap yang sama sehingga pandangan kita tertuju pada elit partai berlambang ACEH tersebut.
Didominasi para tokoh GAM
Persaingan politik pada tahun 2017 di dominasi oleh tokoh-tokoh GAM yang dulunya bersama kini bertranfrormasi untuk mendapat simpati rakyat menuju Aceh satu, 4 dari 5 kandidiat Cagub 2017 merupakan petinggi GAM dan juga petinggi Partai Aceh.
Perpecahan mulai terjadi pada tahun 2012 saat Irwandi maju sebagai Cagub lewat jalur independen, dan terus berlanjut pada pemilu 2014 dengan tambahan 1 partai lokal PNA yang didirikan oleh irwandi, kini 2017 semakin dekat panasnya atmosfir Pilkada sudah mulai dirasakan, para kandidat pun sudah mulai memainkan srateginya untuk menang, jika pada tahun 2012 hanya bersaing 2 kandidat dari tokoh GAM, pada pilkada ini akan bertambah 2 kandidat yang notabennya adaah pejuang GAM, yang bernaung dibawah KPA.
Pada pelkada 2017 satu orang kandidat yang bukan dari tokoh GAM yaitu Tarmizi A Karim, sedang keempat lainnya Zakaria Saman, Muzakir Manaf, Zaini Abdullah, Irwandi Yusuf merupakan tokoh GAM, sehingga sangat indentik persaingan kali ini persaingan serumah.
Jika pada tahun 2012 Irwandi bisa mendulang 29.18 % suara maka bukan tidak mungkin pada pilkada tahun 2017 Zaini bisa juga mendapat suara yang sama seperti Irwandi pada pilkada 4 tahun silam tapi jika dikalkulasikan Irwandi mendapatkan suara sebanyak itu dikarenakan 2 kandidat dari mantan GAM tapi hari ini Zaini harus bersaing dengan 4 rekanya dari basis yang sama.
Tapi dibalik itu semua pencalonan zaini merupakan salah satu langkah yang sangat merugikan Partai Aceh, disini rakyat bisa menilai betapa tidak stabilnya partai yang berlambang ACEH tersebut, dikarenakan Zaini dan Mualem merupakan dua tokoh yang dulunya mencalonkan diri dari partai yang sama, jika dulu Irwandi dan Nazar mencalonkan diri saat memenangkan Pilkada 2007 bukan dari partai melainkan dari jalur independen, wajar saja jika mereka pancah kongsi.
Efek dari pencalonan zaini dan mualem ini membuat maindset masyarakat Aceh semakin tidak percaya terhadap partai lokal pertama di Aceh tersebut.
Akankah terjadi Black Campaign
Kehadiran tokoh yang pernah bersama ini membuat masyarakat semakin sulit menebak siapa sosok pemimpin yang pantas untuk memimpin Aceh kedepanya, bukan tidak mungkin masyarakat beralih ke sosok Tarmizi yang tidak pernah terlibat dalam Partai lokal, di balik itu juga akan timbul kekhawatiran para masyarakat aceh akan pengaruh kampanye hitam para tim sukses. untuk mendulang kemenengan sangat mudah jika langkah black compain dijalankan, meskipun ini merupakan langkah yang negatif, yang merusak sportifitas persaingan politik, bisa diprediksi akan kembali ada blank campain antar kandidat, melihat penagalaman pada Pilkada 2012, masyarakat masih termakan dengan isu perjuangan perdamaian, sehingga yang dari calon lain akan mudah mendapat simpati rakyat, dengan demikian sangat mudah untuk terprovokasi oleh oknum yang memulai kampanye hitam.
Bahasa black Campaign di Aceh sangat indentik dengan “menye ken ie Leuhop Menye Kendroe Mandum Gop” , ini merupakan kata yang paling mujarab dikalangan masyarakat awam, akhirnya dengan mudah sang penyebar fitnah akan mendapatkan suara.
Dari sisi lain, lembel pengkhianat yang pernah masyhur di Aceh baik disaat Pilkada maupun pada Pileg, ini merupakan salah satu langkah kompanye hitam untuk mendapat suara rakyat siapa yang kan menjadi penghianat sesaat pada 2017 layak kita saksikan.
Jika hal itu terus berlanjut di Aceh, para kandidat lebih baik tidak mencalonkan diri, karena pada akhirnya rakyat akan akan menjadi, rakyat hanya menjadi bahan permainan para elit saat Pilkada.
Jika ingin berkompetisi di Aceh para kandidat harus mengedepankan norma-norma dan kerarifan lokal, dengan banyaknya calon kandidat nantinya demokrasi di Aceh akan menjadi baik. Kita semua berharap supaya Aceh akan lebih kompeten pada masa yang akan datang dengan pemimpin yang baru. tidak ada lagi pertumpahan darah menjelang Pilkada. Amin!!
Penulis Merupakan Mahasiswa STAIN Malikussaleh Lhokseumawe juga pengurs PAKAR Aceh Utara.
Dikutip dari lintasnasional.com
loading...
Post a Comment